UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2014
TENTANG
HUKUM DISIPLIN MILITER
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan negara bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa, melaksanakan operasi militer selain perang, dan ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional;
b. bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan negara berfungsi sebagai penangkal dan penindak terhadap setiap ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa serta pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan;
c. bahwa dalam mengemban tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, prajurit Tentara Nasional Indonesia memerlukan disiplin tinggi, yang merupakan syarat mutlak dalam tata kehidupan militer agar mampu melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik sehingga hukum disiplin militer perlu dibina dan dikembangkan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan Tentara Nasional Indonesia sehingga perlu diganti;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Hukum Disiplin Militer;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Militer adalah anggota kekuatan angkatan perang suatu negara yang diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Disiplin Militer adalah kesadaran, kepatuhan, dan ketaatan untuk melaksanakan peraturan perundangundangan, peraturan kedinasan, dan tata kehidupan yang berlaku bagi Militer.
3. Hukum Disiplin Militer adalah peraturan dan norma untuk mengatur, membina, menegakkan disiplin, dan tata kehidupan yang berlaku bagi Militer.
4. Hukuman Disiplin Militer adalah hukuman yang dijatuhkan oleh atasan yang berhak menghukum kepada bawahan yang berada di bawah wewenang komandonya karena melakukan pelanggaran Hukum Disiplin Militer.
5. Pelanggaran Hukum Disiplin Militer adalah segala perbuatan dan/atau tindakan yang dilakukan oleh Militer yang melanggar hukum dan/atau peraturan Disiplin Militer dan/atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan Militer yang berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.
6. Tersangka adalah Militer yang karena perbuatannya berdasarkan bukti permulaan yang cukup patut diduga sebagai pelaku Pelanggaran Hukum Disiplin Militer.
7. Pemohon adalah Tersangka yang mengajukan permohonan keberatan atas Hukuman Disiplin Militer yang dijatuhkan kepadanya.
8. Terhukum adalah Tersangka yang telah dijatuhi Hukuman Disiplin Militer dan keputusannya telah berkekuatan hukum tetap.
9. Atasan adalah Militer yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih tinggi daripada Militer lainnya.
10. Bawahan adalah Militer yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih rendah daripada Militer lainnya.
11. Atasan Langsung adalah Atasan yang mempunyai wewenang komando langsung terhadap Bawahan yang bersangkutan.
12. Atasan yang Berhak Menghukum yang selanjutnya disebut Ankum adalah Atasan yang diberi wewenang menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer kepada Bawahan yang berada di bawah wewenang komandonya.
13. Ankum Atasan adalah Atasan Langsung dari Ankum yang menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer.
14. Ankum dari Ankum Atasan adalah Atasan Langsung dari Ankum Atasan yang menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer.
15. Perwira Penyerah Perkara yang selanjutnya disebut Papera adalah perwira yang oleh atau atas dasar undangundang mempunyai wewenang untuk menentukan suatu perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia yang berada di bawah wewenang komandonya diserahkan kepada atau diselesaikan di luar pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
16. Dewan Pertimbangan dan Pengawasan Disiplin Militer yang selanjutnya disingkat DPPDM adalah dewan yang bersifat ad hoc di lingkungan internal Tentara Nasional Indonesia yang bertugas memberikan pertimbangan, rekomendasi, dan pengawasan atas pelaksanaan penegakan Hukum Disiplin Militer.
17. Panglima Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut Panglima adalah perwira tinggi Militer yang memimpin Tentara Nasional Indonesia.
18. Tata Tertib Militer adalah ketentuan tertulis atau tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh Militer dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam dinas maupun di luar dinas.
19. Pemeriksa adalah pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap Pelanggaran Hukum Disiplin Militer.
20. Pemeriksaan adalah tindakan Pemeriksa untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti untuk membuat terang tentang terjadinya Pelanggaran Hukum Disiplin Militer.
21. Hari adalah hari kalender.
Pasal 2
Penyelenggaraan Hukum Disiplin Militer dilaksanakan berdasarkan asas:
a. keadilan;
b. pembinaan;
c. persamaan di hadapan hukum;
d. praduga tak bersalah;
e. hierarki;
f. kesatuan komando;
g. kepentingan Militer;
h. tanggung jawab;
i. efektif dan efisien; dan
j. manfaat.
Pasal 3
Hakikat Hukum Disiplin Militer merupakan pembinaan dan penertiban secara internal yang berkaitan dengan Hukum Disiplin Militer.
BAB II
TUJUAN DAN FUNGSI
Pasal 4
Penyelenggaraan Hukum Disiplin Militer bertujuan untuk mewujudkan pembinaan organisasi, pembinaan personel, pembinaan dan peningkatan Disiplin Militer, serta penegakan Hukum Disiplin Militer dengan memperhatikan kemanfaatan dan keadilan.
Pasal 5
Penyelenggaraan Hukum Disiplin Militer berfungsi sebagai sarana untuk:
a. menciptakan kepastian hukum dan pelindungan hukum bagi Militer serta mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang Ankum; dan
b. menegakkan tata kehidupan bagi setiap Militer dalam menunaikan tugas dan kewajibannya.
BAB III
RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM DISIPLIN MILITER
Pasal 6
(1) Hukum Disiplin Militer berlaku bagi: a. Militer; dan b. setiap orang yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Militer.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Militer atau yang dipersamakan dengan Militer yang sedang menjalani penahanan, pidana penjara, kurungan, atau tutupan.
BAB IV
DISIPLIN MILITER
Pasal 7
(1) Setiap Militer dalam menunaikan tugas dan kewajibannya bersikap dan berperilaku disiplin dengan mematuhi Hukum Disiplin Militer.
(2) Hukum Disiplin Militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kewajiban dan larangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Panglima.
BAB V
PELANGGARAN HUKUM DISIPLIN MILITER DAN HUKUMAN DISIPLIN MILITER
Pasal 8
Jenis Pelanggaran Hukum Disiplin Militer terdiri atas:
a. segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan kedinasan, atau perbuatan yang tidak sesuai dengan Tata Tertib Militer; dan
b. perbuatan yang melanggar peraturan perundangundangan pidana yang sedemikian ringan sifatnya.
Pasal 9
Jenis Hukuman Disiplin Militer terdiri atas:
a. teguran;
b. penahanan disiplin ringan paling lama 14 (empat belas) hari; atau
c. penahanan disiplin berat paling lama 21 (dua puluh satu) hari.
Pasal 10
Penjatuhan Hukuman Disiplin Militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diikuti dengan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11
(1) Dalam keadaan khusus, jenis Hukuman Disiplin Militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dan huruf c dapat diperberat dengan tambahan waktu penahanan paling lama 7 (tujuh) hari.
(2) Keadaan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. negara dalam keadaan bahaya;
b. dalam kegiatan operasi militer;
c. dalam kesatuan yang disiapsiagakan; dan/atau
d. Militer yang melakukan pengulangan Pelanggaran Disiplin Militer dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan setelah dijatuhi Hukuman Disiplin Militer.
Pasal 12
(1) Militer yang dijatuhi Hukuman Disiplin Militer lebih dari 3 (tiga) kali dalam pangkat yang sama, dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak patut dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas militer, diberhentikan tidak dengan hormat.
(2) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
ATASAN DAN BAWAHAN
Bagian Kesatu
Atasan
Pasal 13
(1) Atasan terdiri atas:
a. Militer yang pangkatnya lebih tinggi; dan
b. Militer yang jabatannya lebih tinggi.
(2) Militer yang pangkatnya lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. setiap Militer yang pangkatnya lebih tinggi daripada pangkat Militer lainnya;
b. dalam hal pangkatnya sama, kedudukannya ditinjau dari lamanya menyandang pangkat;
c. dalam hal pangkatnya sama dan lamanya menyandang pangkat sama maka kedudukannya ditinjau dari lamanya memangku jabatan setingkat;
d. dalam hal pangkatnya sama, lamanya menyandang pangkat sama, dan lamanya memangku jabatan setingkat sama, maka kedudukannya ditinjau dari lamanya menjadi Militer; atau
e. dalam hal pangkatnya sama, lamanya menyandang pangkat sama, lamanya memangku jabatan setingkat sama, dan lamanya menjadi Militer sama, maka kedudukannya ditinjau dari usianya.
(3) Militer yang jabatannya lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan atasan yang:
a. memangku jabatan sesuai dengan tingkat jabatan berdasarkan struktur organisasi; atau
b. memangku jabatan sesuai dengan tingkat jabatan berdasarkan penunjukan lebih tinggi daripada jabatan lainnya.
Pasal 14
Atasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, wajib:
a. memelihara moril, membangkitkan motivasi, inisiatif, dan keberanian bawahannya dengan memberi keteladanan berdasarkan kesadaran bahwa keberhasilan pelaksanaan tugas merupakan kebanggaan kesatuan dan Militer;
b. memimpin Bawahan dengan adil dan bijaksana;
c. memberikan perhatian terhadap kesejahteraan Bawahan, berusaha meningkatkan kemampuan dan pengetahuan Bawahan;
d. memberikan contoh dan teladan baik dalam sikap, ucapan, maupun perbuatan di dalam dan di luar kedinasan;
e. menjalankan wewenang yang dipercayakan kepadanya dengan saksama, adil, objektif, dan tidak menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya; dan
f. memberikan petunjuk dan arahan kepada Bawahan, mengatur pembagian tugas kedinasan secara efektif dan efisien, serta mengawasi pelaksanaannya.
Pasal 15
Dalam memberikan perintah kepada bawahannya, Atasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, wajib:
a. berdasarkan kepentingan dinas, baik perintah yang diberikan secara lisan maupun tertulis;
b. singkat, lengkap, dan jelas;
c. memperhatikan keadaan, kesiapan, dan kemampuan Bawahan untuk melaksanakan tugas; dan
d. bertanggung jawab atas isi dari perintah yang diberikan.
Bagian Kedua
Bawahan
Pasal 16
Bawahan merupakan Militer yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih rendah daripada pangkat dan/atau jabatan Militer lainnya.
Pasal 17
Bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, wajib:
a. patuh dan taat kepada Atasan, serta menjunjung tinggi semua perintah dinas dan arahan yang diberikan Atasan, berdasarkan kesadaran bahwa setiap perintah dan arahan tersebut untuk kepentingan kedinasan;
b. bersikap hormat kepada Atasan, baik di dalam maupun di luar kedinasan, berdasarkan kesadaran untuk menegakkan kehormatan militer; dan
c. memegang teguh dan menjaga sikap, perkataan, dan perbuatan pada waktu berhadapan dengan Atasan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.
Pasal 18
Dalam melaksanakan perintah, Bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, wajib:
a. memahami maksud dan isi perintah yang diberikan, apabila belum jelas wajib bertanya kepada Atasan yang memberikan perintah;
b. mengulangi isi perintah atau menyampaikan pemahaman tentang maksud perintah tersebut kepada Atasan yang memberi perintah;
c. menyampaikan laporan kepada Atasan yang memberi perintah atas pelaksanaan dan hasil yang dicapai dari perintah; dan
d. bertanggung jawab kepada Atasan yang memberikan perintah atas pelaksanaan perintah.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai Atasan dan Bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 diatur dengan Peraturan Panglima.
BAB VII
ANKUM DAN KEWENANGANNYA
Pasal 20
Ankum berdasarkan kewenangannya terdiri atas:
a. Ankum berwenang penuh;
b. Ankum berwenang terbatas; dan
c. Ankum berwenang sangat terbatas.
Pasal 21
(1) Ankum berwenang penuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, mempunyai wewenang menjatuhkan semua jenis Hukuman Disiplin Militer kepada Militer yang berada di bawah wewenang komandonya.
(2) Ankum berwenang terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, mempunyai wewenang menjatuhkan semua jenis Hukuman Disiplin Militer kepada Militer yang berada di bawah wewenang komandonya, kecuali penahanan disiplin berat terhadap perwira.
(3) Ankum berwenang sangat terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, mempunyai wewenang menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer teguran dan penahanan ringan kepada bintara dan tamtama yang berada di bawah wewenang komandonya.
Pasal 22
(1) Ankum berdasarkan jenjangnya terdiri atas:
a. Ankum;
b. Ankum Atasan;
c. Ankum dari Ankum Atasan; dan
d. Ankum tertinggi.
(2) Ankum tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah Panglima.
Pasal 23
(1) Ankum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a berwenang:
a. melakukan atau memerintahkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Militer yang berada di bawah wewenang komandonya;
b. menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer terhadap Militer yang berada di bawah wewenang komandonya; dan
c. menunda pelaksanaan Hukuman Disiplin Militer yang telah dijatuhkan.
(2) Ankum Atasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b berwenang:
a. menunda pelaksanaan Hukuman Disiplin Militer;
b. memeriksa dan memutuskan pengajuan keberatan; dan
c. mengawasi dan mengendalikan Ankum di bawahnya.
(3) Ankum dari Ankum Atasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c berwenang:
a. menunda pelaksanaan Hukuman Disiplin Militer;
b. memeriksa dan memutuskan pengajuan keberatan tingkat akhir; dan
c. mengawasi dan mengendalikan Ankum di bawahnya.
(4) Ankum tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf d berwenang:
a. menunda pelaksanaan Hukuman Disiplin Militer;
b. memeriksa dan memutuskan pengajuan keberatan tingkat akhir dan bersifat final; dan
c. mengawasi dan mengendalikan Ankum di bawahnya.
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ankum, wewenang Ankum, jenjang Ankum, dan tata cara pelaksanaan wewenang Ankum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 diatur dengan Peraturan Panglima.
BAB VIII
PENYELESAIAN PELANGGARAN HUKUM DISIPLIN MILITER
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 25
Militer yang melakukan Pelanggaran Hukum Disiplin Militer dikenai:
a. tindakan Disiplin Militer; dan/atau
b. Hukuman Disiplin Militer.
Bagian Kedua
Tindakan Disiplin Militer.
Pasal 26
(1) Setiap Atasan berwenang mengambil tindakan Disiplin Militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a terhadap setiap Bawahan yang melakukan Pelanggaran Hukum Disiplin Militer.
(2) Tindakan Disiplin Militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan seketika oleh setiap Atasan kepada Bawahan berupa tindakan fisik dan/atau teguran lisan yang bersifat mendidik dan mencegah terulangnya Pelanggaran Hukum Disiplin Militer.
(3) Tindakan Disiplin Militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapus kewenangan Ankum untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer.
Bagian Ketiga
Hukuman Disiplin Militer
Paragraf 1
Umum
Pasal 27
Penyelesaian pelanggaran dengan Hukuman Disiplin Militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dilaksanakan melalui kegiatan:
a. Pemeriksaan;
b. penjatuhan Hukuman Disiplin Militer;
c. pelaksanaan Hukuman Disiplin Militer; dan
d. pencatatan dalam buku Hukuman Disiplin Militer.
Pasal 28
Militer yang melakukan lebih dari 1 (satu) Pelanggaran Hukum Disiplin Militer pada saat bersamaan hanya dapat dijatuhi 1 (satu) jenis Hukuman Disiplin Militer.
Pasal 29
(1) Hak menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer gugur karena:
a. Tersangka meninggal dunia;
b. kedaluwarsa;
c. Tersangka diberhentikan dari dinas kemiliteran; atau d. ne bis in idem.
(2) Kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, setelah 6 (enam) bulan terhitung sejak Ankum menerima:
a. laporan Pelanggaran Hukum Disiplin Militer;
b. berkas perkara Pemeriksaan; atau
c. keputusan penyelesaian menurut Hukum Disiplin Militer dari Papera.
(3) Dalam hal hak menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer gugur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ankum Atasan mengeluarkan keputusan penutupan perkara disiplin demi hukum.
Pasal 30
(1) Apabila Ankum lalai atau tidak melaksanakan penjatuhan Hukuman Disiplin Militer, Ankum Atasan memberikan peringatan tertulis.
(2) Peringatan tertulis oleh Ankum Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 3 (tiga) bulan sejak dinyatakan kedaluwarsa.
Paragraf 2
Pemeriksaan
Pasal 31
Militer yang disangka melakukan Pelanggaran Hukum Disiplin Militer berhak didampingi perwira sebagai penasihat pada setiap tingkat Pemeriksaan.
Pasal 32
(1) Pemeriksaan Pelanggaran Hukum Disiplin Militer dilakukan oleh Pemeriksa.
(2) Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Ankum;
b. perwira atau bintara yang mendapat perintah dari Ankum; atau
c. pejabat lain yang berwenang.
Pasal 33
(1) Pemeriksa melakukan Pemeriksaan terhadap Tersangka dan saksi, serta mengumpulkan barang bukti.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan segera, setelah Ankum mengetahui atau menerima laporan terjadinya Pelanggaran Hukum Disiplin Militer.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memperoleh fakta kejadian yang sebenarnya sehingga dapat diambil keputusan secara tepat, objektif, dan adil.
Pasal 34
(1) Pemeriksa memanggil secara tertulis Militer yang disangka melakukan Pelanggaran Hukum Disiplin Militer dan saksi untuk dilakukan Pemeriksaan.
(2) Dalam Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa berwenang meminta keterangan para saksi, Tersangka, dan mengumpulkan barang bukti.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Panglima.
Pasal 35
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan secara langsung tanpa kekerasan.
(2) Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara Pemeriksaan.
(3) Berita acara Pemeriksaan dan berita acara penyitaan barang bukti disatukan dalam berkas perkara.
Paragraf 3
Penjatuhan Hukuman Disiplin Militer
Pasal 36
(1) Ankum setelah menerima dan mempelajari berkas perkara Pelanggaran Hukum Disiplin Militer, wajib mengambil keputusan untuk:
a. menyidangkan jika terdapat cukup bukti; atau
b. tidak menyidangkan jika tidak terdapat cukup bukti.
(2) Keputusan Ankum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendengar pertimbangan staf dan/atau Atasan Langsung Tersangka dan dapat mendengar keterangan Tersangka.
(3) Dalam hal Ankum memutuskan perkara Pelanggaran Hukum Disiplin Militer disidangkan, Ankum menentukan hari sidang.
(4) Dalam hal Ankum memutuskan untuk tidak disidangkan, Ankum mengeluarkan keputusan tidak menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer disertai rehabilitasi dengan mengembalikan nama baik, harkat, dan martabatnya seperti semula.
Pasal 37
(1) Penjatuhan Hukuman Disiplin Militer dilaksanakan dalam sidang Disiplin Militer.
(2) Sidang Disiplin Militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tata cara sidang Disiplin Militer.
(3) Ankum menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer berdasarkan keyakinan telah terjadi Pelanggaran Hukum Disiplin Militer yang dilakukan oleh Tersangka, dengan didukung paling sedikit 1 (satu) alat bukti yang sah.
(4) Pada waktu menentukan jenis dan lamanya Hukuman Disiplin Militer, Ankum wajib mengusahakan terwujudnya keadilan dan pembinaan dengan memperhatikan keadaan pada waktu Pelanggaran Hukum Disiplin Militer dilakukan, kepribadian, dan tingkah laku Tersangka sehari-hari.
(5) Penjatuhan Hukuman Disiplin Militer oleh Ankum dituangkan dalam keputusan Hukuman Disiplin Militer.
(6) Penjatuhan Hukuman Disiplin Militer oleh Ankum tidak menghapuskan tuntutan pidana atau gugatan perkara lainnya.
(7) Ankum sesudah menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer wajib memberitahukan kepada Tersangka tentang haknya untuk mengajukan keberatan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara sidang Disiplin Militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Panglima.
Pasal 38
Alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) meliputi:
a. barang bukti;
b. surat;
c. informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik;
d. keterangan saksi;
e. keterangan ahli; atau
f. keterangan Tersangka.
Pasal 39
Keputusan Hukuman Disiplin Militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (5) harus memuat:
a. identitas Militer yang dijatuhi Hukuman Disiplin Militer meliputi nama lengkap, pangkat, nomor registrasi prajurit, jabatan, kesatuan, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, dan alamat tempat tinggal;
b. fakta Pelanggaran Hukum Disiplin Militer yang telah dilakukan;
c. hal yang memberatkan dan meringankan;
d. pasal yang dilanggar dari peraturan perundangundangan dan ketentuan yang berlaku;
e. pasal yang menjadi dasar kewenangan Ankum; dan
f. diktum putusan yang memuat:
1. alasan penjatuhan Hukuman Disiplin Militer;
2. jenis Pelanggaran Hukum Disiplin Militer; dan
3. jenis Hukuman Disiplin Militer yang dijatuhkan.
Pasal 40
(1) Dalam hal Hukuman Disiplin Militer terhadap perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pidana yang sedemikian ringan sifatnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dijatuhkan, keputusan penyelesaian menurut Hukum Disiplin Militer merupakan wewenang Papera setelah menerima pendapat dan saran hukum dari oditur.
(2) Setelah menerima pendapat dan saran hukum dari oditur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Papera dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari menerbitkan keputusan penyelesaian menurut Hukum Disiplin Militer dan menyampaikan kepada Ankum yang berwenang.
(3) Berdasarkan keputusan penyelesaian menurut Hukum Disiplin Militer oleh Papera sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ankum segera menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer yang dituangkan dalam keputusan Hukuman Disiplin Militer.
Paragraf 4
Pelaksanaan Hukuman Disiplin Militer
Pasal 41
(1) Hukuman Disiplin Militer dilaksanakan segera setelah dijatuhkan oleh Ankum.
(2) Pelaksanaan Hukuman Disiplin Militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunda jika Terhukum mengajukan permohonan keberatan.
(3) Masa Hukuman Disiplin Militer berakhir pada saat apel pagi hari berikutnya dari hari terakhir Hukuman Disiplin Militer yang harus dijalani.
Pasal 42
(1) Hukuman Disiplin Militer berupa penahanan bagi perwira dilaksanakan di ruang tahanan untuk perwira.
(2) Hukuman Disiplin Militer berupa penahanan bagi bintara dan tamtama dilaksanakan di ruang tahanan untuk bintara dan tamtama.
(3) Ruang tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dipisahkan antara ruang tahanan untuk Militer laki-laki dan ruang tahanan untuk Militer perempuan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ruang tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Panglima.
Pasal 43
(1) Dalam hal pelaksanaan penahanan ringan, Terhukum dapat menerima tamu dan dapat dipekerjakan di lingkungan satuannya pada jam kerja.
(2) Dalam hal pelaksanaan penahanan berat, Terhukum tidak dapat menerima tamu, tidak dapat dipekerjakan, dan menjalani penahanan tersebut pada tempat tertutup.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penahanan ringan dan penahanan berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Panglima.
Pasal 44
(1) Terhukum yang sakit dan/atau dirawat sebelum melaksanakan Hukuman Disiplin Militer, pelaksanaan hukumannya ditunda sampai dinyatakan sembuh.
(2) Pernyataan sakit dan pernyataan sembuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tertulis oleh dokter atau tenaga medis dari rumah sakit.
(3) Waktu selama Terhukum dirawat karena sakit di luar ruang tahanan tempat menjalani Hukuman Disiplin Militer, tidak dihitung sebagai waktu pelaksanaan Hukuman Disiplin Militer.
Paragraf 5
Pencatatan
Pasal 45
Hukuman Disiplin Militer dicatat dalam buku Hukuman Disiplin Militer dan buku data personel yang bersangkutan.
BAB IX
PENGAJUAN KEBERATAN
Bagian Kesatu
Permohonan Keberatan Pertama
Pasal 46
(1) Pemohon berhak mengajukan keberatan atas sebagian atau seluruh rumusan alasan hukuman, jenis, dan/atau berat ringannya Hukuman Disiplin Militer yang dijatuhkan.
(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara patut, tertulis, dan hierarkis.
(3) Dalam pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon dapat mengajukan perwira hukum atau perwira lainnya kepada Ankum untuk memberikan nasihat.
(4) Dalam hal di kesatuan tidak ada perwira, dapat ditunjuk Militer lainnya untuk memberikan nasihat yang berhubungan dengan pengajuan keberatan.
Pasal 47
Dalam hal Pemohon mengajukan keberatan, pelaksanaan Hukuman Disiplin Militer ditunda sampai ada keputusan dari Ankum Atasan atau Ankum dari Ankum Atasan yang berkekuatan hukum tetap.
Pasal 48
(1) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 diajukan kepada Ankum Atasan melalui Ankum paling lama 4 (empat) hari sesudah Hukuman Disiplin Militer dijatuhkan.
(2) Ankum wajib menerima dan meneruskan pengajuan keberatan atas keputusan Hukuman Disiplin Militer yang dijatuhkannya kepada Ankum Atasan paling lama 7 (tujuh) hari.
(3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Hukuman Disiplin Militer yang sudah diajukan dapat ditarik kembali paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterima Ankum dan apabila keberatan ditarik kembali Terhukum segera menjalani Hukuman Disiplin Militer.
Pasal 49
(1) Ankum Atasan yang berwenang memutus permohonan keberatan, wajib segera mengambil keputusan berupa menolak atau mengabulkan seluruh atau sebagian keberatan yang diajukan, dalam bentuk keputusan paling lama 21 (dua puluh satu) hari sejak permohonan keberatan diterima.
(2) Dalam hal keberatan ditolak seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ankum Atasan menguatkan keputusan yang telah dibuat Ankum yang menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer.
(3) Dalam hal keberatan diterima seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ankum Atasan membatalkan keputusan yang telah dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer.
(4) Dalam hal keberatan ditolak atau diterima sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ankum Atasan mengubah keputusan yang dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan Hukuman Disiplin Militer.
Bagian Kedua
Permohonan Keberatan Kedua
Pasal 50
(1) Dalam hal Tersangka menolak keputusan Ankum Atasan terhadap permohonan keberatan yang diajukan, Tersangka berhak mengajukan permohonan keberatan sekali lagi kepada Ankum dari Ankum Atasan yang telah memutus permohonan keberatan yang diajukan sebelumnya.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 4 (empat) hari terhitung sejak keputusan terhadap permohonan keberatan yang diajukan sebelumnya diberitahukan kepada Tersangka.
(3) Ketentuan mengenai permohonan keberatan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku secara mutatis mutandis bagi ketentuan permohonan keberatan kedua.
Pasal 51
Dalam hal Terhukum berpendapat belum memperoleh keadilan terhadap Permohonan keberatan kedua, Terhukum dapat mengajukan pengaduan kepada DPPDM.
Bagian Ketiga
Keputusan Terakhir
Pasal 52
Keputusan Hukuman Disiplin Militer yang dijatuhkan oleh Panglima merupakan keputusan terakhir dan bersifat final.
BAB X
DEWAN PERTIMBANGAN DAN PENGAWASAN
DISIPLIN MILITER
Pasal 53
(1) Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan Ankum dapat dibentuk DPPDM.
(2) DPPDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ad hoc.
(3) DPPDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan pertimbangan, rekomendasi, dan pengawasan atas pelaksanaan kewenangan Ankum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Susunan keanggotaan DPPDM berasal dari lingkungan internal Tentara Nasional Indonesia, kecuali Ankum yang terkait.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, tugas, dan susunan keanggotaan DPPDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Panglima.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 54
Militer yang perkaranya masih dalam Pemeriksaan di pengadilan dan/atau sudah diputus oleh pengadilan tidak boleh dijatuhi Hukuman Disiplin Militer, kecuali dalam putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, hakim dalam putusannya mengembalikan perkara untuk diselesaikan secara Hukum Disiplin Militer.
Pasal 55
Terhadap suatu pelanggaran pidana yang diancam hanya dengan pidana denda dan telah dibayar maksimum dendanya, terhadap Tersangka tidak dapat dijatuhi Hukuman Disiplin Militer.
Pasal 56
Selama Terhukum menjalani Hukuman Disiplin Militer berupa penahanan tetap dihitung sebagai masa dinas.
Pasal 57
(1) Perwira atau Atasan yang mendapat bukti yang cukup untuk menyangka bahwa Bawahan telah melakukan Pelanggaran Hukum Disiplin Militer yang dapat menimbulkan keonaran dan mengganggu tata tertib di tempat kejadian, berwenang melakukan atau memerintahkan penahanan sementara dan wajib segera melaporkan kepada Ankum yang membawahkan langsung Tersangka.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58
Pelanggaran Hukum Disiplin Militer yang terjadi sebelum Undang-Undang ini berlaku dan perkaranya sedang dalam proses, penyelesaian dan penegakan hukum menggunakan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pasal 59
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan tentang Hukum Disiplin Militer yang sudah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 60
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak UndangUndang ini diundangkan.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 61
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 62
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 257
No comments:
Post a Comment