Di dalam kehidupan ini kita melihat banyak pergaulan, hubungan, komunikasi, dan yang berkaitan dengan interaksi antarsesama manusia serta makhluk lainnya. Setiap orang yang melakukan suatu tindakan tentunya memiliki alasan dan alasan tersebut perlu diperkuat dengan pertimbangan-pertimbangan. Tidak sedikit orang melakukan suatu tindakan atau perbuatan hanya bermodalkan alasan tanpa pertimbangan, dan menganggap bahwa alasan itu sama dengan pertimbangan. Lebih parah lagi jika bertindak atau berbuat tanpa alasan yang jelas. Pemikiran dan pemahaman seperti ini yang terkadang salah kaprah, salah satu yang menjadi faktor kegagalan dalam tugas, ternyata begini perbedaan antara alasan dan pertimbangan.
Sebelum
penulis lanjutkan, penulis sarankan terlebih dahulu agar anda membaca tulisan
ini secara perlahan dan seksama agar mengerti maksudnya, karena pada artikel
ini penjelasan sedikit lebih rumit. Meskipun demikian penulis coba membantu para
pembaca dengan memberikan contoh-contoh agar lebih mudah dimengerti maknanya.
Perbedaan antara alasan dan pertimbangan,
dijelaskan dan dicontohkan sebagai berikut:
1.
Alasan merupakan dasar untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, tindakan, perbuatan, atau bahkan yang hanya berupa
pemikirian, angan-angan, dan cita-cita sekalipun. Alasan dapat berupa maksud
dan tujuan. Alasan yang berupa maksud, berisikan keinginan yang bersifat
subyektif dari si pelaku tindakan atau perbuatan. Alasan yang berupa tujuan,
berisikan keinginan yang bersifat obyektif, berupa suatu keadaan yang
diharapkan dapat terwujud pada obyek tindakan atau perbuatan dari subyek.
Alasan biasa kita kenal dengan istilah ”motivasi” atau ”motif”.
Contoh-contoh penerapan
motif:
a.
Seorang prajurit TNI yang melakukan pelanggaran
pencurian, penipuan, ataupun perjudian, memiliki motif di bidang ekonomi. Si
pelaku cenderung memiliki maksud di antaranya mencari dan memperoleh sejumlah
uang yang banyak dengan tujuan agar dapat membebaskan dirinya dari jeratan
hutang-hutang, kesengsaraan hidup, dan membahagiakan kehidupannya sendiri
ataupun orang lain.
b.
Seorang prajurit TNI yang melakukan pelanggaran
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) memiliki motif di bidang kejiwaan. Si
pelaku cenderung memiliki maksud di antaranya mencari dan melampiaskan kepuasan
tertentu dengan tujuan agar dapat memuaskan nafsunya, meredakan emosi, dan
membahagiakan kehidupannya sendiri ataupun orang yang lain lagi.
2.
Sementara itu, pertimbangan merupakan uraian logis
yang menjelaskan hubungan antara maksud dan tujuan. Suatu pertimbangan berisi
uraian-uraian tentang baik dan buruknya sesuatu hal, yang jika sudah
diterangkan akan dapat menjadi dasar yang kuat untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu tindakan atau perbuatan. Pertimbangan ini pula yang bisa
menjadi dasar dalam melakukan pembelaan terhadap suatu tuduhan.
Contoh-contoh penerapan
pertimbangan:
a.
Seorang prajurit TNI yang melakukan pelanggaran
pencurian, penipuan, ataupun perjudian, memiliki motif di bidang ekonomi. Si
pelaku mempertimbangkan jika ia membiarkan dirinya tetap tidak memiliki
uang yang cukup untuk membayar hutang-hutangnya maka ia akan ditagih-tagih oleh
orang-orang yang telah meminjamkan uang kepadanya, dan dengan demikian maka ia
akan merasakan kesengsaraan hidup. Sehingga jika ia ingin keluar dari
kesengsaraan tersebut dan membahagiakan kehidupannya sendiri ataupun orang lain
maka ia lebih memilih jalan pintas dengan cara melakukan pencurian, penipuan,
ataupun perjudian, dengan harapan bahwa tindakannya tidak akan terungkap.
b.
Seorang prajurit TNI yang melakukan pelanggaran
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) memiliki motif di bidang kejiwaan. Si
pelaku mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
1)
Jika berkaitan dengan kekerasan fisik.
Jika si pelaku memiliki sifat dasar yang emosional yang tidak terlampiaskan
maka ia akan merasa tertekan dan tidak puas sehingga untuk meringankan beban
psikis dari pelaku itu sendiri yang merupakan akibat dari adanya serangan atau
ancaman kekerasan baik yang berupa kekerasan fisik ataupun hinaan/omelan dari
anggota keluarganya lalu ia melakukan tindakan kekerasan terhadap anggota
keluarganya tersebut dengan harapan dapat membuat hatinya merasakan kepuasan
atau lega hati setelah selesai melakukan kekerasan fisik itu. Bahkan jika
tindakannya itu merupakan implementasi dari kelainan jiwa maka tindakannya itu
tidak memerlukan pertimbangan atau dilakukan secara spontan.
2)
Jika berkaitan dengan kekerasan psikis.
Jika si pelaku telah memiliki wanita idaman lain (WIL) atau pria idaman
lain (PIL) maka ia akan berusaha dengan segala cara (misalnya, dengar sering
memarahi pasangannya tanpa sebab yang jelas, mengeluarkan kata-kata hinaan, atau
bahkan menunjukkan kemesraan dengan WIL atau PIL, dll) agar pasangannya
menderita secara batin yang akhirnya meminta kepada pasangannya agar mereka bercerai,
sehingga pelaku dapat segera menikah dengan WIL atau PIL-nya itu.
3)
Jika berkaitan dengan penelantaran rumah tangga.
Jika si pelaku telah memiliki wanita idaman lain (WIL) atau pria idaman
lain (PIL), atau memang sudah tidak mau lagi bersama pasangannya karena suatu
sebab lainnya, maka ia akan cenderung memilih meninggalkan pasangannya itu
dikarenakan menurut pemikirannya jika bercerai secara baik-baik akan memerlukan
waktu dan proses yang sangat lama, sehingga ia memilih langkah menelantarkan
keluarganya agar ada alasan bagi keluarganya untuk meminta berpisah darinya.
Berdasarkan penjelasan di atas
pada intinya semua pelanggaran itu cenderung memiliki maksud di antaranya
mencari dan melampiaskan kepuasan tertentu dengan tujuan agar dapat memuaskan
nafsunya, meredakan emosi atau hasratnya, dan membahagiakan kehidupannya
sendiri ataupun orang yang lain lagi namun menimbulkan kesengsaraan pihak
lain.
Jika seorang prajurit TNI bersikap
dan berbuat sesuatu tanpa alasan yang jelas maka hal itu sangatlah tidak
mungkin dilakukan oleh orang yang memiliki akal yang sehat. Jika seseorang
melakukan suatu perbuatan tanpa motif, maka itu adalah salah satu ciri pelaku
yang memiliki kelainan kejiwaan yang perlu diteliti lebih lanjut tentang
keadaannya tersebut oleh seorang dokter ahli kejiwaan untuk mengukur sejauh
mana perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan oleh si pelaku pelanggaran.
No comments:
Post a Comment