Pada pembahasan yang lalu kita
telah berbicara tentang bagaimana prosedur pengurusan perceraian. Pada artikel
ini kita akan membahas tentang alasan perceraian. Jika kita perhatikan
sebenarnya ada dua hal yang bertolak belakang namun sama-sama dapat dijadikan
sebagai kesejahteraan bagi prajurit TNI yaitu perkawinan dan perceraian,
berikut ini hal-hal yang dapat menjadi alasan atau pertimbangan dalam proses
perceraian menurut peraturan undang-undangan.
Adapun
alasan yang dapat dipertimbangkan untuk diprosesnya pengajuan perceraian (vide:
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) adalah sebagai berikut:
1.
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok,
pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2
(dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain di luar kemampuannya;
3.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima)
tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
5.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau
penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
6.
Antara suami dan istri terus-menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukum lagi dalam
rumah tangga.
Termasuk ke dalam kategori
alasan pada angka 1 (satu) yaitu perbuatan homoseksual dan lesbian. Meskipun
demikian, keenam alasan yang disebutkan di atas tidaklah bersifat mutlak,
artinya baru dapat diproses perceraiannya jika ada yang merasa keberatan dan diajukan
oleh salah satu pihak.
Untuk alasan pada angka 2 (dua) di atas, mungkin
saja terjadi pada diri seorang prajurit TNI. Misalnya, seorang prajurit TNI
diberi penugasan pindah satuan ke tempat yang sangat jauh dari keluarganya
sehingga ketika pasangannya dengan keadaan yang sedemikian rupa tidak bisa
mengikuti pindah tempat tinggal bersama prajurit TNI tersebut dan sudah genap 2
tahun maka hal ini tidak bisa menjadi alasan pihak lain untuk mengajukan proses
perceraian dikarenakan kepergian prajurit TNI tersebut tentunya bukan atas kemauannya
melainkan karena menjalankan tugas sebagai prajurit TNI.
Untuk alasan pada angka 3 (tiga) dan 4 (empat) dibuktikan
dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Untuk alasan pada angka 5 (lima), perlu dilengkapi
dengan surat keterangan dari dokter atau pihak medis yang menangani pemeriksaan
terhadap keadaan yang dimaksud.
Untuk
alasan pada angka 6 (enam) masih bersifat subyektif, tergantung siapa yang
menilai atau merasakan hal tersebut. Bisa saja pertengkaran tersebut
direkayasa untuk menutupi maksud atau keinginan yang lain agar terlihat
seolah-olah tidak pernah bisa rukun kembali. Apalagi yang sudah memiliki banyak
anak, tentunya hal ini akan menjadi kontradiksi. Yang menjadi pertanyaannya
adalah, tidak pernah rukun tetapi kenapa bisa memiliki banyak anak? Sewajarnya
jika selalu bertengkar tidaklah mungkin melakukan hubungan suami-istri. Di
lingkungan kehidupan militer, untuk permasalahan yang satu ini masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Pihak kesatuan biasanya masih menempuh berbagai cara
agar kedua belah pihak bisa rukun kembali dan tidak bercerai. Sehingga untuk
memproses pengajuan perceraian di lingkungan militer tidak cukup hanya
berdasarkan alasan terdapat keadaan antara suami dan istri terus-menerus
terjadi perselisihan dan pertengkaran. Karena sesungguhnya jika terjadi hal
yang sedemikian parahnya kemungkinan besar ada hal lain yang menjadi pemicu
terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut.
Bagi
pasangan yang beragama Islam, ada ketentuan khusus mengenai hubungan suami-istri,
yang mana jika seorang suami sudah menjatuhkan talak 3 (tiga) kepada istrinya
maka mereka secara agama dinyatakan telah bercerai, sehingga sudah tidak boleh
lagi tinggal bersama di dalam satu rumah dikarenakan sudah tidak boleh berhubungan
lagi layaknya suami-istri. Jika terjadi keadaan yang demikian maka pihak
kesatuan pun sudah tidak mungkin lagi untuk mendamaikan atau membiarkan mereka
seolah-olah masih sebagai pasangan suami-istri. Ketika ada seorang prajurit TNI
yang telah menjatuhkan talak 3 (tiga) kepada istrinya dan mengajukan permohonan
cerai kepada komandan satuan maka komandan satuan hanya perlu mengecek dan
memastikan kebenarannya lalu memproses pengajuan permohonan cerai dari
anggotanya tersebut. Terhadap prajurit TNI yang menceraikan (menjatuhkan talak
tiga kepada) istrinya tanpa alasan yang dibenarkan menurut hukum dapat diproses
dan dijatuhi hukuman (baik secara hukum pidana ataupun hukum disiplin
militer).
Ada
juga penyebab perceraian yang tidak disebutkan di atas selain karena salah satu
pihak telah meninggal dunia yaitu ketika salah satu pasangan suami-istri ada
yang berpindah agama sehingga keduanya tidak memeluk agama yang sama. Dengan
kata lain berada pada kondisi berbeda agama setelah menikah.
Mempertahankan rumah tangga itu sangatlah baik (jika masih memungkinkan) karena perkawinan itu adalah salah satu kesejahteraan. Sedangkan jika sudah tidak mungkin lagi dipertahankan namun permasalahannya tetap dibiarkan terkatung-katung, hal ini malah akan mendatangkan kesengsaraan bagi semua pihak. Bahkan dapat menimbulkan permasalahan yang lain seperti perselingkuhan, dan sebagainya. Sehingga terkadang perceraian dapat menjadi jalan untuk mencapai kesejahteraan yang lain, dengan tujuan agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran lain yang bahkan bisa lebih parah dibandingkan tetap berada pada keadaan transisi perceraian.
No comments:
Post a Comment