Translate

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH
Referensi Hukum dan Filsafat

Sunday, October 2, 2022

BEGINI CARA MEMPROSES SESEORANG YANG TELAH MELAKUKAN TINDAK PIDANA PADA SAAT IA BELUM MENJADI PRAJURIT TNI DAN BELUM PERNAH DIJATUHI HUKUMAN

        Seorang warga sipil yang lulus seleksi penerimaan prajurit TNI akan dilantik sesuai jenis sekolah dan pangkat pertamanya. Pasal 9 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer atau yang biasa dikenal sebagai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Militer, mengatur tentang siapa saja yang tunduk dan dapat diadili di lingkungan peradilan militer. Bagaimana jika seseorang melakukan suatu tindak pidana bahkan mungkin suatu kejahatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, sementara yang bersangkutan baru diketahui perbuatannya setelah ia menjadi prajurit TNI? Begini cara memproses seseorang yang telah melakukan tindak pidana pada saat ia belum menjadi prajurit TNI dan belum pernah dijatuhi hukuman.

 

            Ketika seorang prajurit TNI ditangkap dan diproses karena dugaan telah melakukan suatu tindak pidana, maka penyidik Polisi Militer segera melaksanakan penyidikan berdasarkan surat pelimpahan dari Ankum (atasan yang berhak menghukum atau Komandan Satuan yang bersangkutan).

 

Setelah penyidik Polisi Militer dinyatakan selesai membuat berkas perkara, maka berkas perkara, tersangka, dan/atau barang bukti diserahkan kepada Oditur Militer. Jika tersangka tidak ditahan maka cukup berkas administrasi yang berkaitan dengan tersangka saja (berkas perkara dan barang bukti) yang diserahkan kepada Oditur Militer.

 

Setelah Oditur Militer menerima berkas perkara, tersangka, dan/atau barang bukti perkara tersebut, maka Oditur Militer segera meneliti berkas perkara dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perkara tersebut. Oditur Militer yang mengolah perkara tersebut membuat berita acara pendapat Oditur Militer yang mana isinya dapat berupa:

 

a.            pendapat hukum dan saran agar perkara yang dimaksud ditutup demi kepentingan hukum, dengan pertimbangan bahwa pelaku pada saat melakukan tindak pidana masih berstatus sipil, sehingga bukan kewenangan peradilan militer untuk menyidangkan perkara tersebut sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer; atau

 

b.            pendapat hukum dan saran agar perkara yang dimaksud diselesaikan menurut Hukum Disiplin Militer berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

 

Oditur Jenderal TNI sebagai pejabat yang diberi delegasi wewenang penuntutan dari Panglima TNI, dapat mengambil keputusan setelah membaca berita acara pendapat dan saran dari Oditur Militer yang mengolah perkara tersebut.

 

            Untuk perkara pidana yang relatif ringan sifatnya mungkin perkara tersebut dapat ditutup demi kepentingan hukum. Namun bagaimana jika perkara tindak pidana yang telah dilakukan pelaku adalah perkara yang cukup berat atau sangat berat, misalnya penganiayaan berat, pemerkosaan, atau bahkan pembunuhan yang baru terungkap di kemudian hari setelah pelaku mendaftar dan dilantik menjadi prajurit TNI. Tentu akan menjadi masalah yang menonjol jika pelakunya kemudian dibebaskan atau hanya dijatuhkan hukuman disiplin. Tentu hal ini akan bertentangan dengan kepentingan pemenuhan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya.

 

Lalu bagaimana solusi atau jalan keluarnya terhadap permasalahan yang seperti ini?

 

            Permasalahan yang diuraikan di atas memerlukan penanganan yang tidak hanya melihat dari sisi hukumnya, namun perlu juga berinovasi, mencari jalan keluar yang bisa diterapkan dengan tetap mengedepankan hukum.

 

            Ketika ada permasalahan seperti ini, maka kita harus pelajari dengan seksama, diruntut atau diteliti sejak awal proses tes masuk menjadi anggota TNI. Buka file-file lama, pernahkah panitia penguji membuat dokumen yang berisi pernyataan peserta seleksi calon prajurit yang menyatakan bahwa dirinya telah mengisi data atau keterangan yang benar dan bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia jika keterangan yang diisi tidak benar atau tidak sesuai fakta atau bersifat menyembunyikan suatu kebenaran? Jika pernah ada dokumen seperti itu, maka hal ini bisa dijadikan sebagai dasar penyelidikan.

 

Jika seorang peserta seleksi calon prajurit TNI pernah menyatakan “tidak pernah berurusan atau bermasalah dengan hukum” sedangkan di kemudian hari ketika yang bersangkutan telah menjadi prajurit TNI baru diketahui akan perbuatan pidananya maka orang tersebut dapat dituntut karena telah melakukan pemalsuan identitas, pemalsuan jati diri, atau menyembunyikan asal-usul atau kebenaran bahwa dirinya pernah melakukan pelanggaran hukum. Apabila tindakan melanggar hukumnya tersebut diketahui sebelum menjadi prajurit TNI tentunya yang bersangkutan tidak akan lulus seleksi menjadi prajurit TNI, yang oleh karenanya institusi TNI telah dibohongi oleh yang bersangkutan, dan oleh karenanya pula status keprajuritannya harus dibatalkan.

 

Kenapa dibatalkan?

 

            Status keprajuritannya harus dibatalkan karena jalan atau cara orang tersebut menjadi prajurit TNI tidak dengan cara yang benar, tidak jujur, dan perlu disertai tuntutan ganti kerugian oleh negara dalam hal ini institusi TNI terhadap yang bersangkutan atas segala biaya yang telah dikeluarkan oleh negara untuk membiayai pelaksanaan seleksi calon prajurit TNI hingga perolehan penghasilannya selama ini yang sudah dinikmati sebagai prajurit TNI yang diberi gaji oleh negara. Jadi tidak hanya status kedinasannya sebagai prajurit TNI yang dihentikan atau dipecat. Status keprajuritannya haruslah dianggap tidak pernah ada agar segala sesuatu yang telah diberikan oleh negara dapat dituntut untuk dikembalikan, sehingga kerugian negara akibat suatu kebohongan dapat diperbaiki atau diganti.

 

Perhatikan ketentuan Pasal 269 KUHP.

 

(1)      Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsukan surat keterangan tanda kelakuan baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan atau keadaan lain, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu supaya diterima bekerja atau supaya menimbulkan kemurahan hati dan pertolongan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.

 

(2)          Barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan yang palsu atau yang dipalsukan tersebut pada ayat (1), seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, diancam dengan pidana yang sama.

 

Ketentuan Pasal 269 ayat (1) KUHP dapat diterapkan untuk perkara yang telah penulis uraikan di atas. Namun hal ini tergantung bagaimana penyidik, penuntut, atau Oditur Militer dapat merumuskan dan memperoleh fakta-fakta dalam pemeriksaan perkara agar sesuai dengan uraian unsur-unsur tindak pidananya. Karena jika sedikit saja keliru atau tidak lengkap mengambil keterangan terhadap tersangka atau terdakwa (mengajukan pertanyaan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan) maka tersangka atau terdakwanya bisa bebas dari segala dakwaan atau lepas dari segala tuntutan hukum.

No comments:

HATI-HATI MEMINJAMKAN TANAH DAN RUMAH HARUS BERSIAP KARENA BISA SAJA ORANG YANG DITOLONG BERKHIANAT TIDAK MAU PERGI MENINGGALKAN TANAH DAN RUMAH TERSEBUT

Ysh. Sahabat Diskusihidup yang berhati mulia ,   Mungkin Sahabat berhati mulia meminjamkan tanah dan rumah untuk ditempati oleh orang la...