Pada pembahasan kali ini penulis akan menjelaskan bagaimana prosedur dan proses pengajuan izin cerai di lingkungan militer bagi prajurit TNI yang istri/suaminya telah melakukan gugatan ke pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap serta mendapatkan akta cerai. Sesungguhnya pada tahapan ini pun memiliki urutan yang sama hanya saja terbalik, yang mana seharusnya upaya proses perceraian ke pengadilan dilakukan setelah proses permohonan izin cerai kepada pejabat setempat di lingkungan militer yang berwenang mengeluarkan surat izin cerai dilaksanakan terlebih dahulu. Sehingga mekanismenya menjadi seperti berikut ini.
Bila istri/suami yang bukan prajurit TNI ataupun
sama-sama prajurit TNI namun yang berdinas di institusi lain melakukan gugatan perceraian
ke pengadilan:
1.
Prajurit TNI yang digugat di pengadilan agama (jika
beragama Islam) atau pengadilan negeri (selain yang beragama Islam) setempat
melaporkan hal itu kepada Atasannya dengan dilengkapi bukti berupa tembusan
atau salinan surat gugatan cerai dari pasangannya;
2.
Pihak kesatuan militer diberi waktu selama 6 (enam)
bulan untuk dapatnya menerbitkan surat izin cerai bagi anggotanya (berdasarkan Surat
Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020);
3.
Komandan satuan yang menerima laporan dari
anggotanya tersebut akan mempelajari dan mendisposisi surat tersebut dan
memberikan petunjuk dan arahan kepada perwira staf intel dan perwira staf
personel;
4.
Komandan satuan, baik melalui perwira staf
personel ataupun secara langsung dapat memanggil kedua pasangan suami-istri
yang sedang mengalami permasalahan rumah tangga tersebut;
5.
Ketika kedua belah pihak dianggap sudah tidak
dapat lagi didamaikan, maka komandan satuan dapat memerintahkan perwira
staf intel untuk mengambil keterangan dari prajurit TNI tersebut dan
istri/suaminya. Hasil pemeriksaan keduanya itu sebagai salah satu kelengkapan
persyaratan administrasi permohonan izin cerai;
6.
Jika pihak yang menggugat tidak dapat hadir atau
tidak ada keinginan untuk menghadiri undangan dari perwira staf intel satuan,
setelah 3 (tiga) kali undangan tidak hadir maka secara otomatis surat-surat
undangan tersebut dapat menjadi persyaratan pengganti berkas pemeriksaan dari
pihak yang tidak hadir itu;
7.
Perwira staf personel dapat mengupayakan surat
pendapat pejabat agama dan surat pendapat pejabat hukum untuk menyempurnakan
pertimbangan Atasan. Jika di satuannya tidak ada pejabat-pejabat yang dimaksud
maka ia dapat mengajukan kepada para pejabat seperti tersebut yang ada pada
komando atas;
8.
Komandan satuan dapat meneruskan pengajuan
permohonan cerai dari anggotanya setelah persyaratan administrasi cukup
dan/atau disertai surat-surat pendapat dari pejabat agama dan hukum mengenai
permasalahan perceraian yang dimaksud;
9.
Dengan mempelajari saran-saran dari pejabat agama
dan hukum tersebut maka pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan surat izin
cerai dapat memerintahkan pejabat personel, pejabat agama, dan pejabat hukum
untuk melaksanakan rapat staf dan memberikan saran kepada pimpinan yang
disampaikan melalui nota dinas;
10.
Ketika pejabat yang berwenang mengeluarkan
perizinan cerai menolak usulan tersebut maka proses perceraian tidak bisa
dilanjutkan. Namun jika pejabat tersebut menyetujui usulan perceraian maka
pejabat personel segera menyiapkan surat izin cerai untuk prajurit TNI yang
mengajukan permohonan cerai;
11.
Meskipun proses perizinan dari kesatuan yang
bersangkutan tidak disetujui, jika pihak yang mengajukan gugatan perceraian ke
pengadilan yang berwenang untuk itu tetap meneruskan niatnya untuk bercerai,
maka setelah lebih dari 6 (enam) bulan proses persidangan perceraiannya akan
tetap dilanjutkan.
Bila istri/suami yang bukan prajurit TNI ataupun
sama-sama prajurit TNI namun yang berdinas di institusi lain melakukan gugatan perceraian
ke pengadilan dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap serta memiliki akta
cerai:
1.
Prajurit TNI yang berkaitan dengan perkara
tersebut segera melaporkan kepada atasannya;
2.
Komandan satuan yang menerima laporan dari
anggotanya tersebut akan mempelajari dan memberikan petunjuk serta arahan kepada
perwira staf intel dan perwira staf personel:
3.
Komandan satuan, baik melalui perwira staf
personel ataupun secara langsung dapat memanggil kedua pasangan suami-istri
yang sedang mengalami permasalahan rumah tangga tersebut;
4.
Jika menurut pertimbangan komandan satuan dan prajurit
TNI yang digugat tidak perlu dan/atau tidak memungkinkan untuk melakukan upaya
hukum perlawanan atas putusan cerai tersebut maka pihak satuan bisa langsung melengkapi
berkas administrasi permohonan izin cerai dengan pendapat pejabat agama dan
pendapat pejabat hukum;
5.
Pada dasarnya terhadap putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap mengenai perceraian tidak dapat dihentikan ataupun
dihalangi proses permohonan izin cerainya, namun jika diketemukan bukti bahwa
prajurit TNI yang bersangkutan justru meminta agar pasangannya mengajukan langsung
gugatan perceraian ke pengadilan sesuai kompetensi hukumnya tanpa didahului
proses perizinan cerai secara kedinasan (misalnya dengan alasan supaya
prosesnya lebih cepat) maka prajurit TNI yang bersangkutan perlu
diberikan sanksi karena dianggap tidak tertib atau tidak disiplin;
6. Pejabat yang berwenang mengeluarkan izin cerai segera menindaklajuti sesuai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang telah terbit akta cerainya (lihat juga Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013).
Proses perceraian hanya bisa
dibatalkan jika masih berupa proses gugatan perceraian di pengadilan dengan
cara mencabut gugatan tersebut. Jika sudah terbit akta cerai maka upaya yang
dilakukan jika masih memungkinkan untuk hidup bersama adalah dengan cara menikahkannya
kembali. Jika putusan pengadilan belum berkekuatan hukum tetap dan ternyata
kedua pasangan masih menginginkan tetap berada dalam rumah tangga maka para
pihak dapat menyampaikan keinginan tersebut dengan cara menuangkannya dalam
memori banding dan kontra memori banding atau memori kasasi dan kontra memori
kasasi. Kemudian melakukan upaya-upaya tertentu yang benar atau rujuk sesuai
ajaran agama dan kepercayaannya masing-masing dalam rangka memperbaiki
kehidupan rumah tangganya sebagai pasangan suami-istri.
Pedomani ketentuan-ketentuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di antaranya yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Peraturan Panglima TNI Nomor 50 Tahun 2014 tentang Tata Cara Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk bagi Prajurit, serta peraturan-peraturan lain yang mengatur secara khusus terutama sesuai ajaran agama dan kepercayaan masing-masing.
No comments:
Post a Comment