Setiap orang sudah selayaknya berhati-hati dalam berkendara terutama di jalan raya, karena apapun yang terjadi berupa kecelakaan lalu lintas maka si pengendara akan dimintai pertangungjawaban baik secara pidana maupun perdata. Jika yang berada di kendaraan hanya seorang diri maka sudah sangat jelas siapa yang akan dimintai pertanggungjawaban (terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah). Tetapi bagaimana jika di kendaraan itu ada beberapa orang, terutama ketika bukan di dalam kendaraan umum, misalnya di kendaraan dinas militer? Ada yang berpendapat bahwa yang tertua di kendaraan itu adalah orang yang bertanggung jawab ketika pengemudi/supir menabrak atau terlibat kecelakaan lalu lintas, hal ini perlu diluruskan supaya tidak salah pengertian.
Pada
suatu peristiwa kecelakaan lalu lintas, terdapat unsur-unsur perbuatan ataupun
peristiwa yang bersifat pidana, di antaranya yang biasa terjadi adalah
keadaan/peristiwa yang bersesuaian dengan ketentuan Pasal 310 Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Mengenai pasal tersebut di atas diaturlah
beberapa keadaan sebagai berikut:
1.
Mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
Pasal 310 ayat (1):
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor
yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan
kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud Pasal 229 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2.
Mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan
dan/atau barang.
Pasal 310 ayat (2):
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang
karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka
ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud Pasal 229
ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah).
3.
Mengakibatkan luka berat.
Pasal 310 ayat (3):
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor
yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban
luka berat sebagaimana dimaksud Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
4.
Mengakibatkan kematian.
Pasal 310 ayat (4):
Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Berbicara
tentang pertanggungjawaban orang-orang yang berada di dalam satu kendaraan,
penulis uraikan sebagai berikut:
1.
Jika yang berada di dalam satu kendaraan adalah
warga sipil semuanya.
Dalam keadaan ini maka pengemudi/supir
tersebut bertanggung jawab penuh terhadap nasib seluruh penumpang termasuk
dirinya.
2.
Jika yang berada di dalam satu kendaraan adalah
militer semuanya.
Dalam keadaan ini maka pengemudi/supir
tidak bertanggung jawab penuh terhadap nasib seluruh penumpang. Anggota militer
Atasan yang berada di situ (yang memiliki pangkat/jabatan paling tinggi) turut
bertanggung jawab terhadap nasib penumpang jika didapat fakta bahwa ia telah
lalai dan salah dalam mengarahkan pengemudi yang menjadi bawahannya. Misalnya,
dengan tekanan memerintahkan pengemudi/supir membawa kendaraan melaju dengan
kecepatan tinggi melebihi kewajaran, maksudnya berakibat melebihi batas
maksimal dari ketentuan di areal itu atau di jalan yang ramai menjadi tidak
berhati-hati dalam berkendara.
Oleh karenanya bagi seseorang yang memiliki
kedudukan militer paling tinggi diantara yang lain haruslah berhati-hati serta
bertanggung jawab untuk mengingatkan dan mengendalikan pengemudi secara baik
dan benar.
3.
Jika yang berada di dalam satu kendaraan bercampur
antara warga sipil dan militer.
Dalam keadaan ini masih
dilihat lagi apakah dalam rangka kedinasan atau bukan. Jika dalam rangka
kedinasan maka pertanggungjawaban seperti pada nomor 2, sedangkan jika bukan
maka pertanggungjawaban seperti pada nomor 1. Dapat dipertimbangkan pula apakah
orang yang memiliki kedudukan terhormat tersebut memberikan pengaruh dominan
ataukah tidak terhadap perilaku berkendara dari pengemudi atau supir yang
dimaksud.
Bagaimanapun
keadaannya tetap saja sebagai pengemudi harus memperhatikan etika dan aturan
dalam berkendara baik menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Pengemudi militer tidak boleh semaunya mengendarai
kendaraan bermotor dikarenakan merasa ada militer Atasannya yang berada
bersamanya sehingga menjadi arogan dan sembarangan di jalan raya. Pertanggungjawaban utamanya tetap berada
pada diri si pengemudi itu sendiri, siapapun ia.
No comments:
Post a Comment