Pada umumnya kita akan menilai bahwa seorang laki-laki tugas dan tanggung jawabnya sangat berat dan kecenderungan akan dipojokkan ketika berada pada situasi di ambang perceraian. Jika kita lakukan survey tentu kita akan melihat sejauh mana langkah-langkah perdamaian yang selama ini banyak dilakukan oleh prajurit TNI pria tidak membuahkan hasil dikarenakan terjadinya perdamaian itu bukan atas penentuan dan kesepakatan dari satu pihak melainkan kedua belah pihak, suami dan istri sama-sama memiliki tekad untuk berdamai atau rujuk dan tetap berada dalam rumah tangga. Oleh karena itu komandan satuan perlu mewaspadai bahwa mungkin ada prajurit TNI di bawah kewenangan komandonya sudah baik namun rumah tangganya di ambang perceraian dan berada pada situasi yang sangat sulit.
Seperti
yang pernah penulis gambarkan bahwa untuk menjalani suatu perkawinan janganlah coba-coba, atau hanya dilandasi dengan rasa suka sesaat, atau
bahkan dikarenakan memandang sesuatu yang sifatnya materiil (seperti calon
pasangan sudah memiliki pekerjaan yang mapan, memiliki banyak harta, dll). Landasilah suatu perkawinan itu dengan kasih sayang dan komitmen. Tentunya sudah menjadi harapan orang pada umumnya
bahwa kalau bisa menikah hanya sekali seumur hidup (khusus perempuan, karena
tidak boleh poliandri), maksudnya ketika sama-sama masih hidup tidak sampai
bercerai. Namun hal itu juga terkadang diingkari oleh sebagian orang yang tidak
benar-benar mengerti dan menyadari makna perkawinan, sehingga banyak yang
bercerai dengan alasan yang dibuat-buat sendiri oleh para pihak padahal
sebenarnya tidak berada pada keadaan yang parah.
Pada
artikel ini penulis ingin bercerita tentang keadaan seorang prajurit TNI pria
yang mengalami kesulitan dalam berumah tangga. Jika dilihat dari sisi
perkenalan sudah cukup karena ia sudah mengenal istrinya sejak lama meskipun
memang sebelumnya hanya kenal begitu saja, kedekatannya baru beberapa bulan.
Faktor kemapanan seorang laki-laki memang bisa menyamarkan ketulusan hati
seorang perempuan termasuk keluarganya. Sebelum berlangsungnya pernikahan sudah
terlebih dahulu prajurit TNI tersebut menyampaikan kepada calon istri beserta
keluarganya bahwa menjadi istri prajurit TNI itu harus selalu siap ditempatkan
di mana saja mengikuti tugas suami, terlebih lagi jika tidak bekerja di luar
rumah (bukan wanita karir). Calon istri dan keluarganya menyetujui dan
menyanggupi hal-hal mendasar yang disampaikan sang prajurit TNI. Tak lama
setelah itu mulai diuruslah perizinan perkawinan melalui kedinasan.
Selama
proses pengurusan perizinan perkawinan di kesatuan prajurit TNI tersebut sudah mulai
terlihat bibit-bibit masalah. Sang calon istri mulai menyadari bahwa tempat
berdinas calon suaminya dirasakan tidak menyenangkan baginya. Mereka mulai
sering bertengkar namun sang prajurit TNI selalu berusaha untuk menenangkan.
Bahkan ketika ditanyakan apakah berniat untuk mengurungkan pernikahan, sang
calon istri kemudian memutuskan untuk tetap melanjutkannya. Sang prajurit TNI
berharap bahwa setelah menikah calon istrinya akan semakin mengerti dan
bertambah dewasa dalam berpikir.
Namun
harapan tinggallah harapan, setelah menikah kemudian tinggal bersama di asrama
militer sang istri mulai merasakan tidak betah dan tidak nyaman dengan tempat
tinggalnya sekarang. Yang bersangkutan merasakan lebih nyaman di tempat orang
tuanya, di kota tempat asalnya, dibandingkan tinggal bersama dengan suaminya.
Janji-janji tinggallah janji. Jangankan untuk sehidup dan semati, untuk hidup
bersama saja sudah tidak mau lagi karena lebih mementingkan duniawi daripada
kasih sayang yang telah dianugerahkan Allaah kepada manusia. Ternyata cinta itu
hanya sebatas suka dan materiil. Terlebih lagi ketika orang tua pihak perempuan
tidak sepenuhnya menyerahkan anak perempuannya kepada suaminya, masih mengatur
dan tidak bersikap mendidik. Bahkan menginginkan anak perempuannya tinggal
kembali bersama mereka dengan alasan kasihan tapi malah mengorbankan masa depan
rumah tangga anaknya itu. Dengan berbagai cara dan alasan membuat anak
perempuannya tidak tinggal bersama dengan suaminya.
Ketika
seorang prajurit TNI (pria) menghadapi situasi seperti itu, tentu perlu
mendapatkan perhatian khusus, karena tekanan hidupnya cukuplah berat. Pihak
ketiga dalam hal ini kesatuan atau yang diwakili oleh komandan satuan hanya
bisa berupaya untuk memberikan pengertian bagi kedua belah pihak terutama pihak
perempuan dan orang tuanya. Namun hal itu kembali kepada kesadaran
masing-masing. Jika maksud dan tujuannya tidak sejalan tentunya di kemudian
hari akan terpisahkan pula. Namun dalam hal ini sangatlah jelas bukan karena
kesalahan suaminya. Suaminya mungkin sudah berusaha menjalankan amanat sesuai
yang diamanatkan oleh agamanya dan peraturan perundang-undangan dalam Pasal 1 Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Bagi orang tua yang
memiliki anak perempuan, sebaiknya perlu memperhatikan beberapa hal di
antaranya berikut ini:
1.
Persiapkan diri kalian mulai dari sekarang. Yakinkan
diri sendiri dan anak perempuannya bahwa jika seseorang akan menikah dengan
seorang prajurit TNI harus mengetahui dan mengerti terlebih dahulu tentang
kehidupan militer. Seorang militer harus siap ditempatkan di mana saja,
demikian pula istrinya;
2.
Mulailah meyakini perbedaan antara anak laki-laki
dan perempuan dalam hal perkawinan. Bahwa anak laki-laki sejatinya tidak pernah
diserahkan oleh orang tuanya kepada siapapun, sedangkan anak perempuan
diserahkan oleh orang tua atau walinya kepada suaminya. Sehingga tugas dan
tanggung jawab keluarga sudah beralih dari pihak orang tua kepada laki-laki
yang menjadi suami dari anak perempuannya;
3. Menanamkan pemahaman bahwa menikahlah bukan hanya karena mencintai melainkan kasih sayang, karena cinta itu biasa kasih sayang itu luar biasa;
4. Senantiasa memberikan semangat kepada anak
perempuannya dan memberikan pemahaman bahwa seorang suami harus dijaga harkat
dan martabatnya serta hatinya bukan ditinggalkan bahkan diabaikan. Karena yang
dijanjikan adalah saling membahagiakan bukan saling menyakiti, menyusahkan, atau
bahkan menyengsarakan. Jika meninggalkan suami hanya karena perihal tempat
tinggal, tidak mau tinggal di tempat yang tidak seindah kota asal, hanya ingin
membahagiakan diri sendiri, sesungguhnya itu adalah kebahagiaan yang semu, kebahagiaan yang egois;
5.
Kurangi campur tangan orang tua terhadap masalah
anak perempuannya, kecuali jika suaminya melakukan kekerasan dalam rumah tangga
maka kalian bisa melaporkan hal itu kepada pihak yang berwajib, atau bila masih
mungkin damaikanlah;
6. Sadarilah bahwa jika mereka memiliki anak, maka
mendidik dan membesarkan anak-anak secara bersama-sama (suami dan istri) adalah
jauh lebih baik dengan berada di tempat tinggal bersama;
7.
Dan lain-lain.
Yang perlu diwaspadai oleh kita semua,
terkadang cinta lama bisa membawa masalah bagi kehidupan yang baru.
Oleh sebab itu seorang
prajurit TNI harus berada dalam keyakinan ketika akan mengajukan pernikahan,
bukan hanya karena nafsu birahi, atau menyukai pasangannya sesaat (cinta
lokasi). Dan sebaiknya awali proses pengajuan nikah anggota dengan penelitian terbatas yang dilakukan oleh komandan satuan, lalukan beberapa ujian
terhadap kedua calon pasangan jika dipandang perlu sebelum terlanjur diproses
di bagian kesehatan, personalia, intelijen, dan pembinaan mental. Dasari
semuanya dengan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Penerapannya di lapangan, kasih sayang dan komitmen yang baik akan menjaga rumah tangga kalian, tidak bercerai.
No comments:
Post a Comment