Syarat mutlak penerapan Pasal 127 KUHPM adalah ketika suatu perkara berbicara tentang sesuatu yang bukan berkaitan dengan kedinasan. Demikian pula tentang pasal ini, penerapan yang benar terhadap Pasal 127 KUHPM supaya aparat hukum tidak keliru menerapkan hukum adalah sebagai berikut.
Perhatikan
ketentuan Pasal 127 KUHPM sebagai
berikut:
Militer, yang dengan menyalahgunakan
pengaruhnya sebagai atasan terhadap bawahan, membujuk bawahan itu untuk
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, apabila karenanya dapat
terjadi suatu kerugian, diancam dengan pidana penjara maksimum empat tahun.
1.
”Militer”
Mengenai hal ini sudah jelas diatur dalam Pasal 9
ayat (1) meliputi:
a.
Prajurit;
b.
Seseorang
yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit;
c.
Anggota
suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap
sebagai prajurit berdasarkan undang-undang;
d.
Seseorang
yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas
keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh
suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
2. ” yang dengan menyalahgunakan pengaruhnya
sebagai atasan terhadap bawahan”
Kalimat di atas harus dimaknai bahwa orang
yang melakukan sebenarnya tidak memiliki kekuasaan atau kewenangan tertentu
yang dimaksud itu. Perhatikan kata-kata ”menyalahgunakan
pengaruhnya sebagai
atasan”, mengenai
hal ini juga merupakan pemanfaatan kedudukannya sebagai atasan diantara
bawahannya untuk kepentingan pribadi, orang lain, atau golongan tertentu. Perlu
diingat pula bahwa kata ”menyalahgunakan pengaruhnya” disini bisa diterapkan
dan terjadi pada kasus yang dilakukan baik oleh seseorang yang memiliki jabatan
tertentu ataupun yang tidak memiliki jabatan tertentu namun disyaratkan sebagai
atasan dibandingkan Prajurit TNI yang menjadi korbannya.
3.
”membujuk bawahan itu
untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu”
Frasa kalimat di atas terdiri dari 3 bagian yaitu:
a.
membujuk
bawahan itu untuk melakukan
sesuatu;
b.
membujuk
bawahan itu untuk tidak melakukan sesuatu; atau
c.
membujuk
bawahan itu untuk membiarkan sesuatu.
Ketiganya sebagai alternatif terhadap suatu
keadaan atau tindakan.
Perhatikan kata ”membujuk”, hal ini mengisyaratkan
bahwa sebenarnya atasan tersebut tidak ada kewenangan untuk memberikan perintah
kepada bawahannya itu, baik dikarenakan tidak berada dalam satu jalur komando
ataupun karena perihal yang dianjurkan itu bukanlah menjadi kewenangannya atau
bukan mengenai kepentingan dinas.
4.
“apabila
karenanya dapat terjadi suatu kerugian”.
Frase
di atas merupakan syarat mutlak dari kesemua unsur dari pasal yang dimaksud yang
dituliskan sebelumnya. Artinya jika perbuatan-perbuatan dari oknum pelaku tidak
menimbulkan kerugian maka pelaku tidak bisa dituntut.
Berdasarkan beberapa hal yang disampaikan di atas, berikut ini beberapa
hal yang dapat menimbulkan pelaku tidak bisa dituntut secara hukum, yaitu:
a.
Jika sesuai kewenangan
pelaku;
b.
Jika hal yang disampaikan
merupakan perintah;
c.
Jika perbuatan bawahan mengenai
kedinasan yang menjadi kewajiban bawahan itu;
d.
Jika bujukan ditujukan
dari bawahan kepada atasan; atau
e.
Jika pelaksanaannya tidak
menimbulkan kerugian.
Dan oleh karenanya jika seorang tersangka ataupun
terdakwa didakwa dan dituntut dengan Pasal 127 KUHPM itu maka disarankan kepada
aparat penegak hukum untuk menerapkan pasal-pasal yang tepat agar terdakwa
tidak lolos dari jeratan hukum.
No comments:
Post a Comment