Translate

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH
Referensi Hukum dan Filsafat

Thursday, November 10, 2022

MEREKAYASA FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PENYEBAB SEORANG PRAJURIT TNI MELAKUKAN PELANGGARAN THTI DAN DESERSI YANG SEBAIKNYA KOMANDAN SATUAN PERLU TAHU

    Di dalam alasan atau penyebab seorang prajurit TNI melakukan pelanggaran THTI dan desersi (juga biasa dieja ”disersi”) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Oleh karena itu begini caranya merekayasa faktor internal dan faktor eksternal penyebab seorang prajurit TNI melakukan pelanggaran THTI dan desersi yang sebaiknya komandan satuan perlu tahu.

 

 

Faktor Internal.

 

Faktor internal adalah hal-hal yang mempengaruhi tindakan si pelaku yang murni datang dari diri sendiri. Dalam hal ini faktor internal yang mempengaruhi seorang prajurit TNI melakukan THTI dan desersi adalah:

 

1.            Prajurit tersebut memang sudah tidak ingin lagi tetap menjadi anggota militer karena tidak sesuai dengan hati nurani;

2.            Memiliki sifat manja atau rapuh;

3.            Tidak suka diatur orang lain;

4.            Sering sakit-sakitan atau memiliki penyakit yang sulit atau tidak bisa diobati.

 

Untuk faktor internal yang pertama, perlu kita sadari bahwa jika menurut hati nurani seseorang merasa sudah tidak cocok di hati untuk tetap berada di lingkungan kehidupan militer tentu agak sulit untuk dipaksakan. Meskipun demikian masih bisa diupayakan untuk diubah. Seorang komandan satuan perlu mengupayakan agar prajurit TNI yang bersangkutan tertarik dan tetap tertarik, memiliki kebanggaan menjadi seorang prajurit TNI. Perlu diadakan upaya pembinaan dan kreatifitas komandan satuan untuk menunjang hal itu.

 

Jika seorang prajurit memiliki sifat manja atau bahkan rapuh, sudah menjadi kewajiban dari Atasan atau seniornya untuk membina. Pembinaan di sini haruslah diartikan positif dengan cara melakukan bimbingan dan ajaran kearah kedewasaan dan kemandirian prajurit tersebut, bukan pembinaan yang cenderung bersifat kekerasan. Hal ini harus ditangani oleh Atasan atau senior yang paham bagaimana memperlakukan dan mengarahkan orang dengan karakter seperti itu sehingga memiliki kesadaran, ketegaran, dan menjadi mandiri. Jika salah penanganannya tentu hal ini malah akan membuat prajurit tersebut menjadi tidak tahan berada dalam kehidupan militer dan lebih memilih melarikan diri dari kesatuan atau yang lebih dikenal dengan istilah THTI dan desersi.

 

Ketika seorang prajurit memiliki karakter tidak mau diatur oleh orang lain, maka hal ini pun perlu penanganan yang tidak gegabah. Kita harus memahami terlebih dahulu latar belakang dari prajurit tersebut dan mencari tahu apa yang menyebabkan seperti itu, apakah timbul dari sikap keras kepalanya ataukah karena ia merasa pihak yang mengatur tidak pantas untuk melakukan itu terhadap dirinya. Jika prajurit tersebut adalah orang yang tergolong baru menjadi prajurit tentunya hal ini sudah menjadi karakter awal atau sifat bawaan sejak lahir. Namun jika prajurit tersebut sudah tergolong anggota lama biasanya hal ini disebabkan oleh sikap egois yang timbul lambat laun karena dirinya merasa sudah menjadi orang yang jauh lebih mapan dari prajurit yang lain serta merasa sudah banyak memberikan kontribusi kepada satuan bahkan mungkin kepada Atasannya. Untuk model yang terakhir ini jika yang bersangkutan melakukan Desersi tentu disebabkan yang bersangkutan sudah merasa tidak memerlukan lagi bergantung pada gaji di militer dan lebih memilih konsentrasi ke mata pencahariannya yang baru yang sudah dirintis selama menjadi prajurit TNI.

 

Untuk mengatasi prajurit baru yang memiliki karakter dasar tidak mau diatur oleh orang lain, perlu penanganan yang cukup serius karena hakekatnya seorang prajurit itu adalah orang yang dapat diatur dan diarahkan sesuai kepentingan satuan atau militer. Orang yang tidak mau diatur itu ibarat batu. Ia akan berubah bentuk bisa dengan diperlakukan keras atau halus tapi mengarahkan. Ibarat batu, jika diubah dengan perlakuan keras seperti dipukul, dibanting, dilempar, atau ditindih/dilindas tentu dapat mengakibatkan kehancuran terhadap batu tersebut. Namun coba kita lihat air yang menetes terus-menerus pada suatu batu, lama-kelamaan batu tersebut berubah bentuk mengikuti tekanan air. Dari filsafat ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa jika metode yang kita terapkan untuk mempengaruhi jiwa seseorang sudah tepat tentu kemungkinan besar akan mendapatkan hasil yang baik.

 

Ketika faktor internal yang kedua dan ketiga kita kaitkan dengan sistem perekrutan prajurit TNI, tentunya hal ini berkaitan erat dengan keadaan psikologi dan kesehatan jiwa calon prajurit TNI. Ketika dilakukan observasi/penelitian atau pengetesan terhadap calon prajurit TNI, Psikologi dan kesehatan jiwa memiliki standarisasi yang jelas mengenai persyaratan psikologi dan kesehatan jiwa yang bagaimana yang dikategorikan memenuhi persyaratan untuk menjadi prajurit TNI. Oleh karena itu standar yang dimiliki psikologi dan kesehatan jiwa harus dilaksanakan dengan konsisten, artinya ketika hasil yang diperoleh ternyata tidak memenuhi syarat maka tidak boleh dipaksakan calon tersebut diterima meskipun dengan alasan putera daerah, orang asli daerah, warga lokal, ataupun keluarga pejabat. Lebih baik merekrut jumlah prajurit yang baru yang sedikit dan berkualitas daripada merekrut jumlah prajurit TNI yang banyak namun minim kualitasnya.

 

Untuk faktor internal yang keempat, memungkinkan seorang prajurit TNI melakukan THTI dan desersi. Ketika yang bersangkutan mengidap penyakit yang sulit atau tidak bisa disembuhkan, biasanya akan merasa malu dan lebih memilih menjauh dari komunitas sosial terutama lingkungan TNI yang identik dengan postur prajurit ideal dari sisi fisik/lahiriah. Timbulkan kepercayaan diri terhadap para anggota yang ada di kesatuannya. Tanamkan kepercayaan dan keyakinan bahwa sesuatu hal akan terasa ringan jika ditanggung bersama-sama.

 

Menjadi seorang prajurit TNI haruslah merupakan keinginan sendiri bukan sekedar keinginan orang tua ataupun paksaan dari pihak lain. Sebaiknya seorang calon prajurit haruslah mengetahui bahwa ketika menjadi seorang prajurit TNI akan mengemban tugas atau beban yang tidak ringan. Oleh karena seorang prajurit TNI harus memiliki keteguhan hati dan fisik yang prima untuk bekerja dengan ikhlas, sepenuh hati, dan penuh rasa tanggung jawab kepada bangsa dan negara maka seorang calon prajurit TNI harus mempersiapkan diri dari segi fisik dan mental, dalam hal ini jasmani dan rohani harus dalam kondisi sehat.

 

 

Faktor Eksternal.

 

Faktor eksternal adalah hal-hal yang mempengaruhi tindakan si pelaku yang datang dari luar diri pelaku yang bersifat memaksa baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap diri pelaku untuk melakukan THTI dan desersi. Dalam hal ini faktor eksternal yang mempengaruhi seorang prajurit TNI melakukan THTI dan desersi adalah:

 

1.            Mendapatkan tekanan dari Atasan atau senior;

2.            Ada tuntutan-tuntutan dari pihak lain terhadap dirinya;

3.            Terjebak persoalan lain yang diluar kehendak atau kemampuannya;

4.            Sistem perekrutan masih berpatokan kepada kuota penerimaan.

 

Faktor eksternal yang pertama memang sering menjadi penyebab prajurit TNI melakukan THTI dan desersi terutama bila yang bersangkutan merasa terkejut dengan perbedaan kehidupan yang selama ini ia jalani sebagai orang sipil, karena merasa tidak tahan akhirnya yang bersangkutan lebih memilih pergi dari satuan. Oleh karenanya komandan satuan perlu mengambil langkah preventif dengan memberikan arahan kepada prajurit TNI senior tentang bagaimana cara yang baik dan benar dalam melakukan pembinaan terhadap para juniornya di kesatuan.

 

Yang termasuk dalam kategori faktor eksternal yang kedua di antaranya adalah mempunyai hutang yang banyak dan sering ditagih-tagih oleh orang lain supaya ia segera membayar atau melunasinya, dituntut untuk menikahi seorang wanita sementara ia sudah menikah atau beberapa orang wanita minta dinikahinya sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa yang sudah diperbuat prajurit TNI tersebut, dan ada pula yang berupa tuntutan atau ancaman pemeriksaan atas dugaan tindak pidana terhadap dirinya dari kesatuan sehingga untuk menghindari hal tersebut ia lebih memilih melarikan diri dari dinas militer.

 

Faktor eksternal ketiga juga bisa terjadi meskipun kemungkinannya sangat kecil. Faktor eksternal ketiga ini antara lain adalah berada di tempat lain dalam keadaan sakit namun tidak berani melapor sehingga baru bisa kembali ke satuan setelah kondisi sembuh, atau karena masih menghadapi permasalahan yang baru muncul ketika yang bersangkutan pulang kampung dan tempatnya sangat jauh dari satuan sehingga tidak bisa secepatnya kembali namun tidak berani laporan, atau bisa juga kendala lain seperti sarana komunikasi yang terganggu sehingga prajurit tersebut tidak bisa melaporkan perkembangannya ke satuan. Bahkan terjadi juga prajurit yang telah melakukan THTI dan desersi kemudian kembali ke satuan namun tidak diterima oleh dansatnya dan diusir dari satuan, sehingga karena disebabkan ketidaktahuannya juga terpaksa yang bersangkutan melanjutkan ketidakhadirannya itu.

 

Yang tidak kalah pentingnya adalah faktor eksternal keempat. Seyogyanya perihal perekrutan adalah garda paling depan dalam memilih orang-orang yang pantas menjadi prajurit TNI. Pada saat perekrutan calon prajurit TNI sudah dilaksanakan dengan ketat, penguji tidak mengetahui nama/identitas calon karena menggunakan barcode, kemudian pada saat seleksi diawasi oleh pengawas dari suatu kesatuan yang berkompeten untuk itu dan menyandang pangkat yang cukup tinggi. Dengan kata lain para penilai/penguji sudah berusaha sebaik mungkin melaksanakan seleksi dan menggunakan alat tes/uji terhadap calon prajurit TNI. Calon prajurit TNI yang mendapatkan hasil lulus sudah sesuai dengan pelaksanaan tes. Namun apabila ternyata ada kebijakan bahwa yang diterima menjadi prajurit pertahun harus memenuhi kuota tertentu sehingga nilai calon prajurit TNI yang memiliki nilai di bawah nilai lulus pun terpaksa diluluskan untuk memenuhi kuota tersebut, maka hal itu sudah selayaknya ditinjau ulang. Kondisi seperti ini dapat juga kita cermati pada suatu keadaan yang mana ada kecenderungan untuk lebih memprioritaskan putera daerah, orang asli daerah, warga lokal, ataupun keluarga pejabat untuk diterima menjadi prajurit TNI meskipun sebagian dari mereka belum termasuk kategori “memenuhi syarat”. Bila terdapat karakter-karakter yang sebetulnya tidak cocok dengan militer namun tetap diijinkan masuk menjadi prajurit baru tentu akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari ketika prajurit tersebut berdinas di kesatuan. Keinginan merekrut prajurit baru yang kurang berkualitas akan memberi dampak kerugian terhadap kinerja kesatuan.

 

Calon prajurit TNI yang dilantik menjadi prajurit TNIalah personel yang benar-benar telah teruji dengan instrumen-instrumen pengujian dalam rekrutmen prajurit. Apabila pada suatu masa perekrutan ternyata tidak dapat memenuhi kuota kebutuhan personel prajurit TNI maka perlu diselenggarakan beberapa kali masa rekrutmen calon prajurit TNI. Memang hal ini akan berdampak pada penambahan biaya penyelenggaraan rekrutmen. Namun untuk memperoleh calon-calon prajurit TNI yang siap dan dapat disiapkan perlu kompensasi yang cukup dari sisi pembiayaan.

 

            Meskipun demikian, perihal perekrutan prajurit TNI belum bisa dijadikan sebagai faktor penentu yang berpengaruh terhadap terjadinya pelanggaran THTI dan desersi oleh prajurit TNI. Pada saat tes, pemeriksaan baik kesehatan jiwa maupun psikologi yang dilakukan terhadap calon prajurit TNI adalah tanpa tekanan baik fisik maupun psikis baik oleh penguji atau dari pihak manapun. Sehingga hasil tes kesehatan jiwa dan psikologi yang mencapai nilai lulus dianggap telah memenuhi kriteria penerimaan calon prajurit TNI. Sedangkan setelah menjadi prajurit TNI, semuanya akan ditempatkan di satuan-satuan kerja TNI yang dalam dinamika di lapangan akan ditemui berbagai persoalan baik yang sudah diperkirakan sebelumnya maupun yang belum tergantung penempatan prajurit itu sendiri. Keadaan prajurit TNI yang bersangkutan di satuan tempatnya bekerja dan pembinaan terhadapnyalah yang lebih mungkin merupakan faktor yang paling menentukan seorang prajurit TNI melakukan THTI dan desersi atau tidak.

No comments:

HATI-HATI MEMINJAMKAN TANAH DAN RUMAH HARUS BERSIAP KARENA BISA SAJA ORANG YANG DITOLONG BERKHIANAT TIDAK MAU PERGI MENINGGALKAN TANAH DAN RUMAH TERSEBUT

Ysh. Sahabat Diskusihidup yang berhati mulia ,   Mungkin Sahabat berhati mulia meminjamkan tanah dan rumah untuk ditempati oleh orang la...