Translate

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH
Referensi Hukum dan Filsafat

Monday, May 2, 2022

DAPATKAH PRAJURIT TNI MENANGKAP ATAU MENERTIBKAN PENJAHAT ATAU PERBUATAN JAHAT SESEORANG BAIK DI DALAM MAUPUN DI LUAR JAM KERJA PADAHAL MILITER ITU BUKAN APARAT KEPOLISIAN NEGARA?

        Hal-hal yang melanggar peraturan terdiri dari dua bagian besar yaitu yang merupakan kejahatan dan yang merupakan pelanggaran. Keduanya biasa disebut "tindak pidana" atau "perbuatan pidana". Kewajiban responsif terhadap adanya suatu tindak pidana bukan hanya pada aparat penegak hukum. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk menghentikan dan melaporkan setiap dugaan tindak pidana. Hal ini tercermin dalam Pasal 49, 50, dan 51 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dapatkah prajurit TNI menangkap atau menertibkan penjahat atau perbuatan jahat seseorang baik di dalam maupun di luar jam kerja padahal militer itu bukan aparat kepolisian negara?


        Asas hukum yang tercermin dalam Pasal 49 KUHP. Pasal ini memberikan pengecualian atas sesuatu yang dianggap sebagai tindakan yang melawan hukum. Seseorang tidak akan dijatuhi hukuman jika perbuatannya itu adalah dalam rangka melakukan pembelaan diri, yang mana pembelaan dilakukan karena terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan, kesusilaan, atau harta benda milik sendiri maupun orang lain, dikarenakan ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum. Sehingga dalam hal ini setiap orang dapat mencegah, menghentikan, dan melakukan penanganan pertama pada tindak pidana baik yang menyangkut diri sendiri maupun orang lain yang berada relatif dekat dengannya. Setelah itu segera diserahkan kepada pihak yang berwajib.


        Asas hukum yang tercermin dalam Pasal 50 KUHP. Pasal ini juga memberikan pengecualian atas sesuatu yang dianggap sebagai tindakan yang melanggar hukum. Seseorang tidak dipidana jika perbuatan itu dilakukan karena bertujuan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat tercermin dalam penerapan di lapangan yang sudah tentu harus berdasarkan payung hukum yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan pula. Berdasarkan Pasal 111 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981), ditentukan bahwa dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik. Sedangkan untuk setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman, dan keamanan umum adalah diharuskan untuk melakukan tindakan penangkapan tersebut.


        Asas hukum yang tercermin dalam Pasal 51 KUHP. Pasal ini juga memberikan pengecualian atas sesuatu yang dianggap sebagai tindakan yang melanggar hukum. Seseorang tidak dipidana jika perbuatan itu dilakukan karena untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang dan sesuai dengan atau termasuk dalam lingkup jabatannya. Hal ini sangat berkaitan erat dengan tugas-tugas kepolisian yang memang tugasnya menjaga ketertiban masyarakat dan penegakan hukum. Sementara untuk prajurit TNI pun ada petugas-petugas dalam hal pemeliharaan ketertiban militer dan penegakan hukum di lingkungan militer yaitu petugas polisi militer dan oditur militer. Satuan Polisi Militer dan Oditurat Militer melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka penegakan hukum terhadap prajurit TNI yang diduga telah melakukan pelanggaran hukum yang meliputi pula kegiatan-kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap pihak-pihak baik militer maupun sipil yang berkaitan dengan adanya dugaan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI. Bagi prajurit TNI secara umum tidak hanya dilindungi oleh Pasal 111 KUHAP namun juga dilindungi oleh ketentuan Pasal 102 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (KUHAP Militer) terutama ayat (1) yang menyatakan bahwa dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak menangkap.


        Dari ketiga dasar hukum tersebut di atas, jika diimplementasikan dengan situasi dugaan adanya tindak pidana baik yang berupa kejahatan ataupun pelanggaran, maka seseorang boleh melakukan tindakan yang dianggap terbaik dan memang terpaksa dilakukan pada saat itu untuk meniadakan atau mencegah terjadinya dan/atau timbulnya hasil perbuatan pidana. Khususnya bagi prajurit TNI, sebagai salah satu pegawai yang digaji oleh negara maka tindakan yang dilakukan TNI juga dilindungi oleh undang-undang karena TNI sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional (seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia).


        Hal-hal berikut ini yang harus diperhatikan dalam melakukan amanat menurut Pasal 111 KUHAP dan Pasal 102 KUHAP Militer:


1.    Prajurit TNI tidak boleh melakukan penahanan.


        Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum, atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP dan penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik militer atas perintah Ankum (atasan yang berhak menghukum), Papera (perwira penyerah perkara), atau hakim ketua atau ketua pengadilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP Militer.


        Yang diatur dalam Pasal 122 KUHAP dan Pasal 112 KUHAP Militer adalah bahwa dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan dijalankan ia harus mulai diperiksa oleh penyidik. Ketentuan tersebut mengatur tentang penahanan yang harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan oleh penyidik setelah 1 X 24 (satu kali duapuluh empat) jam ditahan, namun bukan sebagai dasar hukum bagi seseorang selain penyidik untuk melakukan penahanan.


        Pengaturan mengenai penahanan dijelaskan mulai Pasal 24 hingga Pasal 29 KUHAP dan Pasal 78 hingga Pasal 81 KUHAP Militer. Hitungan penahanan adalah hari atau paling sedikit 1 X 24 (satu kali duapuluh empat) jam sesuai ketentuan Pasal 1 angka 31 KUHAP dan Penjelasan Pasal 76 ayat (3) KUHAP Militer. Sehingga jika militer melakukan penangkapan terhadap tersangka dalam hal tertangkap tangan, hanya bisa dilakukan dalam tenggang waktu kurang dari 24 jam atau belum mencapai satu hari. Selama waktu sedemikian dapat dimanfaatkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap tersangka agar ketika diserahkan kepada penyidik sudah didapatkan bukti permulaan yang cukup. Hal ini juga berguna sebagai pengamanan bagi pihak yang melakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan agar tidak terkesan sembarangan melakukan penangkapan terhadap tersangka. Jika selama pemeriksaan tersebut tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menyerahkan tersangka kepada penyidik maka sebelum mencapai waktu 24 jam tersangka sebaiknya segera dilepaskan.


2.    Bila tersangkanya orang sipil.


        Bila militer yang melakukan penangkapan terhadap tersangka yang merupakan orang sipil dalam hal tertangkap tangan, maka dalam tenggang waktu 24 jam agar segera diserahkan kepada penyidik Polri. Dalam hal ini memperhatikan juga ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 20, dan angka 21 KUHAP. Namun bila tersangkanya orang sipil yang akan/sedang/telah melakukan kejahatan terhadap perlengkapan/peralatan atau berkaitan dengan kepentingan militer maka dapat diperiksa oleh penyidik Polisi Militer, sebagaimana ketentuan Pasal 9 angka 1 huruf d KUHAP Militer yang mengatur bahwa pengadilan dalam lingkup peradilan militer berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah seseorang yang tidak termasuk golongan prajurit, atau bukan anggota suatu golongan atau jawatan atau badan yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan undang-undang, namun atas persetujuan panglima TNI dengan persetujuan menteri kehakiman harus diadili oleh suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah orang sipil yang dalam kenyataannya bekerja pada organisasi TNI yang diberi kewajiban untuk memegang rahasia militer, melakukan tindak pidana yang berhubungan dengan kewajibannya, termasuk juga yang dilakukan terhadap barang-barang militer keperluan perang. 


3.    Bila tersangkanya militer.


        Bila tersangkanya militer maka diserahkan kepada satuannya untuk diperiksa lebih lanjut. Bila tersangkanya militer dan ditangkap oleh petugas Polisi Militer maka petugas Polisi Militer dapat menyerahkan kepada satuannya atau menindaklanjuti pemeriksaan terhadap tersangka atas seizin atau penyerahan dari komandan satuan tersangka. Berdasarkan ketentuan Pasal 57 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer, perwira atau atasan yang mendapat bukti yang cukup untuk menyangka bahwa bawahan telah melakukan pelanggaran hukum disiplin militer yang dapat menimbulkan keonaran dan mengganggu tata tertib di tempat kejadian, berwenang melakukan atau memerintahkan penahanan sementara dan harus segera melaporkan kepada Ankum yang membawahkan langsung tersangka.

Berdasarkan ayat (2)-nya dibatasi bahwa penahanan tersebut adalah paling lama 2 X 24 (dua kali duapuluh empat) jam. Ketentuan mengenai proses tindak lanjut terhadap tersangka militer diatur dalam KUHAP Militer yang saat ini adalah Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.


        Selain yang dijelaskan di atas, dapat saja militer melakukan suatu tindakan yang dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana jika dilakukan tanpa adanya suatu kewenangan. Namun dalam hal yang sangat mendesak, maka tindakan tersebut diperbolehkan untuk dilakukan dalam rangka pencegahan sempurnanya suatu tindak pidana.

Contoh:

Jika diduga keras ada orang yang telah membawa dan hendak meledakkan bom, maka boleh saja seorang militer melakukan tindakan apapun yang bermaksud untuk mencegah perbuatan tersebut (meskipun dengan cara melakukan penembakan terhadap tersangka, tentunya dengan syarat pertimbangan "keadaan sangat terpaksa") dan memang tidak ada alternatif lain selain melakukan hal tersebut karena memerlukan tindakan yang seketika.


Kesimpulannya, dengan berdasarkan Pasal 111 KUHAP dan Pasal 102 KUHAP Militer, setiap prajurit TNI boleh melakukan penangkapan terhadap tersangka tindak pidana namun tidak boleh melakukannya melebihi waktu 24 jam.

No comments:

HATI-HATI MEMINJAMKAN TANAH DAN RUMAH HARUS BERSIAP KARENA BISA SAJA ORANG YANG DITOLONG BERKHIANAT TIDAK MAU PERGI MENINGGALKAN TANAH DAN RUMAH TERSEBUT

Ysh. Sahabat Diskusihidup yang berhati mulia ,   Mungkin Sahabat berhati mulia meminjamkan tanah dan rumah untuk ditempati oleh orang la...