Oditur Militer ditetapkan sebagai penyidik berdasarkan Pasal 69 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Salah satu pertimbangannya yang dijelaskan dalam KUHAP Militer saat ini adalah karena Oditur Militer dapat melakukan pemeriksaan tambahan (nasvoering) jika diperlukan. Jika berkas yang diterima oleh Oditur Militer dari penyidik Polisi Militer dirasakan masih kurang jelas atau kurang lengkap maka Oditur Militer dapat langsung mengambil alih pemeriksaan lanjutan atas perkara tersebut dengan memanggil saksi atau bahkan tersangkanya dengan harapan dapat lebih memberikan keyakinan tentang dugaan telah terjadinya suatu tindak pidana. Namun sejatinya Oditur Militer itu juga penyidik bukan hanya karena ia diperbolehkan melakukan pemeriksaan tambahan (nasvoering) oleh undang-undang namun karena beberapa sebab lain yang diharuskan oleh undang-undang, terutama Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (KUHAP Militer).
Mengenai tugas nasvoering telah ditentukan dalam Pasal 64 ayat (1) huruf c dan Pasal 65 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Sedangkan mengenai kewenangan melakukan penyidikan disebutkan dalam Pasal 64 ayat (2) dan Pasal 65 ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Yang mana untuk Pasal 64 ayat (2) tersebut adalah mengenai penyidikan yang sejak awal dilakukan sendiri oleh Oditur Militer atas perintah Oditur Jenderal (Orjen) TNI baik untuk tindak pidana umum maupun tindak pidana tertentu. Dan mengenai penyidikannya dilakukan terhadap perkara tertentu atas perintah Orjen TNI, sebagaimana diatur dalam Penjelasan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Mengenai bagaimana teknis pelaksanaannya, mari kita perhatikan contoh perkara berikut ini.
Contoh:
Misalnya ada seorang istri prajurit TNI Angkatan Darat diduga telah melakukan zina dengan seorang prajurit TNI Angkatan Laut, lalu suaminya yang berdinas sebagai prajurit TNI Angkatan Darat mengadukan permasalahan tersebut kepada penyidik Polisi Militer TNI Angkatan Laut disertai dengan bukti-bukti yang cukup. Namun kemudian dalam prosesnya perkara tersebut sedemikian rupa dikembalikan kepada komandan satuan dari tersangka yang kemudian diproses dan dijatuhi hukuman disiplin militer. Ketika penyidik Polisi Militer TNI Angkatan Laut tidak memproses perkaranya menurut hukum pidana, maka Oditur Militer dalam hal ini Orjen TNI dapat mengambil alih dan memerintahkan Oditur Militer yang berada di wilayah sesuai kompetensinya untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut. Tentunya hal ini sebaiknya diawali dengan adanya laporan atau pengaduan dari pihak yang berhak mengadukan perkara tersebut kepada Orjen TNI. Atau Orjen TNI dapat menindaklanjuti atau mengoordinasikan tentang hal itu dengan para pihak terkait. Kewenangan dan/atau kewajiban untuk memproses adanya suatu dugaan perkara adalah berdasarkan asas "delik komisi", artinya karena jabatannya sebagai aparat penegak hukum ia memiliki kewajiban untuk melakukan hal-hal yang telah ditentukan oleh undang-undang terutama Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer ketika akan, sedang, atau telah terjadi suatu tindak pidana.
Demikian pula sebaliknya jika seorang prajurit TNI Angkatan Darat yang bermasalah namun ketika dilaporkan kepada penyidik Polisi Militer TNI Angkatan Darat tidak mendapatkan proses hukum yang semestinya, maka Oditur Militer atas perintah Orjen TNI berwenang mengambil alih penyidikan atas perkara yang dimaksud.
Demikian juga halnya jika seorang prajurit TNI Angkatan Udara yang bermasalah namun ketika dilaporkan kepada penyidik Polisi Militer TNI Angkatan Udara tidak mendapatkan proses hukum yang semestinya, maka Oditur Militer atas perintah Orjen TNI berwenang pula mengambil alih penyidikan atas perkara yang dimaksud.
Meskipun perkara-perkara diproses di penyidik Matra (Polisi Militer TNI AD, Polisi Militer TNI AL, Polisi Militer TNI AU) masing-masing namun setelah diberkas dan dilak oleh mereka maka berkas perkara dan tersangkanya akan diserahkan kepada pejabat yang sama yaitu Oditur Militer sesuai wilayah kompetensi masing-masing.
Dengan demikian pula terhadap setiap perkara yang tidak ditindaklanjuti sesuai standar penanganan perkara maka harus dilandasi dengan dasar dan pertimbangan hukum yang kuat.
Bagi seorang petugas, kewenangan akan berubah menjadi kewajiban jika saat atau momennya datang.
No comments:
Post a Comment