Kehidupan manusia tidak selalu baik. Adakalanya seseorang melakukan kebaikan namun mungkin pada saat yang lain melakukan kesalahan, demikian seterusnya silih berganti, meskipun hanya sedikit kadarnya, atau setidak-tidaknya pernah melakukan kelalaian dalam menjalani kehidupannya. Pada artikel yang lalu penulis telah membahas tentang bagaimana jika seorang prajurit TNI menangkap tangan seseorang yang diduga akan, sedang, atau telah melakukan suatu tindak pidana. Sekarang keadaannya kita balik seandainya seorang prajurit TNI-lah yang tertangkap tangan atau ditangkap oleh orang lain. Apa yang harus dilakukan oleh seorang prajurit TNI jika tertangkap tangan baik oleh petugas Polri maupun aparat lainnya serta warga masyarakat?
Banyak orang yang belum mengerti harus bagaimana dalam menyikapi suatu tindakan dari aparat yang melakukan penangkapan terhadap dirinya, baik itu yang berupa penggerebekan yang dilanjutkan dengan tindakan penangkapan ataupun penangkapan yang terdadak (tertangkap tangan), ataupun teknis-teknis penangkapan lainnya. Hal ini juga bisa terjadi pada prajurit TNI.
Berikut ini beberapa kemungkinan keadaan penangkapan yang dapat terjadi pada prajurit TNI:
1. Ditangkap oleh petugas Polisi Militer.
Ketika seorang prajurit TNI ditangkap oleh petugas Polisi Militer, maka petugas Polisi Militer akan melaporkan hal tersebut kepada Ankum atau komandan satuannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 77 ayat (4) jo. Pasal 102 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (KUHAP Militer), bahwa sesudah penangkapan dilaksanakan penyidik wajib segera melaporkan kepada Ankum yang bersangkutan.
2. Ditangkap oleh warga masyarakat.
Ketika seorang prajurit TNI ditangkap oleh warga masyarakat, terdapat dua kemungkinan yang akan dilakukan oleh warga tersebut. Yang pertama jika warga tidak mengetahui bahwa yang mereka tangkap adalah seorang prajurit TNI maka mereka akan cenderung melaporkan atau menyerahkannya kepada petugas Polri. Namun bisa saja warga masyarakat tersebut menyerahkannya kepada petugas Babinsa atau ke kantor Koramil setempat karena mungkin pada saat itu lokasi kejadian lebih dekat dengan kantor Koramil atau bahkan Kodim. Yang kedua jika warga tersebut kemudian mengetahui bahwa orang yang mereka tangkap adalah seorang prajurit TNI, mereka akan melaporkan dan menyerahkannya kepada petugas di kantor Koramil atau Kodim atau bahkan langsung mengantarkannya ke kantor Polisi Militer setempat.
3. Ditangkap oleh petugas Polri.
Ketika seorang prajurit TNI ditangkap oleh petugas Polri, kemungkinan petugas Polri tersebut akan langsung mendalami kejadian dan melakukan pemeriksaan terhadap prajurit TNI tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tindakan penangkapannya sebelum menyerahkannya kepada petugas Polisi Militer. Persis sebagaimana yang telah penulis bahas pada artikel sebelumnya. Sebelum menyerahkannya kepada pihak yang lebih berhak menanganinya, dipastikan terlebih dahulu bahwa penangkapannya telah dilakukan dengan cara yang benar.
Meskipun demikian, jika seorang prajurit TNI ditangkap, dalam keadaan apapun, sebaiknya menyampaikan informasi bahwa dirinya adalah seorang prajurit TNI. Sebelum diperiksa oleh petugas Polri sebaiknya disampaikan terlebih dahulu bahwa ia tidak bersedia memberikan keterangan jika belum didampingi oleh penasihat hukum. Hal ini dilindungi oleh undang-undang. Perhatikan Pasal 114 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bahwa sebelum dimulainya pemeriksaan penyidik wajib memberitahukan kepada orang yang ditangkap tentang hak untuk mendapatkan bantuan hukum bahkan bisa wajib didampingi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP.
4. Dan lain-lain.
Dalam keadaan maupun waktu apapun, jika seorang prajurit TNI ditangkap baik oleh aparat maupun oleh warga masyarakat karena diduga telah melakukan suatu tindak pidana, maka sebaiknya segera menginformasikan identitasnya dan menyampaikan agar dapatnya menghubungi atasan atau komandan satuan serta jangan mau diperiksa jika belum didampingi oleh penasihat hukum. Untuk semua perkara tindak pidana seorang prajurit TNI memiliki hak untuk didampingi oleh penasihat hukum, sementara untuk perkara-perkara tertentu lainnya hal ini dapat menjadi wajib. Perhatikan Pasal 56 KUHAP, bahwa untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, terutama yang diancam dengan pidana mati, wajib didampingi oleh penasihat hukum. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwa kepadanya juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum. Demikianlah yang diterangkan dalam Penjelasan KUHAP.
Adapun tindak pidana yang memiliki kecenderungan untuk didampingi oleh penasihat hukum di antaranya adalah perkara tindak pidana korupsi dan narkotika serta tindak pidana lainnya yang berpotensi disertai penjatuhan pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer oleh pengadilan di lingkungan peradilan militer.
No comments:
Post a Comment