Militer merupakan organisasi dan komunitas yang memiliki ciri khusus atau ciri khas dalam hal cara bekerja dan bersosialisasi. Dalam hubungan internal, suatu organisasi militer memiliki sesuatu yang mungkin tidak menonjol pada organisasi lainnya. Yang berbeda dalam kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat di lingkungan militer adalah adanya program pembinaan terhadap Prajurit TNI dan keluarganya.
Bagaimana pembahasan kriminologi di lingkungan kehidupan militer, apa yang membuatnya khusus dan berbeda? Pertanggungjawaban komando adalah kuncinya.
Pembinaan terhadap Prajurit TNI tidak boleh yang bersifat melanggar hukum. Pembinaan terhadap Prajurit TNI meliputi juga pembinaan terhadap keluarganya. Prajurit TNI sekarang sudah lebih ditertibkan lagi untuk tidak melakukan hal-hal yang termasuk kekerasan yang bersifat penganiayaan yang dapat menimbulkan luka ataupun kematian, dengan adanya penggunaan alat baik berupa benda tumpul maupun tajam, yang mana secara langsung menggunakan dan diakibatkan oleh alat eksternal ataupun internal (organ tubuh berupa kepalan/pukulan tangan, tendangan kaki, dan yang lainnya).
Pembinaan yang menunjang ke arah pembentukan Prajurit TNI yang pemberani dan pantang menyerah tidak harus dilakukan dengan cara dilatih untuk terbiasa dipukuli, ditendangi, dan sebagainya. Karena metode pembinaan yang seperti itu tidak bisa menjadi jaminan bahwa produk yang dihasilkan dapat terbentuk dengan baik. Yang terjadi malah justru kegagalan. Karena jika salah penanganan metode pembentukan keberanian dan semangat pantang menyerah, tentunya dapat berakibat fatal, terjadi luka dalam bahkan kematian personel. Dan metode-metode kekerasan yang bersifat penganiayaan akan mudah ditunggangi oleh egoisme atasan atau senioritas untuk melampiaskan dendam tradisi secara turun-temurun. Kegiatan kekerasan yang bersifat penganiayaan yang berkedok tradisi harus dieliminir.
Pembinaan yang bersifat militer yang bisa diterapkan jauh lebih baik untuk menimbulkan keberanian dan semangat pantang menyerah, adalah kegiatan seperti latihan merayap, berguling, dan berjungkir dengan jarak dan lama waktu yang terukur. Jika pembinaan yang bersifat latihan seperti di atas tidak mau dilaksanakan oleh seorang bawahan, atau sudah tidak mau lagi melaksanakannya ketika diberi perintah untuk melaksanakan latihan militer ataupun yang bersifat tindakan disiplin, maka ia jangan dipukuli atau dianiaya, melainkan diproses saja secara hukum. Jika seorang Prajurit TNI sudah tidak mau lagi atau tidak bisa lagi dibina, berilah ia sanksi yang seberat-beratnya melalui pemberian sanksi disiplin mulai yang paling ringan hingga yang paling berat yaitu pemecatan atau dikenal dengan istilah pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH).
Prajurit TNI terkadang perlu berjiwa keras namun bukan brutal. Jika ada Prajurit TNI yang brutal maka disebut sebagai produk pembinaan yang gagal. Produk pembinaan yang gagal itu harus dipisahkan atau dikeluarkan dari komunitas militer.
Kita ambil perumpamaan dari suatu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan produk barang. Barang hasil produksi yang termasuk golongan barang rijek, dipisahkan dari barang lainnya yang masih masuk dalam kriteria barang layak jual. Barang rijek, yang tidak sesuai kriteria layak jual tadi dipisahkan untuk dijual murah, dibuang, atau dimusnahkan dan diolah menjadi bahan lain jika diperlukan, agar tidak menciderai nama baik perusahaan produsen barang tersebut.
Demikian juga halnya dengan Prajurit TNI. Organisasi TNI membentuk prajurit-prajurit yang siap untuk melaksanakan tugas-tugas militer. Oleh karenanya terdapat instrumen yang diterapkan untuk membentuk itu, yaitu instrumen pembinaan personel. Proses pembinaan terhadap Prajurit TNI dilakukan secara berkesinambungan, yang mana pembinaan tersebut ditujukan untuk membuat Prajurit TNI siap melaksanakan tugas, memperbaikinya, atau menjaganya agar tetap baik.
Dalam prosesnya terdapat berbagai faktor yang akan mempengaruhi penampilan dan kinerja Prajurit TNI tersebut. Itulah kewajiban para komandan suatu kesatuan militer (komandan satuan) dalam hal menjaga agar satuannya senantiasa siap untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada tiap-tiap instansi militer atau kesatuan atau istilah yang biasa digunakan yaitu "satuan".
Ketika seorang Prajurit TNI berdasarkan penelitian dan pertimbangan yang matang ternyata dinilai sudah tidak dapat lagi dibina dan dipertahankan di lingkungan masyarakat militer, maka dengan sangat terpaksa Prajurit TNI tersebut harus dipisahkan dan dikeluarkan dari keanggotaannya sebagai Prajurit TNI. Dan sebaliknya, bila dipertimbangkan masih bisa dibina menjadi lebih baik kembali, maka bisa dilaksanakan pembinaan sementara secara khusus di lembaga pemasyarakatan militer.
Jika berbicara tentang kriminologi, intinya kriminologi itu tentang perilaku pelaku dan sebab akibat terjadinya suatu kejahatan. Sebab akibat itu meliputi keadaan, niat, dan kesempatan. Faktor internalnya adalah pengawasan dan pengendalian dari satuan.
Suatu kejahatan itu pada umumnya terjadi berpasangan, ada pelaku dan ada korban. Hal ini juga merupakan pertemuan dari dua keadaan, yang mana jika keadaan satunya tidak ada maka keadaan yang lain tidak terjadi.
Contoh:
Pada suatu waktu ada seorang perempuan yang berpakaian seksi dan mengundang syahwat, sementara ada juga laki-laki yang sedang berpikiran ke arah nafsu seksual. Maka ketika kedua keadaan itu bertemu pada suatu tempat dan waktu yang sama, hal itu dapat memicu terjadinya kejahatan seksual, yang mana jika keadaan pada saat itu dianggap memungkinkan oleh pelaku maka terjadilah usaha perkosaan, penculikan, dan sebagainya. Jika kedua keadaan tersebut tidak bertemu pada satu waktu dan tempat, tentunya kejahatan mengenai hal tersebut belum tentu terjadi.
Begitu juga jika pada saat laki-laki tadi hanya berada sendirian dan tidak bisa kemana-mana atau memang tidak ke tempat yang terdapat orang lain, tentunya tidak akan terjadi kejahatan tersebut.
Oleh karena itu perlu dihindari juga hal-hal yang dapat memancing seseorang menjadi pelaku kejahatan. Karena bisa saja semula tidak ada niat berbuat jahat, namun kemudian tiba-tiba muncul niat itu dikarenakan ada yang memancing keadaan baik secara sengaja ataupun tidak sengaja, apalagi jika keadaan pada saat itu mendukung terjadinya kejahatan (misal: malam hari, atau keadaan sepi).
Kriminologi di bidang militer memiliki kekhususan. Di lingkungan masyarakat umum, seseorang dapat dianggap sebagai pelaku kejahatan atau pelanggar hukum jika tidak melaporkan tentang adanya dugaan suatu tindak pidana kepada pihak yang berwajib baik yang bersifat masih rencana, proses, ataupun yang sudah terjadi. Namun di lingkungan militer terdapat perbedaan. Di lingkungan militer berlaku tanggung jawab komando (tanggung jawab komandan), artinya bahwa setiap komandan satuan memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran yang nyata-nyata akan dilakukan oleh anggotanya, menghentikan dan melaporkan berlangsungnya suatu pelanggaran yang sedang dilakukan oleh anggotanya, serta memproses, melaporkan, dan/atau menjatuhkan hukuman terhadap anggotanya yang telah melakukan pelanggaran.
Jika ketiga hal itu tidak diterapkan oleh seorang komandan satuan maka yang bersangkutan akan dituntut secara hukum dan dianggap sebagai pelaku pelanggaran yang dapat diberi hukuman mulai dari penjatuhan hukuman disiplin hingga pemidanaan, atau setidak-tidaknya pencopotan jabatan.
Mungkin ada sebagian yang berpikir bahwa pelanggaran anggota tidak harus selalu dilaporkan, dibiarkan mengambang dan berlarut-larut tanpa kepastian, dengan harapan komandan satuan akan tetap terlihat bagus dalam hal pembinaan prajuritnya. Jika ada yang berpikiran demikian, jelas salah besar, dan tidak perlu dibudayakan. Bukan berarti bahwa ketika banyak anggotanya diproses karena telah melakukan pelanggaran lalu komandan satuan dinyakatan gagal dalam pembinaan. Komandan satuan itu silih berganti dalam rentang waktu yang relatif pendek, sehingga tidaklah bijaksana jika membebankan semua kesalahan anggota pada komandan satuannya yang terakhir menjabat, karena pembinaan itu merupakan kelanjutan dari pembinaan personel sebelumnya. Jelek dan tidaknya seorang komandan satuan tergantung bagaimana ia menyikapi persoalan dalam satuannya, seperti yang dijelaskan di atas tentang pertanggungjawaban komando.
Perhatikan Pasal 132 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), yang mengatur sebagai berikut:
"Militer, yang sengaja mengizinkan seorang bawahan melakukan suatu kejahatan, atau yang menjadi saksi dari suatu kejahatan yang dilakukan oleh seorang bawahan dengan sengaja tidak melakukan suatu "tindakan" (matregel) kekerasan yang diharuskan sesuai dengan kemampuannya terhadap pelaku tersebut, demi kepentingan perkara itu, diancam dengan pidana yang sama pada percobaannya."
Pasal di atas juga berkaitan dengan Pasal 133 KUHPM, tergantung termasuk kriteria yang mana perbuatan dari komandan satuan tersebut.
Sehingga di lingkungan militer terdapat perkembangan kriminologi berdasarkan tanggung jawab komando. Dalam hal ini kepedulian komandan satuan menjadi titik berat penentu penilaian di bidang kriminologi di lingkungan militer. Hal ini yang merupakan salah satu ciri khas militer sebagai organisasi yang mengutamakan kekompakan dan satu komando atau satu perintah, untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas satuan.
No comments:
Post a Comment