Prajurit TNI ditugaskan untuk melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional. Pada lingkup mikro atau yang paling mendasar sesungguhnya bisa kita lihat pada pelaksanaan tugas sehari-hari yang dilaksanakan oleh prajurit TNI di kesatuannya. Prajurit TNI dijadwalkan secara bergiliran untuk melaksanakan tugas jaga ksatrian atau jaga markas baik yang sedang tidak bertugas operasi ataupun yang sedang melaksanakan tugas operasi di daerah tertentu. Bagaimana kriteria prajurit TNI kelana yudha dan meninggalkan pos jaga/keamanan yang terkadang bisa terlihat sepele namun bisa fatal akibatnya jika tidak dilaksanakan dengan baik.
DALAM PENUGASAN OPERASI MILITER
Dalam
penugasan operasi baik dalam bentuk operasi militer untuk perang maupun selain
perang, penempatan personel pada suatu pos akan selalu diselenggarakan. Hal ini
memang sudah menjadi kebiasaan militer seluruh dunia sejak masa kerajaan akan
senantiasa menempatkan personelnya di suatu tempat dalam rangka peninjauan atau
pengawasaan daerah terluar dari suatu markas atau tempat berkumpul prajurit
kerajaan agar dapat mengantisipasi dalam tenggang waktu tertentu bila terjadi
ancaman dan serangan dari pihak luar. Penempatan personel untuk tujuan tersebut
sangatlah penting karena dapat menghancurkan sebuah pertahanan suatu tempat
yang dijaga jika tidak diselenggarakan dengan baik.
Berkaitan
dengan hal itu, agar menjadi unsur pemaksa penyelenggaraan disiplin militernya
maka hukum militer mengatur sedemikian rupa bagi siapa yang melaksanakan tugas
penjagaan di pos militer (penjaga). Ketentuan yang berkaitan dengan pos diatur
di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) mulai Pasal
55, Pasal 67, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 89, dan Pasal 118 Wetboek
van Militair Strafrecht sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
39 Tahun 1947 tentang Menyesuaikan Hukum Pidana Tentara (Staatsblad
1934, No.167) dengan Keadaan Sekarang.
Yang
dimaksud dengan penjaga adalah setiap militer yang bersenjata dan/atau memakai
tanda pengenal yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima
Angkatan Bersenjata yang ditempatkan pada suatu pos atau tempat peninjauan. Oleh
karena sangat penting atau dominannya penugasan sebagai penjaga maka ancaman
hukumannya pun sangatlah berat terhadap prajurit TNI yang melanggar ketentuan.
Sebagai contoh perhatikan ketentuan Pasal 73 ke-1
KUHPM: ”Diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau
sementara maksimum duapuluh tahun, militer yang dalam waktu perang
dengan sengaja menyerahkan kepada musuh, atau membuat atau membiarkan
berpindah ke dalam kekuasaan musuh, suatu tempat atau pos yang diperkuat atau
diduduki yang berada di bawah perintahnya, ataupun Angkatan Darat, Angkatan
Laut, Angkatan Udara atau suatu bagian darinya, tanpa melakukan segala sesuatu
untuk itu sebagaimana yang dipersyaratkan atau dituntut oleh kewajibannya dari
dia dalam keadaan itu. Untuk perihal yang dijelaskan di atas mungkin akan
langka ditemukan pelanggarannya kecuali bagi prajurit TNI yang memang bersikap
sebagai pengkhianat.
Perhatikan
pula ketentuan Pasal 73 ke-2 KUHPM: ”Diancam dengan pidana mati, pidana
penjara seumur hidup atau sementara maksimum duapuluh tahun, militer
yang dalam waktu perang dengan sengaja mengosongkan atau meninggalkan suatu
tempat, pos, perahu, pesawat udara atau kendaraan Angkatan Perang yang berada
di bawah perintahnya, dengan semaunya di luar keadaan terpaksa. Kalimat ”yang
berada di bawah perintahnya” disini berarti juga tempat yang harus diduduki
atau dikuasai oleh seorang penjaga terhadap suatu pos yang menjadi tanggung
jawabnya.
Kemungkinan
kelalaian seorang prajurit TNI dalam melaksanakan tugasnya sebagai penjaga pos di
daerah penugasan di antaranya adalah karena hal-hal sebagai berikut:
1.
Belum mengerti dan memahami betapa penting dan
vitalnya penugasan seorang penjaga pos;
2.
Tidak mengetahui atau kurang meyakini betul bahwa
pelanggaran terhadap tugas penjagaan pos militer akan dapat diberi hukuman yang
sangat berat;
3.
Selama ini sanksi atau hukuman terhadap perbuatan
meninggalkan pos penjagaan di daerah penugasan belum diproses atau diterapkan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya KUHPM;
4.
Jika pengawasan Atasan kurang, seorang prajurit TNI
penjaga pos dapat saja meninggalkan pos dikarenakan hendak menemui kekasihnya di
suatu tempat;
5.
Menganggap sepele dan tidak terlatih atau terbiasa
melalaikan tugas sebagai seorang penjaga pos ketika masih di homebase/markas/asrama/ksatrian;
6.
Dan lain-lain.
Tahukah anda, jika penjaga pos militer lalai
melaksanakan tugasnya maka rekan-rekannya dapat mengalami kehancuran baik
materiil maupun jiwa?
DALAM PENUGASAN SEHARI-HARI DI MARKAS
Sebelum
berangkat melaksanakan tugas operasi militer maka seorang prajurit TNI harus
dilatihkan terlebih dahulu, dipersiapkan baik secara fisik maupun mental
termasuk rohaninya agar selama penugasan dapat lebih menyesuaikan dan tidak
terlalu terasa berat selama menjalaninya. Mungkin secara tidak disadari bisa saja seorang prajurit
TNI yang ditugaskan sebagai penjaga pos militer melalaikan tugasnya.
Perhatikan ketentuan Pasal 118 ayat (1) KUHPM: ”Penjaga
yang meninggalkan posnya dengan semaunya, tidak melaksanakan sesuatu tugas yang
merupakan keharusan baginya, ataupun membuat atau membiarkan dirinya dalam
suatu keadaan di mana dia tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai penjaga
sebagaimana mestinya, diancam dengan pidana penjara maksimum empat tahun.
Dari sini kita dapat melihat ternyata kelalaian dalam menjaga pos militer di homebase/markas/asrama/ksatrian
pun dapat diancam dengan hukuman yang cukup berat. Dipersamakan dengan
tugas penjagaan pos militer adalah seorang prajurit TNI yang melaksanakan tugas
sebagai petugas PIKET (Perwira Piket, Bintara Piket, Tamtama Piket).
Di antara beberapa hal
berikut ini adalah termasuk sebagai dan menjadi penyebab timbulnya kelalaian prajurit
TNI dalam melaksanakan tugas sebagai seorang penjaga pos militer:
1.
Seorang penjaga pos/piket dibiarkan melakukan kegiatan
makan dan pembersihan badan di rumahnya atau tempat lain di luar lingkungan pos
atau yang relatif jauh dari pos;
2.
Seorang penjaga pos/piket dibiarkan melakukan kegiatan
makan dan pembersihan badan di suatu tempat lain yang masih berada di lingkungan
penjagaannya tanpa pergantian serta tanpa diketahui dan diizinkan oleh
Atasannya yang berwenang untuk itu;
3.
Seorang penjaga pos/piket dibiarkan melakukan kegiatan
makan dan pembersihan badan di suatu tempat lain sebagaimana pada angka 1 dan angka
2 dikarenakan tidak diberi atau disediakan fasilitas makan dan pembersihan
badan sedemikian rupa oleh Atasannya yang berwenang dan memiliki tanggung jawab
untuk itu;
4.
Seorang penjaga pos/piket meninggalkan tempat
bertugas tanpa sepengetahuan dan izin dari Komandan Satuan atau Atasannya yang
berwenang untuk itu;
5.
Seorang Komandan Satuan atau Atasan tidak menjatuhkan
sanksi terhadap Bawahannya yang melakukan kelalaian penjagaan pos militer baik
berupa teguran ataupun tindakan lainnya yang diperbolehkan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam rangka pembinaan prajurit TNI;
6.
Dan lain-lain.
Tahukah anda, jika penjaga pos militer
atau petugas piket lalai melaksanakan tugasnya maka segala fasilitas yang
berada disitu dapat mengalami kehancuran bahkan menimbulkan korban jiwa?
Oleh karena itu lakukanlah berbagai hal kecil
yang mungkin akan berguna baik pada saat sekarang maupun di masa yang akan
datang!
No comments:
Post a Comment