Translate

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH
Referensi Hukum dan Filsafat

Wednesday, January 17, 2024

INILAH PASAL-PASAL YANG SANGAT BERGUNA BAGI PRAJURIT TNI DALAM PENUGASAN DI DAERAH OPERASI MILITER DALAM RANGKA PELAKSANAAN OPERASI MILITER SELAIN PERANG (OMSP)

             Pada kesempatan kali ini penulis akan menjelaskan tentang sesuatu yang sangat penting dan darurat/urgent tentang bagaimana meminimalisir korban dalam penugasan dan menyukseskan tugas pokok organisasi dan kepentingan negara. Inilah pasal-pasal yang sangat berguna bagi Prajurit TNI dalam penugasan di daerah operasi militer dalam rangka pelaksanaan operasi militer selain perang (OMSP).

 


            Kita perhatikan beberapa ketentuan yang berkaitan dengan kewenangan petugas yang diberikan oleh negara seperti berikut ini:

 

1.            Pasal 11 KUHP: ”Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali pada leher terpidana, dan mengikatkan tali itu pada tiang gantungan, kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.

 

2.            Pasal 1 Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer: ”Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum acara pidana yang ada tentang penjalanan putusan pengadilan, maka pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati, menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.”

Pelaksanaannya dijalankan oleh Polisi Brimob {Pasal 10 ayat (1)}.

 

            Kewenangan membunuh hanya atas perintah undang-undang kepada petugas tertentu yang ditunjuk berdasarkan kewenangan pejabat tertentu yang ditunjuk oleh undang-undang.

 

 

Ada 2 keadaan yang diperbolehkan untuk menghilangkan nyawa manusia, yaitu membunuh dalam peperangan dan membunuh dalam menghukum.

 

Selain ketentuan yang telah disampaikan di awal terdapat pengecualian yang secara tidak langsung melindungi kepentingan hukum pribadi seseorang. Terutama sebagai payung hukum bagi Prajurit TNI dalam penugasan operasi militer terutama pada operasi militer selain perang (OMSP) dapat menggunakan penerapan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku positif di Indonesia. Penerapan payung hukum tersebut digunakan sebagai bentuk perlindungan yang bersifat represif artinya diterapkan ketika ada serangan dan/atau ancaman serangan, serta keberbahayaan dan/atau ancaman keberbahayaan terhadap diri sendiri bahkan terhadap orang lain ataupun barang yang berada di sekitarnya.

 

Adapun bentuknya dibagi menjadi dua macam dilihat dari aspek legalitas pihak lainnya yang berkaitan langsung dengan keadaan kritis yang sedang dihadapi oleh anggota militer.

 

1.            Sikap dan perbuatan pihak lain yang bersifat melawan hukum.

 

Perhatikan penerapan Pasal 49 ayat (1) KUHP sebagai berikut:

 

”Tidak dipidana, barang siapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu”.

 

Jika kita kaitkan dengan ketentuan dalam agama Islam, diatur dalam QS. Al-Baqarah: 190, yang terjemaahannya sebagai berikut: Dan perangilah di jalan Allāh orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allāh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

 

Perhatikan pula ketentuan Allāh ﷻ dalam Al-Qurän QS. Al-Maaidah: 32 yang terjemaahannya:

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas di muka bumi.

 

 

2.            Sikap dan perbuatan pihak lain yang tidak bersifat melawan hukum.

 

Perhatikan penerapan Pasal 48 KUHP sebagai berikut:

 

”Barang siapa melakukan tindak pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.”

 

Pada keadaan yang dimaksud pada pasal ini sebetulnya masih ada kaitannya dengan ketentuan Pasal 49 ayat (1) KUHP. Tetapi pada pasal ini yang menjadi penekanannya adalah bukan perbuatan pihak lain melainkan situasi dan kondisilah yang memaksa seseorang untuk berbuat lain dari yang diharuskan. Tentunya yang dipertaruhkan disini adalah keselamatan seseorang. Ketika hanya ada dua pilihan antara menyelamatkan diri sendiri atau orang lain maka seseorang diperkenankan untuk memilih di antara keduanya.

 

Jika seseorang lebih memilih menyelamatkan diri sendiri daripada orang lain, maka orang tersebut tidak dapat dipersalahkan dari sisi hukum, karena ketika orang lainpun memilih hal yang sama maka kepentingan hukum keduanya berada pada posisi seimbang, sehingga memang karena situasi dan keadaannya diperkenankan untuk mengambil solusi yang lebih baik, yaitu jika dibandingkan dengan mengabaikan keselamatan semua orang.

Lagipula tidak bisa diharapkan semua orang akan lebih mengorbankan dirinya demi keselamatan orang lain.

 

Contoh:

Ketika ada dua orang mengalami kecelakaan kapal kemudian keduanya terapung di lautan, sementara hanya tersedia papan atau pelampung untuk satu orang saja. Ketika di antara keduanya memilih untuk berusaha menyelamatkan diri masing-masing maka terhadap perkara seperti ini tidak akan dijatuhkan hukuman terhadap pelakunya.

 

Mencelakai atau bahkan membunuh orang lain adalah suatu kejahatan, namun dalam hal ini terdapat unsur peniadaan kesalahan. Niatnya untuk mencelakai orang lain dimaafkan demi hukum sehingga pelakunya dapat dibebaskan.

 

Contoh lain:

Dua orang berada di dalam suatu gedung yang mana situasi pada saat itu terjadi kebakaran gedung ataupun terjadi gempa. Maka tidak bisa diharapkan salah satu di antara keduanya saling membantu satu sama lain jika menurut pertimbangan saat itu sangat tidak memungkinkan untuk saling membantu karena akan dapat membahayakan keselamatan keduanya. Ketika salah seorang dari mereka lebih memilih untuk menyelamatkan diri sendiri maka yang demikian juga tidak akan dipersalahkan menurut hukum.

 

Membiarkan keselamatan orang lain terancam atau meninggalkan orang yang membutuhkan orang lain adalah juga suatu pelanggaran, namun dalam hal ini juga terdapat unsur peniadaan kesalahan. Niatnya untuk membiarkan orang lain tidak tertolong dimaafkan demi hukum sehingga pelakunya dapat dibebaskan.

 

Kedua contoh di atas sangat erat kaitannya dengan ketentuan Pasal 531 KUHP: ”Barangsiapa ketika menyaksikan seseorang yang sedang berada dalam bahaya maut tidak memberikan pertolongan yang dapat diberikan kepada orang itu walaupun tidak membahayakan dirinya atau orang lain, diancam, bila kemudian orang itu meninggal, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

 

Disitu terdapat syarat ”jika tidak membahayakan dirinya sendiri atau orang lain (lagi selain yang dimaksud sebagai obyek pertama itu)”.

 

 

Jika kita hubungkan dengan pembahasan di atas, dalam hal pelaksanaan OMSP tidak ada institusi militer manapun (TNI) yang memerintahkan anggotanya untuk melakukan pembunuhan terhadap pihak-pihak yang mengancam, menggangu, menghambat, dan menantang/menentang tugas pokok TNI. Untuk memudahkan dalam penyebutan, pihak-pihak tersebut kita namakan saja dengan ”musuh”. Dalam hal ini adalah niatnya untuk menimbulkan hilangnya nyawa orang lain yang ditiadakan.

 

Seorang Prajurit TNI tidak didoktrin untuk berniat membunuh musuhnya. Kewenangannya hanya sebatas menangkap dan/atau melumpuhkan musuh. Kewenangan untuk membunuh seseorang telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana yang dijelaskan di awal pembahasan. Adapun bila terjadi kematian pada diri musuh yang dimaksud maka itu haruslah sebagai bentuk pembelaan diri karena terpaksa sebagaimana yang diperbolehkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Jika kita ilustrasikan dengan kegiatan Prajurit TNI di daerah operasi/penugasan, pada dasarnya tugas-tugas yang dilaksanakan oleh TNI adalah sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Tugas pokok TNI (pasal 7) adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, sangatlah wajar jika Prajurit TNI yang melaksanakan perintah dari Pimpinan/Atasannya terpaksa melakukan pembelaan diri ketika mereka diserang oleh pihak-pihak yang memusuhi keberadaan mereka di daerah penugasan. Karena sesungguhnya penugasan mereka juga didasari oleh niat untuk memperoleh simpati masyarakat Indonesia, meluruskan pemikiran yang keliru dan tidak sesuai dengan konstitusi NKRI, serta menciptakan perdamaian di kawasan tanah air.

 

Meskipun demikian, tidaklah mungkin bagi setiap orang (siapa saja) untuk membiarkan dirinya ditembaki atau dilukai bahkan hingga menjadi korban (luka/mati) oleh siapapun itu orangnya. Tentu saja setiap orang akan berusaha menyelamatkan diri, memilih untuk bersikap menjaga keselamatan diri dan orang lain (selain musuh).

 

 

Berdasarkan/memedomani asas-asas hukum sebagaimana penulis jelaskan di atas maka dalam prakteknya, kita dapat membagi pedoman urgensitas tindakan Prajurit TNI di daerah operasi/penugasan terhadap orang/pihak yang melakukan tindakan-tindakan permusuhan menjadi dua bagian inti/pokok sebagai berikut:

 

1.            Ketika ada serangan.

 

Serangan itu dapat berupa serangan dengan menggunakan senjata api ataupun senjata tajam. Jika serangan itu berupa tembakan senjata api dari seseorang atau pihak-pihak yang tidak memiliki legalitas untuk menggunakan senjata api, maka Prajurit TNI dapat meniadakan serangan tersebut dengan cara membalas tembakan. Bukan dengan niat untuk membunuh melainkan untuk melumpuhkan supaya pihak-pihak yang menyerang tersebut tidak bisa lagi melakukan serangan (berupa tembakan senjata api).

 

Dengan dilakukannya balasan tembakan oleh Prajurit TNI bukan berarti atau jangan langsung diartikan bahwa prajurit tersebut berniat membunuh atau menginginkan si penyerang meninggal dunia. Karena melakukan balasan tembakan belum tentu mengakibatkan yang ditembak mati.

Dan juga ketika Prajurit TNI membalas tembakan jangan selalu diharapkan bahwa perkenaan dari tembakan itu haruslah hanya kaki, atau hanya tangan, melainkan bisa bagian mana saja karena perihal membalas tembakan tentunya cenderung dilakukan dalam waktu yang seketika dan secepat mungkin sedemikian rupa dengan harapan pihak yang menyerang berhenti melakukan serangan serta menyerah dan juga dengan maksud agar Prajurit TNI yang diserang tidak mengalami/menjadi korban luka ataupun meninggal dunia.

 

Jika serangan itu berupa sabetan senjata tajam yang diarahkan kepada seorang Prajurit TNI maka sabetan tersebut perlu segera dihindari (jika masih bisa) atau segera melakukan tindakan lain yang dapat dibenarkan menurut hukum dengan cara menembak kaki atau tangannya sedemikian rupa agar si penyerang tidak bisa lagi melakukan usaha/gerakan sabetan atau bacokan yang dapat membahayakan Prajurit TNI tersebut. Untuk mengantisipasi keadaan yang dapat membahayakan seperti ini maka perlu senantiasa menjaga jarak aman terhadap pihak-pihak yang membawa senjata tajam dan tidak mau kooperatif. Khusus untuk pembahasan pada paragrap ini, lakukan tindakan-tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum seperti melakukan peringatan-peringatan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan melumpuhkan (bukan mematikan), dan itupun dilakukan jika masih memungkinkan.

 

            Setiap orang berhak untuk menjaga dan mempertahankan keselamatan dirinya sendiri demikian juga seorang Prajurit TNI, yang penting dilakukan dengan cara-cara yang benar sesuai kaidah hukum yang berlaku di Indonesia.

 

Oleh karena itu mari luruskan niat dan samakan persepsi.

 

 

2.            Ketika ada ancaman serangan.

 

Ketika ada pihak lain yang membawa senjata api ilegal tanpa maksud yang dapat dipertanggungjawabkan yang berada di hadapan atau di sekitar Prajurit TNI maka mereka akan dianggap sebagai suatu keadaan yang dapat mengancam keselamatan Prajurit TNI. Sehingga ketika pihak-pihak yang membawa senjata tersebut sudah nyata-nyata dapat dikenali maka Prajurit TNI dapat segera mempertimbangkan tindakan apa yang harus segera dilakukan dalam rangka meniadakan ancaman serangan.

Jika yang dibawa oleh pihak lain (yang memusuhi TNI) itu adalah senjata api maka dikategorikan sebagai ancaman serangan jika sudah berada di dalam jarak tembak efektif senjata api yang dimaksud (jarak bisa mencapai ratusan meter). Sedangkan jika yang dibawanya adalah senjata tajam maka dikategorikan sebagai suatu ancaman serangan apabila berada pada jarak tertentu (lebih dekat, hanya beberapa meter) yang dapat membahayakan keselamatan seorang Prajurit TNI.

 

Setiap orang berhak untuk menjaga dan mempertahankan keselamatan dirinya sendiri demikian juga seorang Prajurit TNI, yang penting dilakukan dengan cara-cara yang benar sesuai kaidah hukum yang berlaku di Indonesia.

 

Oleh karena itu sekali lagi mari luruskan niat dan samakan persepsi.

 

 

Sahabat Diskusihidup yang baik hati,

 

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas mari luruskan niat. Berikut ini beberapa hal yang mungkin bisa menjadi pedoman:

 

1.            Niatkan setiap kegiatan apalagi penugasan di daerah operasi sebagai sarana ibadah.

 

2.            Adakan pendekatan yang humanis untuk memperbaiki keadaan yang selama ini dianggap telah kacau/rawan dengan tetap memperhatikan faktor keamanan/keselamatan personel.

 

3.            Lakukan kegiatan-kegiatan pengamanan dan pembersihan dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

4.            Ingatlah bahwa pada dasarnya seseorang tidak boleh memiliki niat untuk membunuh manusia selain berdasarkan kewenangan yang ditentukan menurut hukum, maka berlatihlah untuk meluruskan niat.

 

5.            Senantiasa meminta taufik dan hidayah dari Tuhan Yang Maha Kuasa agar senantiasa dibimbing di jalan yang lurus.

 

6.      Senantiasa meminta ampunan atas segala yang kita kerjakan baik itu salah maupun benar menurut kita.

 

7.    Tanamkan bahwa sejatinya jiwa seorang Prajurit TNI itu TIDAK KERAS DAN SADIS melainkan LEMBUT TETAPI TEGAS.

 

”Sayangilah sesama manusia karena sejatinya kesejahteraan itu bersumber dari kasih sayang.”

 

Fii amanillaah...........Semoga tetap sehat dan tetap semangat!!!

Sunday, January 7, 2024

PERBUATAN JAHAT ITU BELUM TENTU DILAKUKAN OLEH SEORANG PENJAHAT (TERDAPAT TIGA TIPE BESAR MANUSIA DITINJAU DARI PERILAKUNYA)

        Setiap orang yang dilahirkan di dunia ini pada dasarnya baik. Namun pada perkembangannya tergantung kepada situasi dan kondisi yang terjadi dan berpengaruh terhadap diri manusianya. Sehingga dalam pergaulannya belum tentu setiap orang dapat menjadi orang yang betul-betul baik. Setiap manusia ada kekurangan, kelemahan, dan kelengahan, baik yang disadari maupun tidak. Meskipun demikian setiap manusia senantiasa diberi kesempatan untuk kembali baik dan menjadi lebih baik.

 

 


Ada 3 tipe besar manusia ditinjau dari perilakunya dalam praktek kehidupan, yaitu tipe manusia yang cenderung selalu berbuat baik, manusia yang terkadang berbuat baik dan kadang berbuat tidak baik, serta tipe manusia yang senantiasa berbuat tidak baik.

 

1.            Manusia yang cenderung selalu berbuat baik.

 

Tipe yang seperti ini banyak terlihat di masyarakat contohnya ustadz, pendeta, guru, dan lain-lain yang dianggap sebagai sosok yang diharapkan dapat senantiasa memberikan teladan kepada orang-orang di sekitarnya.

 

2.            Manusia yang terkadang berbuat baik dan terkadang berbuat tidak baik.

 

Tipe manusia yang seperti ini agak sulit untuk mengidentifikasikannya ke dalam bentuk status atau jenis pekerjaan/mata pencaharian yang mudah dikenali kesehariannya. Secara standar mungkin terjadi pada manusia pada umumnya, pihak keluarga terdekat akan lebih mudah mengenalinya atau teman yang kesehariannya bergaul pun akan mudah mengenali perilakunya.

Meskipun demikian tidak sedikit pula orang yang terpandang baik sering melakukan hal-hal yang tidak baik.

 

3.            Manusia yang senantiasa berbuat tidak baik.

 

Untuk tipe manusia seperti ini sangat mudah untuk mengenalinya. Setiap orang akan mudah mengidentifikasi dari status atau jenis pekerjaan/mata pencahariannya. Contoh: pencuri, pencopet, penjambret, penipu, pelacur, dan lain-lain sejenisnya. Setiap orang yang berprofesi seperti itu mudah dikenali sebagai golongan orang-orang yang berperilaku tidak baik.

 

            Tipe-tipe sebagaimana yang dijelaskan di atas jika dihubungkan dengan pemidanaan, tentunya cukup berpengaruh terhadap berat dan ringannya hukuman yang akan dijatuhkan oleh hakim.

 

Pertama.

Jika pelaku termasuk tipe yang pertama maka hukumannya akan cenderung lebih berat jika ada unsur kesengajaan dari perbuatannya yang dilakukan terhadap korban yang tidak bersalah atau karena terdapat unsur perencanaan terlebih dahulu. Sebaliknya hukuman terhadap pelakunya akan cenderung lebih ringan jika pihak korban adalah orang yang mendahului melakukan kesalahan terhadap pelaku baik secara langsung maupun tidak langsung.

 

Kedua.

Jika pelaku termasuk tipe yang kedua maka hukumannya bisa cenderung lebih ringan, atau bahkan bisa bebas jika pelaku termasuk dalam kategori orang yang tidak sehat akal dan jiwanya menurut ketentuan Pasal 44 KUHP (lama).

 

Ketiga.

Jika pelaku termasuk tipe yang ketiga maka hukumannya sudah pasti berat. Untuk manusia pada tipe ini jelas-jelas dikategorikan sebagai orang jahat. Namun perlu diingat, ada sebagian perbuatan yang belum tentu menunjukkan bahwa kesehariannya adalah seperti itu. Perhatikan perbuatan mencuri. Seorang pencuri belum tentu bahwa mata pencahariannya adalah mencuri barang orang lain. Bisa saja ia mencuri karena pada saat itu memang dalam keadaan membutuhkan yang sangat terpaksa, sebelumnya tidak pernah dan mungkin tidak akan pernah lagi mencuri setelahnya. Bandingkan dengan perbuatan melacur. Ketika dikatakan sebagai pelacur, sudah tentu bahwa orang itu menjadikan perbuatan berzinahnya sebagai kebiasaan atau bahkan mata pencaharian. Dan seterusnya sesuai dengan perbuatan apa yang dilakukan oleh seseorang.

 

 

Meskipun demikian, berikut ini adalah hal-hal yang dapat meringankan perbuatan pelaku:

a.            Perbuatan pelaku relatif dilakukan pada saat itu juga;

b.            Pelaku terdorong karena emosi sesaat, perbuatannya bukan merupakan kebiasaan;

c.            Adanya perbuatan lain yang diduga melawan hukum (yang bukan sebagai bentuk serangan langsung dari korban terhadap pelaku ataupun terhadap orang atau barang yang berada di dekat/sekitar pelaku);

d.            Pelaku pada dasarnya bukan orang jahat; dan

e.            Pelaku tidak bersungguh-sungguh berniat untuk melukai korban.

 

 

Sahabat Diskusi Hidup yang berbahagia.

 

Termasuk ke dalam tipe yang manakah diri kita?

Kita sendiri yang menentukannya. Semoga kita senantiasa termasuk golongan orang-orang yang berbuat baik dan berusaha menjadi lebih baik.

 

TETAP SEHAT DAN TETAP SEMANGAT!!!

HATI-HATI MEMINJAMKAN TANAH DAN RUMAH HARUS BERSIAP KARENA BISA SAJA ORANG YANG DITOLONG BERKHIANAT TIDAK MAU PERGI MENINGGALKAN TANAH DAN RUMAH TERSEBUT

Ysh. Sahabat Diskusihidup yang berhati mulia ,   Mungkin Sahabat berhati mulia meminjamkan tanah dan rumah untuk ditempati oleh orang la...