Translate

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH
Referensi Hukum dan Filsafat

Saturday, November 19, 2022

PERCERAIAN ITU JALAN TERAKHIR KECUALI JIKA SUDAH FATAL DAN SANGAT TERPAKSA, TIDAK ADA JALAN LAIN, BERIKUT INI CONTOH BERITA ACARA MEDIASI DAN KESEPAKATAN PERCERAIAN

        Rekan-rekan yang saya cintai. Ingatlah masa lalu, masa kini, dan yang akan datang. Sebenarnya hidup itu sangatlah singkat, tinggalkan kesan yang baik kepada pasangan sebelum kalian berpisah untuk selama-lamanya. Perceraian itu jalan terakhir, kecuali jika sudah fatal dan sangat terpaksa, tidak ada jalan lain, berikut ini contoh berita acara mediasi dan kesepakatan perceraian.

 

CONTOH BERITA ACARA MEDIASI DAN KESEPAKATAN PERCERAIAN

 

Pada hari ini, ………… tanggal ……. bulan ……. tahun ………. (….-….-….), kami yang bertanda tangan di bawah ini:

 

1.     Nama                       :

Tempat/tgl.lahir       :

Agama                     : Islam

Pekerjaan                 :

Alamat                     :

 

NIK                          :

sebagai suami selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama, dan

 

2.     Nama                        :

        Tempat/tgl.lahir        :

        Agama                      : Islam

        Pekerjaan                  :

        Alamat                      :

 

        NIK                           :

sebagai istri selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.

Untuk selanjutnya kedua-duanya disebut pula sebagai Para Pihak.

 

       Bahwa Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah melakukan mediasi yang telah didahului dengan upaya-upaya untuk menyatukan kembali keutuhan rumah tangga Para Pihak baik oleh Para Pihak sendiri maupun oleh keluarga-keluarga dari Para Pihak dan pihak lain yang berkaitan terutama dalam hal kedinasan. Namun hal itu tidak membuahkan hasil yang baik, sehingga setelah melalui pemikiran dan pertimbangan yang panjang dan matang, akhirnya Para Pihak bersepakat untuk tetap menindaklanjuti hubungan perkawinan diakhiri dengan perceraian. Hal mana akan didahului dengan pengajuan permohonan izin perceraian melalui kedinasan kemudian permohonan gugatan perceraian kepada Pengadilan Agama terkait baik oleh salah satu pihak ataupun Para Pihak secara bersama-sama.

 

         Bahwa Para Pihak berjanji untuk tetap menjaga tali silaturahmi yang baik, sebagai sesama manusia dan juga demi kebahagiaan anak-anak dari Para Pihak.

 

            Bahwa Pihak Pertama bersedia untuk tetap memperhatikan anak-anaknya terutama yang masih membutuhkan nafkah dari seorang ayah, karena tidak ada bekas anak meskipun ada bekas istri.

 

            Bahwa Para Pihak sepakat untuk hak asuh anak tetap berada pada Pihak Kedua (bagi yang masih dalam asuhan atau belum bisa mandiri) dan Para Pihak tidak akan melarang jika anak-anaknya ingin berkunjung baik kepada Pihak Pertama ataupun Pihak Kedua.

 

            Bahwa Para Pihak sepakat mengenai harta gono-gini (yang diperoleh selama perkawinan) akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat dan diselesaikan menurut syariat Islam.

 

            Demikian berita acara mediasi dan kesepakatan perceraian ini dibuat dengan sebenar-benarnya, penuh kesadaran, tanpa paksaan dari pihak manapun. Dibuat dan ditandatangani pada hari dan tanggal seperti tersebut di atas, dalam rangkap 2 (dua) bermaterai cukup, memiliki kekuatan hukum yang sama, dan dipergunakan untuk sebagaimana perlunya. Semoga Allāh mengampuni kita semua āmīn Yā Rabbal'ālamīn.


            PIHAK KEDUA                              PIHAK PERTAMA

               (tanda tangan)                                    (tanda tangan)

                   (NAMA)                                            (NAMA)


SAKSI-SAKSI


1.    ................... (tanda tangan)


2.    ................... (tanda tangan)

Thursday, November 10, 2022

MEREKAYASA FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL PENYEBAB SEORANG PRAJURIT TNI MELAKUKAN PELANGGARAN THTI DAN DESERSI YANG SEBAIKNYA KOMANDAN SATUAN PERLU TAHU

    Di dalam alasan atau penyebab seorang prajurit TNI melakukan pelanggaran THTI dan desersi (juga biasa dieja ”disersi”) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Oleh karena itu begini caranya merekayasa faktor internal dan faktor eksternal penyebab seorang prajurit TNI melakukan pelanggaran THTI dan desersi yang sebaiknya komandan satuan perlu tahu.

 

 

Faktor Internal.

 

Faktor internal adalah hal-hal yang mempengaruhi tindakan si pelaku yang murni datang dari diri sendiri. Dalam hal ini faktor internal yang mempengaruhi seorang prajurit TNI melakukan THTI dan desersi adalah:

 

1.            Prajurit tersebut memang sudah tidak ingin lagi tetap menjadi anggota militer karena tidak sesuai dengan hati nurani;

2.            Memiliki sifat manja atau rapuh;

3.            Tidak suka diatur orang lain;

4.            Sering sakit-sakitan atau memiliki penyakit yang sulit atau tidak bisa diobati.

 

Untuk faktor internal yang pertama, perlu kita sadari bahwa jika menurut hati nurani seseorang merasa sudah tidak cocok di hati untuk tetap berada di lingkungan kehidupan militer tentu agak sulit untuk dipaksakan. Meskipun demikian masih bisa diupayakan untuk diubah. Seorang komandan satuan perlu mengupayakan agar prajurit TNI yang bersangkutan tertarik dan tetap tertarik, memiliki kebanggaan menjadi seorang prajurit TNI. Perlu diadakan upaya pembinaan dan kreatifitas komandan satuan untuk menunjang hal itu.

 

Jika seorang prajurit memiliki sifat manja atau bahkan rapuh, sudah menjadi kewajiban dari Atasan atau seniornya untuk membina. Pembinaan di sini haruslah diartikan positif dengan cara melakukan bimbingan dan ajaran kearah kedewasaan dan kemandirian prajurit tersebut, bukan pembinaan yang cenderung bersifat kekerasan. Hal ini harus ditangani oleh Atasan atau senior yang paham bagaimana memperlakukan dan mengarahkan orang dengan karakter seperti itu sehingga memiliki kesadaran, ketegaran, dan menjadi mandiri. Jika salah penanganannya tentu hal ini malah akan membuat prajurit tersebut menjadi tidak tahan berada dalam kehidupan militer dan lebih memilih melarikan diri dari kesatuan atau yang lebih dikenal dengan istilah THTI dan desersi.

 

Ketika seorang prajurit memiliki karakter tidak mau diatur oleh orang lain, maka hal ini pun perlu penanganan yang tidak gegabah. Kita harus memahami terlebih dahulu latar belakang dari prajurit tersebut dan mencari tahu apa yang menyebabkan seperti itu, apakah timbul dari sikap keras kepalanya ataukah karena ia merasa pihak yang mengatur tidak pantas untuk melakukan itu terhadap dirinya. Jika prajurit tersebut adalah orang yang tergolong baru menjadi prajurit tentunya hal ini sudah menjadi karakter awal atau sifat bawaan sejak lahir. Namun jika prajurit tersebut sudah tergolong anggota lama biasanya hal ini disebabkan oleh sikap egois yang timbul lambat laun karena dirinya merasa sudah menjadi orang yang jauh lebih mapan dari prajurit yang lain serta merasa sudah banyak memberikan kontribusi kepada satuan bahkan mungkin kepada Atasannya. Untuk model yang terakhir ini jika yang bersangkutan melakukan Desersi tentu disebabkan yang bersangkutan sudah merasa tidak memerlukan lagi bergantung pada gaji di militer dan lebih memilih konsentrasi ke mata pencahariannya yang baru yang sudah dirintis selama menjadi prajurit TNI.

 

Untuk mengatasi prajurit baru yang memiliki karakter dasar tidak mau diatur oleh orang lain, perlu penanganan yang cukup serius karena hakekatnya seorang prajurit itu adalah orang yang dapat diatur dan diarahkan sesuai kepentingan satuan atau militer. Orang yang tidak mau diatur itu ibarat batu. Ia akan berubah bentuk bisa dengan diperlakukan keras atau halus tapi mengarahkan. Ibarat batu, jika diubah dengan perlakuan keras seperti dipukul, dibanting, dilempar, atau ditindih/dilindas tentu dapat mengakibatkan kehancuran terhadap batu tersebut. Namun coba kita lihat air yang menetes terus-menerus pada suatu batu, lama-kelamaan batu tersebut berubah bentuk mengikuti tekanan air. Dari filsafat ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa jika metode yang kita terapkan untuk mempengaruhi jiwa seseorang sudah tepat tentu kemungkinan besar akan mendapatkan hasil yang baik.

 

Ketika faktor internal yang kedua dan ketiga kita kaitkan dengan sistem perekrutan prajurit TNI, tentunya hal ini berkaitan erat dengan keadaan psikologi dan kesehatan jiwa calon prajurit TNI. Ketika dilakukan observasi/penelitian atau pengetesan terhadap calon prajurit TNI, Psikologi dan kesehatan jiwa memiliki standarisasi yang jelas mengenai persyaratan psikologi dan kesehatan jiwa yang bagaimana yang dikategorikan memenuhi persyaratan untuk menjadi prajurit TNI. Oleh karena itu standar yang dimiliki psikologi dan kesehatan jiwa harus dilaksanakan dengan konsisten, artinya ketika hasil yang diperoleh ternyata tidak memenuhi syarat maka tidak boleh dipaksakan calon tersebut diterima meskipun dengan alasan putera daerah, orang asli daerah, warga lokal, ataupun keluarga pejabat. Lebih baik merekrut jumlah prajurit yang baru yang sedikit dan berkualitas daripada merekrut jumlah prajurit TNI yang banyak namun minim kualitasnya.

 

Untuk faktor internal yang keempat, memungkinkan seorang prajurit TNI melakukan THTI dan desersi. Ketika yang bersangkutan mengidap penyakit yang sulit atau tidak bisa disembuhkan, biasanya akan merasa malu dan lebih memilih menjauh dari komunitas sosial terutama lingkungan TNI yang identik dengan postur prajurit ideal dari sisi fisik/lahiriah. Timbulkan kepercayaan diri terhadap para anggota yang ada di kesatuannya. Tanamkan kepercayaan dan keyakinan bahwa sesuatu hal akan terasa ringan jika ditanggung bersama-sama.

 

Menjadi seorang prajurit TNI haruslah merupakan keinginan sendiri bukan sekedar keinginan orang tua ataupun paksaan dari pihak lain. Sebaiknya seorang calon prajurit haruslah mengetahui bahwa ketika menjadi seorang prajurit TNI akan mengemban tugas atau beban yang tidak ringan. Oleh karena seorang prajurit TNI harus memiliki keteguhan hati dan fisik yang prima untuk bekerja dengan ikhlas, sepenuh hati, dan penuh rasa tanggung jawab kepada bangsa dan negara maka seorang calon prajurit TNI harus mempersiapkan diri dari segi fisik dan mental, dalam hal ini jasmani dan rohani harus dalam kondisi sehat.

 

 

Faktor Eksternal.

 

Faktor eksternal adalah hal-hal yang mempengaruhi tindakan si pelaku yang datang dari luar diri pelaku yang bersifat memaksa baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap diri pelaku untuk melakukan THTI dan desersi. Dalam hal ini faktor eksternal yang mempengaruhi seorang prajurit TNI melakukan THTI dan desersi adalah:

 

1.            Mendapatkan tekanan dari Atasan atau senior;

2.            Ada tuntutan-tuntutan dari pihak lain terhadap dirinya;

3.            Terjebak persoalan lain yang diluar kehendak atau kemampuannya;

4.            Sistem perekrutan masih berpatokan kepada kuota penerimaan.

 

Faktor eksternal yang pertama memang sering menjadi penyebab prajurit TNI melakukan THTI dan desersi terutama bila yang bersangkutan merasa terkejut dengan perbedaan kehidupan yang selama ini ia jalani sebagai orang sipil, karena merasa tidak tahan akhirnya yang bersangkutan lebih memilih pergi dari satuan. Oleh karenanya komandan satuan perlu mengambil langkah preventif dengan memberikan arahan kepada prajurit TNI senior tentang bagaimana cara yang baik dan benar dalam melakukan pembinaan terhadap para juniornya di kesatuan.

 

Yang termasuk dalam kategori faktor eksternal yang kedua di antaranya adalah mempunyai hutang yang banyak dan sering ditagih-tagih oleh orang lain supaya ia segera membayar atau melunasinya, dituntut untuk menikahi seorang wanita sementara ia sudah menikah atau beberapa orang wanita minta dinikahinya sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa yang sudah diperbuat prajurit TNI tersebut, dan ada pula yang berupa tuntutan atau ancaman pemeriksaan atas dugaan tindak pidana terhadap dirinya dari kesatuan sehingga untuk menghindari hal tersebut ia lebih memilih melarikan diri dari dinas militer.

 

Faktor eksternal ketiga juga bisa terjadi meskipun kemungkinannya sangat kecil. Faktor eksternal ketiga ini antara lain adalah berada di tempat lain dalam keadaan sakit namun tidak berani melapor sehingga baru bisa kembali ke satuan setelah kondisi sembuh, atau karena masih menghadapi permasalahan yang baru muncul ketika yang bersangkutan pulang kampung dan tempatnya sangat jauh dari satuan sehingga tidak bisa secepatnya kembali namun tidak berani laporan, atau bisa juga kendala lain seperti sarana komunikasi yang terganggu sehingga prajurit tersebut tidak bisa melaporkan perkembangannya ke satuan. Bahkan terjadi juga prajurit yang telah melakukan THTI dan desersi kemudian kembali ke satuan namun tidak diterima oleh dansatnya dan diusir dari satuan, sehingga karena disebabkan ketidaktahuannya juga terpaksa yang bersangkutan melanjutkan ketidakhadirannya itu.

 

Yang tidak kalah pentingnya adalah faktor eksternal keempat. Seyogyanya perihal perekrutan adalah garda paling depan dalam memilih orang-orang yang pantas menjadi prajurit TNI. Pada saat perekrutan calon prajurit TNI sudah dilaksanakan dengan ketat, penguji tidak mengetahui nama/identitas calon karena menggunakan barcode, kemudian pada saat seleksi diawasi oleh pengawas dari suatu kesatuan yang berkompeten untuk itu dan menyandang pangkat yang cukup tinggi. Dengan kata lain para penilai/penguji sudah berusaha sebaik mungkin melaksanakan seleksi dan menggunakan alat tes/uji terhadap calon prajurit TNI. Calon prajurit TNI yang mendapatkan hasil lulus sudah sesuai dengan pelaksanaan tes. Namun apabila ternyata ada kebijakan bahwa yang diterima menjadi prajurit pertahun harus memenuhi kuota tertentu sehingga nilai calon prajurit TNI yang memiliki nilai di bawah nilai lulus pun terpaksa diluluskan untuk memenuhi kuota tersebut, maka hal itu sudah selayaknya ditinjau ulang. Kondisi seperti ini dapat juga kita cermati pada suatu keadaan yang mana ada kecenderungan untuk lebih memprioritaskan putera daerah, orang asli daerah, warga lokal, ataupun keluarga pejabat untuk diterima menjadi prajurit TNI meskipun sebagian dari mereka belum termasuk kategori “memenuhi syarat”. Bila terdapat karakter-karakter yang sebetulnya tidak cocok dengan militer namun tetap diijinkan masuk menjadi prajurit baru tentu akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari ketika prajurit tersebut berdinas di kesatuan. Keinginan merekrut prajurit baru yang kurang berkualitas akan memberi dampak kerugian terhadap kinerja kesatuan.

 

Calon prajurit TNI yang dilantik menjadi prajurit TNIalah personel yang benar-benar telah teruji dengan instrumen-instrumen pengujian dalam rekrutmen prajurit. Apabila pada suatu masa perekrutan ternyata tidak dapat memenuhi kuota kebutuhan personel prajurit TNI maka perlu diselenggarakan beberapa kali masa rekrutmen calon prajurit TNI. Memang hal ini akan berdampak pada penambahan biaya penyelenggaraan rekrutmen. Namun untuk memperoleh calon-calon prajurit TNI yang siap dan dapat disiapkan perlu kompensasi yang cukup dari sisi pembiayaan.

 

            Meskipun demikian, perihal perekrutan prajurit TNI belum bisa dijadikan sebagai faktor penentu yang berpengaruh terhadap terjadinya pelanggaran THTI dan desersi oleh prajurit TNI. Pada saat tes, pemeriksaan baik kesehatan jiwa maupun psikologi yang dilakukan terhadap calon prajurit TNI adalah tanpa tekanan baik fisik maupun psikis baik oleh penguji atau dari pihak manapun. Sehingga hasil tes kesehatan jiwa dan psikologi yang mencapai nilai lulus dianggap telah memenuhi kriteria penerimaan calon prajurit TNI. Sedangkan setelah menjadi prajurit TNI, semuanya akan ditempatkan di satuan-satuan kerja TNI yang dalam dinamika di lapangan akan ditemui berbagai persoalan baik yang sudah diperkirakan sebelumnya maupun yang belum tergantung penempatan prajurit itu sendiri. Keadaan prajurit TNI yang bersangkutan di satuan tempatnya bekerja dan pembinaan terhadapnyalah yang lebih mungkin merupakan faktor yang paling menentukan seorang prajurit TNI melakukan THTI dan desersi atau tidak.

Monday, November 7, 2022

MENGETAHUI DAN MENGENALI TINDAK TANDUK PRAJURIT TNI YANG BERADA DI BAWAH KOMANDONYA AGAR DAPAT MENGANTISIPASI DAN MEMINIMALISIR/MENGURANGI TERJADINYA PELANGGARAN THTI DAN DESERSI DI KESATUAN

       Tiap-tiap orang yang menjadi prajurit TNI tidak selalu semuanya dapat bertahan tetap menjadi prajurit TNI. Tidak sedikit yang setelah masuk menjadi prajurit TNI kemudian melarikan diri dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota militer. Oleh karena itu alangkah lebih baik jika kita mengetahui dan mengenali tindak tanduk prajurit TNI yang berada di bawah komandonya agar dapat mengantisipasi dan meminimalisir/mengurangi terjadinya pelanggaran THTI dan desersi (biasa juga dieja ”disersi”) di kesatuan. Berikut ini adalah beberapa contoh alasan atau penyebab seorang prajurit TNI melakukan THTI dan desersi.

 

           Prajurit TNI yang rentan akan melakukan tindakan THTI dan desersi di antaranya adalah sebagai berikut:

 

1.            Menjadi anggota militer bukan pilihan hidupnya. Pada awalnya mendaftar menjadi tentara (prajurit TNI) bukan berdasarkan keinginan pribadi melainkan sekedar menjalankan amanah orang tua, dan ketika setelah diterima menjadi tentara merasa tidak nyaman atau bertentangan dengan hati nurani kemudian yang bersangkutan lebih memilih melakukan Desersi. Menjadi seorang prajurit TNI haruslah merupakan keinginan sendiri bukan sekedar keinginan orang tua ataupun paksaan dari pihak lain;

 

2.            Mendaftar menjadi anggota militer hanya ikut-ikutan teman dan gengsi sehingga ketika ada kesempatan segera melarikan diri dari tugas sebagai anggota militer. Sebaiknya seorang calon prajurit haruslah mengetahui bahwa ketika menjadi seorang prajurit TNI akan mengemban tugas atau beban yang tidak ringan;

 

3.            Mempunyai permasalahan hutang yang sangat banyak. Dikarenakan memiliki gaya hidup yang berlebihan tidak sesuai kemampuan kemudian akhirnya yang bersangkutan banyak memiliki hutang dimana-mana. Ada juga karena memiliki kebiasaan berjudi dan sering kalah akhirnya dibebani hutang yang banyak sehingga sering ada orang yang menagih. Merasa tidak ada solusi terhadap permasalahannya itu yang bersangkutan lebih memilih Desersi untuk lari dari tanggung jawab;

 

4.            Bermasalah dengan perempuan. Ada yang karena telah menghamili seorang perempuan dan tidak mau bertanggung jawab karena merasa bukan anaknya atau karena mengetahui bukan hanya yang bersangkutan yang telah tidur bersama perempuan tersebut. Ada juga yang karena tidak disetujui orang tua pihak perempuan sehingga membawa lari pacarnya tersebut. Bahkan ada juga yang telah beristri memiliki pacar atau istri lagi di tempat lain sehingga lebih memilih tinggal dan hidup bersama dengan wanita yang baru tersebut;

 

5.            Tergiur mencari pekerjaan di tempat lain atau telah memiliki pekerjaan selain sebagai anggota militer. Bagi prajurit yang juga memiliki kegiatan sampingan untuk menambah penghasilan bulanannya, tentu dia akan membandingkan mana yang dianggapnya lebih baik untuk ditekuni, apalagi ketika ternyata penghasilan dari luar lebih besar daripada gajinya sebagai prajurit TNI AD. Ketika yang bersangkutan merasa sudah terpakai atau nyaman dengan kegiatan sampingannya lalu ia lebih memilih untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai anggota militer. Yang bersangkutan tidak memilih untuk mengajukan pemberhentian ikatan dinas secara prosedural karena merasa birokrasinya terlalu merepotkan dan akan bertele-tele atau berkepanjangan sehingga ia lebih memilih melakukan Desersi.

 

Ada juga prajurit yang tetap berdinas di militer meskipun ada kegiatan tambahan di luar, namun oleh karena pekerjaan sampingannya tersebut memaksa ia untuk lebih konsentrasi sehingga kemudian sesekali terpaksa mengabaikan kewajibannya berdinas. Prajurit TNI AD tersebut beberapa kali melakukan THTI, kadang sehari atau dua hari tidak masuk, ada yang dengan alasan sakit ataupun tanpa alasan atau keterangan sama sekali.

 

6.            Pelaku tidak tahan mental. Tidak terbiasa dengan kekangan, ingin bebas, tidak mau diatur orang lain, terbiasa hidup manja di lingkungan keluarganya. Oleh karena seorang prajurit TNI harus memiliki keteguhan hati dan fisik yang prima untuk bekerja dengan ikhlas, sepenuh hati, dan penuh rasa tanggung jawab kepada bangsa dan negara maka seorang calon prajurit TNI harus mempersiapkan diri dari segi fisik dan mental, dalam hal ini jasmani dan rohani harus dalam kondisi sehat. Pada saat dilakukan tes psikologi seorang calon prajurit TNI sudah terukur dalam batas wajar bahwa yang bersangkutan akan dapat bertahan dalam kondisi tertentu. Namun dikarenakan situasi yang dialaminya pada saat berdinas sudah melampui batas kewajaran sehingga mengakibatkan prajurit TNI tersebut terpaksa melakukan Desersi/THTI;

 

7.            Dianiaya oleh atasan atau senior. Biasanya dialami oleh prajurit berpangkat bintara dan tamtama yang masih baru masuk kesatuan militer. Oleh karena tidak tahan dengan segala bentuk kekerasan fisik yang pada awalnya hanya berupa tindakan pembinaan mental, namun karena diselenggarakan berulang-ulang atau kemudian meningkat menjadi skala penganiayaan maka pelaku menjadi tidak tahan dan lebih memilih Desersi daripada melaporkan hal tersebut kepada atasan/dansat/kasatker di kesatuan tempat dia berdinas;

 

8.            Sedang menjalani proses hukum karena melakukan suatu tindak pidana yang hukuman tambahannya dipecat dari dinas militer. Prajurit melakukan Desersi karena merasa bahwa hukuman yang akan dijalaninya atas perkara tertentu yang telah dia lakukan adalah pemecatan dari dinas militer oleh karenanya yang bersangkutan lebih memilih melarikan diri daripada harus menjalani hukuman pidana penjara dan sekaligus dipecat dari dinas militer. Hal ini biasanya terjadi pada perkara berat seperti asusila dengan keluarga besar TNI dan narkotika;

 

9.            Lalai setelah melaksanakan ijin atau cuti. Tidak sengaja melalaikan kewajiban untuk kembali ke satuan, melebihi waktu yang telah ditentukan ketika melaksanakan ijin atau cuti, tidak bisa memberikan keterangan kepada satuan dikarenakan keterbatasan komunikasi, tempat prajurit tersebut di lokasi yang terpencil. Ada juga kendala tersebut dikarenakan alat komunikasi atau handphone hilang dan tidak tahu harus menghubungi kemana, sementara uang belum ada atau belum cukup untuk membeli tiket pesawat dikarenakan fluktuatif harga tiket. Yang bersangkutan melaksanakan ijin mendadak dikarenakan ada keluarga dekatnya yang meninggal dunia di tempat yang cukup jauh.

 

Ada juga bentuk kelalaian dikarenakan tidak ada uang untuk kembali ke kesatuan. Nekat melaksanakan kegiatan keluar garnisun tanpa memperhatikan apakah nanti ada ongkos atau tidak untuk kembali ke kesatuan. Ada juga yang sudah memperhatikan tentang kembalinya namun sangat mepet dengan kemampuan  keuangan sehingga ketika ada pengeluaran yang tidak terduga atau karena uangnya hilang sehingga tidak bisa kembali. Yang bersangkutan sudah berusaha memberikan alasan untuk memperpanjang ijin namun dansat tidak mau menerima alasan itu sehingga karena prajurit tersebut tidak bisa kembali tepat waktu dansat tetap menganggap ia telah tidak hadir tanpa ijin.

 

10.         Masih terjebak permasalahan di tempat melaksanakan ijin atau cuti. Terkadang seorang prajurit melaksanakan ijin atau cuti ke tempat yang cukup jauh dikarenakan ada keperluan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, bisa permasalahan pribadi ataupun permasalahan keluarga yang membutuhkan kehadirannya sebagai salah satu pihak pemberi solusi. Namun ketika persoalan tersebut belum selesai seutuhnya atau memerlukan waktu beberapa hari lagi, kemudian yang bersangkutan memilih untuk menambah alasan yang lain. Ketika keadaan ini berulang kali, menimbulkan ketidakpercayaan dari dansat sehingga penguluran waktu kembalinya yang kesekian kali tidak lagi disetujui. Ketika prajurit tersebut lebih memilih menunda kepulangannya maka ketidakhadirannya di satuan dianggap sebagai ketidakhadiran tanpa ijin (THTI);

 

11.         Sakit di suatu tempat tetapi takut melapor kepada atasannya karena pergi keluar garnisun tanpa ijin dari dansat/ankum. Ketika seseorang merasa telah melakukan suatu kesalahan biasanya ia akan cenderung takut untuk melaporkan sesuatu hal sehingga lebih memilih diam sambil menunggu persoalan yang sedang dihadapinya selesai (setelah sembuh baru melapor);

 

12.         Melaksanakan dinas luar tidak segera kembali namun tidak melapor dan tidak bisa dihubungi oleh satuan. Ketika melaksanakan penataran atau suatu pendidikan dan jangka waktunya dipercepat dijadikan kesempatan untuk tidak segera kembali ke kesatuan. Ingin melapor dan minta ijin tetapi kuatir tidak diijinkan oleh dansatnya sehingga lebih memilih sembunyi-sembunyi seolah-olah masih melaksanakan penataran atau pendidikan, sedangkan sebagai prajurit selayaknya segera melaporkan setiap perkembangan situasi. Dengan kata lain tidak ada istilah seorang prajurit tidak jelas keberadaannya di suatu tempat tanpa ijin atau perintah dari atasan yang berwenang;

 

13.         Ada pemikiran bahwa  jika melakukan THTI 1 (satu) hari dibandingkan dengan Desersi sama-sama mendapatkan hukuman atau sudah dianggap melakukan kejahatan militer sehingga lebih memilih Desersi sekalian;

 

14.         Melakukan Desersi/THTI kemudian kembali ke satuan namun tidak diterima oleh dansatnya bahkan diusir. Tidak sedikit prajurit TNI yang tidak paham tentang prosedur pengajuan keberatan dan sebagainya sehingga ketika mereka diusir akan cenderung pasrah mengikuti hal tersebut.

 

Selain yang disampaikan di atas mungkin ada lagi hal-hal lain yang perlu diantisipasi oleh setiap Atasan militer.

Wednesday, November 2, 2022

PRAJURIT TNI HARUS TAHU APA SAJA YANG TERMASUK PELANGGARAN DISIPLIN MILITER DALAM RANGKA MENGURANGI TINGKAT PELANGGARAN

       Setiap orang mungkin pernah melakukan kesalahan namun setidaknya kesalahan itu janganlah terulang atau bahkan yang lebih besar atau parah daripada sebelumnya. Ketika seorang prajurit TNI melakukan pelanggaran, para unsur atasan perlu mencari tahu penyebab kenapa ia melakukan pelanggaran. Seseorang telah melakukan pelanggaran bukan berarti ia sudah mengetahui bahwa perbuatannya itu dilarang atau tidak boleh dilakukan dan dapat dijatuhi hukuman. Namun bisa saja seseorang dianggap bersalah sementara orang tersebut tidak mengetahui apa yang telah dilakukannya itu adalah suatu hal yang dilarang. Dalam rangka pemeliharaan dan penegakan hukum disiplin militer maka prajurit TNI harus tahu apa saja yang termasuk pelanggaran disiplin militer untuk mengurangi tingkat pelanggaran.


    Pelanggaran disiplin militer terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu pelanggaran disiplin militer murni dan pelanggaran disiplin militer tidak murni.

1.    Pelanggaran disiplin militer murni, terdiri atas segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan kedinasan, atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata tertib militer (lihat Pasal 8 huruf a Undang-undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer). Namun pada intinya pelanggaran jenis ini adalah yang merupakan pelanggaran yang tidak diatur di dalam KUHPM dan KUHP atau peraturan perundang-undangan pidana lainnya (contoh: undang-undang tentang tindak pidana korupsi, dll).


2.    Pelanggaran disiplin militer tidak murni, terdiri dari perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pidana yang sedemikian ringan sifatnya.


        Yang dimaksud dengan "perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pidana yang sedemikian ringan sefatnya" meliputi (lihat penjelasan Pasal 8 huruf b Undang-undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer):

a.    segala bentuk tindak pidana yang digolongkan dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan ancaman pidana paling lama 3 (tiga) bulan atau kurungan paling lama 6 (enam) bulan;

b.    perkara sederhana dan mudah pembuktiannya;

c.    tindak pidana yang terjadi tidak mengakibatkan terganggunya kepentingan militer dan/atau kepentingan umum; dan

d.    tindak pidana karena ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai paling lama 4 (empat) hari.


Pelanggaran-pelanggaran disiplin militer dapat juga kita lihat dari perbuatan-perbuatan seperti: 

a.            sering terlambat mengikuti apel pagi;

b.            sering telambat masuk kerja (tanpa kepentingan dan izin dari Atasan yang berwenang);

c.            meminum minuman keras/beralkohol dan mabuk-mabukan;

d.            mendatangi tempat pelacuran (bukan sebagai pengawasan terhadap anggota);

e.            melakukan pelacuran, baik sebagai mucikari/germo ataupun sebagai pelaku PSK (pekerja seks komersial);

f.    melakukan Kumpul Kebo ataupun hubungan badan layaknya suami-istri tanpa ikatan perkawinan yang sah, dengan sesama bujangan terlebih lagi jika salah satu atau kedua pelakunya sudah berkeluarga;

g.    mendatangi tempat hiburan yang menyediakan minuman keras/beralkohol yang dapat menimbulkan mabuk dan rentan terjadi keributan (bisa berupa cafe ataupun diskotik, perlu dirumuskan secara jelas nama tempatnya apa saja yang tidak boleh dikunjungi oleh prajurit TNI agar tidak menjadi relatif atau bias) baik berada untuk sekedar duduk-duduk (minum air biasa dan makan), bahkan melakukan perbuatan-perbuatannya, ataupun menjadi backing;

h.            mendatangi tempat-tempat perjudian, baik judi sabung ayam maupun  judi-judi yang lain (termasuk judi online), baik berada untuk menonton, melakukannya, ataupun hanya menjadi backing;

i.    melaksanakan izin bermalam (bagi prajurit TNI yang bujangan) tidak melaporkan diri kepada Atasan;

j.    dan lain-lain.


    Pada dasarnya yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin adalah segala perbuatan ataupun kegiatan baik yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan oleh prajurit TNI, yang bertentangan dengan keharusan, baik menurut ajaran agama, hukum positif, maupun etika yang berlaku di lingkungan kehidupan militer. Setiap tindak pidana adalah pelanggaran disiplin militer meskipun suatu pelanggaran disiplin militer belum tentu merupakan tindak pidana. Oleh karena itu setiap prajurit TNI harus betul-betul menghindari perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan permasalahan yang merupakan pelanggaran bagi dirinya.

HATI-HATI MEMINJAMKAN TANAH DAN RUMAH HARUS BERSIAP KARENA BISA SAJA ORANG YANG DITOLONG BERKHIANAT TIDAK MAU PERGI MENINGGALKAN TANAH DAN RUMAH TERSEBUT

Ysh. Sahabat Diskusihidup yang berhati mulia ,   Mungkin Sahabat berhati mulia meminjamkan tanah dan rumah untuk ditempati oleh orang la...