Translate

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH
Referensi Hukum dan Filsafat

Saturday, October 29, 2022

SUPAYA PRAJURIT TNI TIDAK MUDAH TERGIUR INILAH CONTOH PENERAPAN PASAL 480 KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA) TENTANG PENADAHAN YANG SERING TERJADI DI DALAM PERGAULAN SOSIAL ATAUPUN BISNIS

        Memiliki barang-barang bagus dan indah tentunya merupakan suatu hal yang lazim didambakan oleh setiap orang. Bahkan jika secara finansial belum mampu, seseorang rela mendapatkannya meskipun hanya sekedar meminjam, menyewa, atau bahkan bisa sampai mencurinya. Ada pula suatu perbuatan yang pada dasarnya merupakan sesuatu yang diperbolehkan namun bisa menjadi terlarang jika prosesnya peralihannya tidak benar, yaitu menerima barang gadai. Supaya prajurit TNI tidak mudah tergiur inilah contoh penerapan Pasal 480 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) tentang penadahan yang sering terjadi di dalam pergaulan sosial ataupun bisnis. Berikut ini adalah penjelasan dan ilustrasinya.

 

     Seseorang bernama A merupakan pengusaha rental/persewaan mobil dan B adalah orang yang menyewa sebuah mobil kepada si A (pemilik) dengan harga sewa Rp.250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Kemudian si B menggadaikan mobil hasil sewaan tersebut (milik si A) kepada seorang prajurit TNI bernama C dengan nilai Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Si B (penggadai) menyerahkan mobil tersebut kepada si C dengan alasan bahwa saudaranya membutuhkan uang untuk berobat. Si C mungkin pada awalnya akan mempertanyakan kenapa nama di STNK mobil berbeda dengan nama si B, namun kemudian terkecoh dengan alasan punya saudara yang sedang sakit dan membutuhkan sejumlah uang untuk berobat sehingga akhirnya ia mau menerima gadai mobil tersebut. Si C (penerima gadai) tidak menyadari bahwa sesungguhnya dengan demikian ia telah menjadi seorang penadah.

 

Mengapa demikian?

 

Si A adalah pemilik mobil yang disewa oleh si B.

Si B adalah penyewa mobil dan telah menjadi pelaku tindak pidana penggelapan sekaligus penipuan dikarenakan telah menggadaikan mobil tersebut tanpa seizin si A (penggelapan) dan memanipulasi sehingga si C terbujuk olehnya (penipuan).


Hal ini berdasarkan ketentuan:


Pasal 372 KUHP.

”Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

 

Pasal 378 KUHP.

”Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

 

Oleh karenanya ketika si C menerima mobil hasil penggelapan tersebut apalagi jika memberdayakan mobil tersebut sedemikian rupa sehingga menghasilkan uang bagi si C maka si C telah memenuhi unsur tindak pidana penadahan, sesuai dengan ketentuan Pasal 480 KUHP dapat diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun baik yang merupakan kriteria pada ayat (1) ”barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena ingin mendapat keuntungan, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan, menyewakan, suatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan” ataupun ”barang siapa menarik keuntungan dari hasil suatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa diperoleh dari kejahatan”.

 

Berdasarkan penjelasan di atas, maka sebaiknya setiap prajurit TNI dapat lebih berhati-hati dalam melakukan setiap transaksi yang terlihat biasa namun bisa membahayakan diri sendiri. Demikian juga halnya dengan para istri prajurit TNI, seyogyanya juga memiliki pengetahuan yang cukup tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh suaminya baik sebagai seorang prajurit TNI maupun warga negara yang baik dan taat hukum.


Bila suatu hari suaminya datang membawa sebuah mobil bagus (meski bukan baru) maka tanyakanlah dengan beberapa pertanyaan: ”milik siapa?, dapat dari mana?, pakai uang siapa?” dan sebagainya. Jika tidak jelas, maka lebih baik disarankan untuk dikembalikan saja.

Thursday, October 27, 2022

BAGAIMANA JIKA PRAJURIT TNI MENGHADAPI SITUASI YANG SULIT SEPERTI INI, ATASAN MEMERINTAHKAN BAWAHAN UNTUK MEMBUANG SESEORANG YANG MENJADI KORBAN KECELAKAAN DI JALAN RAYA?

        Militer memang memiliki kehidupan yang khas dibandingkan dengan masyarakat umum. Loyalitas dan hierarki sangat ditonjolkan dalam kehidupan militer ini. Oleh karenanya terkadang antara urusan kedinasan dan urusan pribadi hampir tidak bisa dibedakan pada hal-hal tertentu. Ini juga yang terkadang menyulitkan seorang bawahan dalam menentukan kapan harus loyal (patuh) kepada Atasan dan kapan memilih untuk mengabaikan atau menunda permintaan Atasan demi melakukan sesuatu yang minimal lebih mendekati kebenaran. Bagaimana jika prajurit TNI menghadapi situasi yang sulit seperti ini, Atasan memerintahkan Bawahan untuk membuang seseorang yang menjadi korban kecelakaan di jalan raya? Berikut ini penjelasan dan ilustrasinya.

 

            Seandainya anda sebagai prajurit TNI bawahan berada pada satu kendaraan bersama dengan Atasan dalam rangka melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kemudian secara tidak sengaja kendaraan yang digunakan menabrak seseorang di jalan dan korban tersebut mengalami luka-luka yang cukup parah. Jika anda sebagai pengemudi kendaraan tersebut maka janganlah panik. Tetaplah berusaha untuk bersikap tenang agar hati dan pikiran anda tetap jernih dan dapat melakukan tindakan yang benar dalam menyikapi keadaan tersebut.

 

 

Maka hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dan dilakukan ketika menyikapi keadaan seperti itu serta kemungkinan dinamikanya adalah sebagai berikut:

 

1.            Terlebih dahulu yakinkan bahwa kendaraan yang anda naiki berhenti dan mesin dalam keadaan mati;

 

2.            Periksa keadaan korban dengan seksama lalu angkut ke dalam kendaraan dengan perlakuan yang sesuai;

 

3.            Jika ada warga masyarakat di sekitar kejadian, ajak salah seorang untuk dapat menunjukkan rumah sakit terdekat yang dianggap memadai dalam hal penanganan korban tersebut;

 

4.            Mintalah kepada salah seorang untuk memeriksa identitas dan mencari tahu serta menghubungi keluarga korban;

 

5.            Setelah sampai di rumah sakit terdekat, serahkan penanganan korban kepada petugas medis, sementara anda melakukan pendaftaran atas diri pasien/korban tersebut;

 

6.            Ceritakan kejadian yang sebenarnya kepada keluarga korban disertai permohonan maaf karena secara tidak sengaja telah membuatnya celaka. Tidak lupa juga sampaikan itikad baik untuk bertanggung jawab dan menanggung biaya perawatan;

 

7.            Siapkan kesepakatan kedua belah pihak secara tertulis dan ditandatangani para pihak yang disaksikan paling sedikit oleh 2 (dua) orang saksi;

 

8.            Ikuti perkembangan kesehatan korban setiap hari;

 

9.            Dan lain-lain.

 

 

Bagaimana jika prajurit TNI Atasan meminta anda untuk tidak membawa korban ke rumah sakit terdekat untuk ditangani atau bahkan berniat dan meminta untuk membuangnya di suatu tempat?

 

1.            Ingatkan bahwa jika tidak membawanya ke rumah sakit terdekat maka dapat diancam dengan pidana sesuai ketentuan Pasal 531 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), mengenai pelanggaran terhadap orang yang membutuhkan pertolongan. ”Barang siapa ketika menyaksikan seseorang yang sedang berada dalam bahaya maut tidak memberikan pertolongan yang dapat diberikan kepada orang itu walaupun tidak membahayakan dirinya atau orang lain, diancam, bila kemudian orang itu meninggal, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”. Anda yang tidak mengindahkan ketentuan tersebut juga dapat terjerak atau diancam dengan pidana yang sama, meskipun berdalih atas permintaan atau perintah Atasan;

 

2.            Jangan merasa tidak enak atau berada dalam dilema bila tidak melakukan sesuai permintaan Atasan yang demikian karena yang seperti itu bukan merupakan perintah;

 

3.             Jika Atasan tersebut mempengaruhi anda dengan kalimat: ”Daripada kalian kena juga lebih baik cari aman korbannya dibuang saja belum tentu ada yang tahu”, maka janganlah tergoda/terkecoh, jangan melakukan kesalahan yang kedua kalinya atau bahkan membuat masalah menjadi lebih parah (pelanggaran menjadi jauh lebih berat);

 

4.            Jangan berlindung di bawah alasan ”karena ada perintah Atasan”, karena sesungguhnya kalian akan dimintai pertanggungjawaban sendiri-sendiri;

 

5.            Biasakan berpikir lurus/benar supaya terbiasa menganalisis atau menilai setiap keadaan dengan benar atau setidak-tidaknya terbiasa memilih jalan keluar yang lebih baik;

 

6.            Tanamkan pada diri kita bahwa bila tidak melaksanakan permintaan Atasan yang salah bukan berarti membantah perintahnya melainkan menyelamatkan Atasan tersebut dari bencana yang lebih besar dengan cara melakukan yang terbaik berdasarkan situasi dan kondisi pada saat itu.

 

Mulailah banyak belajar dan bertanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan hukum karena sejatinya bidang hukum itu meliputi banyak sisi kehidupan, baik yang merupakan hukum agama, hukum pidana, hukum militer, hukum perdata, ataupun hukum adat, bahkan katanya (bagi sebagian orang) hukum karma dan hukum rimba.

Saturday, October 8, 2022

KOMANDAN SATUAN PERLU MEWASPADAI BAHWA MUNGKIN ADA PRAJURIT TNI DI BAWAH KEWENANGAN KOMANDONYA SUDAH BAIK NAMUN RUMAH TANGGANYA DI AMBANG PERCERAIAN DAN BERADA PADA SITUASI YANG SANGAT SULIT

            Pada umumnya kita akan menilai bahwa seorang laki-laki tugas dan tanggung jawabnya sangat berat dan kecenderungan akan dipojokkan ketika berada pada situasi di ambang perceraian. Jika kita lakukan survey tentu kita akan melihat sejauh mana langkah-langkah perdamaian yang selama ini banyak dilakukan oleh prajurit TNI pria tidak membuahkan hasil dikarenakan terjadinya perdamaian itu bukan atas penentuan dan kesepakatan dari satu pihak melainkan kedua belah pihak, suami dan istri sama-sama memiliki tekad untuk berdamai atau rujuk dan tetap berada dalam rumah tangga. Oleh karena itu komandan satuan perlu mewaspadai bahwa mungkin ada prajurit TNI di bawah kewenangan komandonya sudah baik namun rumah tangganya di ambang perceraian dan berada pada situasi yang sangat sulit.

 

         Seperti yang pernah penulis gambarkan bahwa untuk menjalani suatu perkawinan janganlah coba-coba, atau hanya dilandasi dengan rasa suka sesaat, atau bahkan dikarenakan memandang sesuatu yang sifatnya materiil (seperti calon pasangan sudah memiliki pekerjaan yang mapan, memiliki banyak harta, dll). Landasilah suatu perkawinan itu dengan kasih sayang dan komitmen. Tentunya sudah menjadi harapan orang pada umumnya bahwa kalau bisa menikah hanya sekali seumur hidup (khusus perempuan, karena tidak boleh poliandri), maksudnya ketika sama-sama masih hidup tidak sampai bercerai. Namun hal itu juga terkadang diingkari oleh sebagian orang yang tidak benar-benar mengerti dan menyadari makna perkawinan, sehingga banyak yang bercerai dengan alasan yang dibuat-buat sendiri oleh para pihak padahal sebenarnya tidak berada pada keadaan yang parah.

 

        Pada artikel ini penulis ingin bercerita tentang keadaan seorang prajurit TNI pria yang mengalami kesulitan dalam berumah tangga. Jika dilihat dari sisi perkenalan sudah cukup karena ia sudah mengenal istrinya sejak lama meskipun memang sebelumnya hanya kenal begitu saja, kedekatannya baru beberapa bulan. Faktor kemapanan seorang laki-laki memang bisa menyamarkan ketulusan hati seorang perempuan termasuk keluarganya. Sebelum berlangsungnya pernikahan sudah terlebih dahulu prajurit TNI tersebut menyampaikan kepada calon istri beserta keluarganya bahwa menjadi istri prajurit TNI itu harus selalu siap ditempatkan di mana saja mengikuti tugas suami, terlebih lagi jika tidak bekerja di luar rumah (bukan wanita karir). Calon istri dan keluarganya menyetujui dan menyanggupi hal-hal mendasar yang disampaikan sang prajurit TNI. Tak lama setelah itu mulai diuruslah perizinan perkawinan melalui kedinasan.

 

            Selama proses pengurusan perizinan perkawinan di kesatuan prajurit TNI tersebut sudah mulai terlihat bibit-bibit masalah. Sang calon istri mulai menyadari bahwa tempat berdinas calon suaminya dirasakan tidak menyenangkan baginya. Mereka mulai sering bertengkar namun sang prajurit TNI selalu berusaha untuk menenangkan. Bahkan ketika ditanyakan apakah berniat untuk mengurungkan pernikahan, sang calon istri kemudian memutuskan untuk tetap melanjutkannya. Sang prajurit TNI berharap bahwa setelah menikah calon istrinya akan semakin mengerti dan bertambah dewasa dalam berpikir.

 

         Namun harapan tinggallah harapan, setelah menikah kemudian tinggal bersama di asrama militer sang istri mulai merasakan tidak betah dan tidak nyaman dengan tempat tinggalnya sekarang. Yang bersangkutan merasakan lebih nyaman di tempat orang tuanya, di kota tempat asalnya, dibandingkan tinggal bersama dengan suaminya. Janji-janji tinggallah janji. Jangankan untuk sehidup dan semati, untuk hidup bersama saja sudah tidak mau lagi karena lebih mementingkan duniawi daripada kasih sayang yang telah dianugerahkan Allaah kepada manusia. Ternyata cinta itu hanya sebatas suka dan materiil. Terlebih lagi ketika orang tua pihak perempuan tidak sepenuhnya menyerahkan anak perempuannya kepada suaminya, masih mengatur dan tidak bersikap mendidik. Bahkan menginginkan anak perempuannya tinggal kembali bersama mereka dengan alasan kasihan tapi malah mengorbankan masa depan rumah tangga anaknya itu. Dengan berbagai cara dan alasan membuat anak perempuannya tidak tinggal bersama dengan suaminya.

 

            Ketika seorang prajurit TNI (pria) menghadapi situasi seperti itu, tentu perlu mendapatkan perhatian khusus, karena tekanan hidupnya cukuplah berat. Pihak ketiga dalam hal ini kesatuan atau yang diwakili oleh komandan satuan hanya bisa berupaya untuk memberikan pengertian bagi kedua belah pihak terutama pihak perempuan dan orang tuanya. Namun hal itu kembali kepada kesadaran masing-masing. Jika maksud dan tujuannya tidak sejalan tentunya di kemudian hari akan terpisahkan pula. Namun dalam hal ini sangatlah jelas bukan karena kesalahan suaminya. Suaminya mungkin sudah berusaha menjalankan amanat sesuai yang diamanatkan oleh agamanya dan peraturan perundang-undangan dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

 

Bagi orang tua yang memiliki anak perempuan, sebaiknya perlu memperhatikan beberapa hal di antaranya berikut ini:

 

1.            Persiapkan diri kalian mulai dari sekarang. Yakinkan diri sendiri dan anak perempuannya bahwa jika seseorang akan menikah dengan seorang prajurit TNI harus mengetahui dan mengerti terlebih dahulu tentang kehidupan militer. Seorang militer harus siap ditempatkan di mana saja, demikian pula istrinya;

 

2.            Mulailah meyakini perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam hal perkawinan. Bahwa anak laki-laki sejatinya tidak pernah diserahkan oleh orang tuanya kepada siapapun, sedangkan anak perempuan diserahkan oleh orang tua atau walinya kepada suaminya. Sehingga tugas dan tanggung jawab keluarga sudah beralih dari pihak orang tua kepada laki-laki yang menjadi suami dari anak perempuannya;


3.    Menanamkan pemahaman bahwa menikahlah bukan hanya karena mencintai melainkan kasih sayang, karena cinta itu biasa kasih sayang itu luar biasa;

 

4.       Senantiasa memberikan semangat kepada anak perempuannya dan memberikan pemahaman bahwa seorang suami harus dijaga harkat dan martabatnya serta hatinya bukan ditinggalkan bahkan diabaikan. Karena yang dijanjikan adalah saling membahagiakan bukan saling menyakiti, menyusahkan, atau bahkan menyengsarakan. Jika meninggalkan suami hanya karena perihal tempat tinggal, tidak mau tinggal di tempat yang tidak seindah kota asal, hanya ingin membahagiakan diri sendiri, sesungguhnya itu adalah kebahagiaan yang semu, kebahagiaan yang egois;

 

5.            Kurangi campur tangan orang tua terhadap masalah anak perempuannya, kecuali jika suaminya melakukan kekerasan dalam rumah tangga maka kalian bisa melaporkan hal itu kepada pihak yang berwajib, atau bila masih mungkin damaikanlah;

 

6.       Sadarilah bahwa jika mereka memiliki anak, maka mendidik dan membesarkan anak-anak secara bersama-sama (suami dan istri) adalah jauh lebih baik dengan berada di tempat tinggal bersama;

 

7.            Dan lain-lain.

 

 

Yang perlu diwaspadai oleh kita semua, terkadang cinta lama bisa membawa masalah bagi kehidupan yang baru.

 

Oleh sebab itu seorang prajurit TNI harus berada dalam keyakinan ketika akan mengajukan pernikahan, bukan hanya karena nafsu birahi, atau menyukai pasangannya sesaat (cinta lokasi). Dan sebaiknya awali proses pengajuan nikah anggota dengan penelitian terbatas yang dilakukan oleh komandan satuan, lalukan beberapa ujian terhadap kedua calon pasangan jika dipandang perlu sebelum terlanjur diproses di bagian kesehatan, personalia, intelijen, dan pembinaan mental. Dasari semuanya dengan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

 

Penerapannya di lapangan, kasih sayang dan komitmen yang baik akan menjaga rumah tangga kalian, tidak bercerai.

Sunday, October 2, 2022

BEGINI CARA MEMPROSES SESEORANG YANG TELAH MELAKUKAN TINDAK PIDANA PADA SAAT IA BELUM MENJADI PRAJURIT TNI DAN BELUM PERNAH DIJATUHI HUKUMAN

        Seorang warga sipil yang lulus seleksi penerimaan prajurit TNI akan dilantik sesuai jenis sekolah dan pangkat pertamanya. Pasal 9 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer atau yang biasa dikenal sebagai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Militer, mengatur tentang siapa saja yang tunduk dan dapat diadili di lingkungan peradilan militer. Bagaimana jika seseorang melakukan suatu tindak pidana bahkan mungkin suatu kejahatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, sementara yang bersangkutan baru diketahui perbuatannya setelah ia menjadi prajurit TNI? Begini cara memproses seseorang yang telah melakukan tindak pidana pada saat ia belum menjadi prajurit TNI dan belum pernah dijatuhi hukuman.

 

            Ketika seorang prajurit TNI ditangkap dan diproses karena dugaan telah melakukan suatu tindak pidana, maka penyidik Polisi Militer segera melaksanakan penyidikan berdasarkan surat pelimpahan dari Ankum (atasan yang berhak menghukum atau Komandan Satuan yang bersangkutan).

 

Setelah penyidik Polisi Militer dinyatakan selesai membuat berkas perkara, maka berkas perkara, tersangka, dan/atau barang bukti diserahkan kepada Oditur Militer. Jika tersangka tidak ditahan maka cukup berkas administrasi yang berkaitan dengan tersangka saja (berkas perkara dan barang bukti) yang diserahkan kepada Oditur Militer.

 

Setelah Oditur Militer menerima berkas perkara, tersangka, dan/atau barang bukti perkara tersebut, maka Oditur Militer segera meneliti berkas perkara dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perkara tersebut. Oditur Militer yang mengolah perkara tersebut membuat berita acara pendapat Oditur Militer yang mana isinya dapat berupa:

 

a.            pendapat hukum dan saran agar perkara yang dimaksud ditutup demi kepentingan hukum, dengan pertimbangan bahwa pelaku pada saat melakukan tindak pidana masih berstatus sipil, sehingga bukan kewenangan peradilan militer untuk menyidangkan perkara tersebut sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer; atau

 

b.            pendapat hukum dan saran agar perkara yang dimaksud diselesaikan menurut Hukum Disiplin Militer berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

 

Oditur Jenderal TNI sebagai pejabat yang diberi delegasi wewenang penuntutan dari Panglima TNI, dapat mengambil keputusan setelah membaca berita acara pendapat dan saran dari Oditur Militer yang mengolah perkara tersebut.

 

            Untuk perkara pidana yang relatif ringan sifatnya mungkin perkara tersebut dapat ditutup demi kepentingan hukum. Namun bagaimana jika perkara tindak pidana yang telah dilakukan pelaku adalah perkara yang cukup berat atau sangat berat, misalnya penganiayaan berat, pemerkosaan, atau bahkan pembunuhan yang baru terungkap di kemudian hari setelah pelaku mendaftar dan dilantik menjadi prajurit TNI. Tentu akan menjadi masalah yang menonjol jika pelakunya kemudian dibebaskan atau hanya dijatuhkan hukuman disiplin. Tentu hal ini akan bertentangan dengan kepentingan pemenuhan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya.

 

Lalu bagaimana solusi atau jalan keluarnya terhadap permasalahan yang seperti ini?

 

            Permasalahan yang diuraikan di atas memerlukan penanganan yang tidak hanya melihat dari sisi hukumnya, namun perlu juga berinovasi, mencari jalan keluar yang bisa diterapkan dengan tetap mengedepankan hukum.

 

            Ketika ada permasalahan seperti ini, maka kita harus pelajari dengan seksama, diruntut atau diteliti sejak awal proses tes masuk menjadi anggota TNI. Buka file-file lama, pernahkah panitia penguji membuat dokumen yang berisi pernyataan peserta seleksi calon prajurit yang menyatakan bahwa dirinya telah mengisi data atau keterangan yang benar dan bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia jika keterangan yang diisi tidak benar atau tidak sesuai fakta atau bersifat menyembunyikan suatu kebenaran? Jika pernah ada dokumen seperti itu, maka hal ini bisa dijadikan sebagai dasar penyelidikan.

 

Jika seorang peserta seleksi calon prajurit TNI pernah menyatakan “tidak pernah berurusan atau bermasalah dengan hukum” sedangkan di kemudian hari ketika yang bersangkutan telah menjadi prajurit TNI baru diketahui akan perbuatan pidananya maka orang tersebut dapat dituntut karena telah melakukan pemalsuan identitas, pemalsuan jati diri, atau menyembunyikan asal-usul atau kebenaran bahwa dirinya pernah melakukan pelanggaran hukum. Apabila tindakan melanggar hukumnya tersebut diketahui sebelum menjadi prajurit TNI tentunya yang bersangkutan tidak akan lulus seleksi menjadi prajurit TNI, yang oleh karenanya institusi TNI telah dibohongi oleh yang bersangkutan, dan oleh karenanya pula status keprajuritannya harus dibatalkan.

 

Kenapa dibatalkan?

 

            Status keprajuritannya harus dibatalkan karena jalan atau cara orang tersebut menjadi prajurit TNI tidak dengan cara yang benar, tidak jujur, dan perlu disertai tuntutan ganti kerugian oleh negara dalam hal ini institusi TNI terhadap yang bersangkutan atas segala biaya yang telah dikeluarkan oleh negara untuk membiayai pelaksanaan seleksi calon prajurit TNI hingga perolehan penghasilannya selama ini yang sudah dinikmati sebagai prajurit TNI yang diberi gaji oleh negara. Jadi tidak hanya status kedinasannya sebagai prajurit TNI yang dihentikan atau dipecat. Status keprajuritannya haruslah dianggap tidak pernah ada agar segala sesuatu yang telah diberikan oleh negara dapat dituntut untuk dikembalikan, sehingga kerugian negara akibat suatu kebohongan dapat diperbaiki atau diganti.

 

Perhatikan ketentuan Pasal 269 KUHP.

 

(1)      Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsukan surat keterangan tanda kelakuan baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan atau keadaan lain, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu supaya diterima bekerja atau supaya menimbulkan kemurahan hati dan pertolongan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.

 

(2)          Barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan yang palsu atau yang dipalsukan tersebut pada ayat (1), seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, diancam dengan pidana yang sama.

 

Ketentuan Pasal 269 ayat (1) KUHP dapat diterapkan untuk perkara yang telah penulis uraikan di atas. Namun hal ini tergantung bagaimana penyidik, penuntut, atau Oditur Militer dapat merumuskan dan memperoleh fakta-fakta dalam pemeriksaan perkara agar sesuai dengan uraian unsur-unsur tindak pidananya. Karena jika sedikit saja keliru atau tidak lengkap mengambil keterangan terhadap tersangka atau terdakwa (mengajukan pertanyaan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan) maka tersangka atau terdakwanya bisa bebas dari segala dakwaan atau lepas dari segala tuntutan hukum.

HATI-HATI MEMINJAMKAN TANAH DAN RUMAH HARUS BERSIAP KARENA BISA SAJA ORANG YANG DITOLONG BERKHIANAT TIDAK MAU PERGI MENINGGALKAN TANAH DAN RUMAH TERSEBUT

Ysh. Sahabat Diskusihidup yang berhati mulia ,   Mungkin Sahabat berhati mulia meminjamkan tanah dan rumah untuk ditempati oleh orang la...