Translate

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH
Referensi Hukum dan Filsafat

Saturday, September 24, 2022

JANGAN SEPELEKAN YANG SATU INI TERNYATA JIKA PRAJURIT TNI BUJANGAN BERHUBUNGAN SEKSUAL DENGAN SESAMA BUJANGAN JUGA BISA DIPECAT (DIBERHENTIKAN DENGAN TIDAK HORMAT) DARI DINAS KEMILITERAN

    Berbicara tentang perzinahan, jika seorang prajurit TNI melakukan perzinahan akan diancam dengan pidana penjara berdasarkan ketentuan Pasal 284 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Berdasarkan ketentuan tersebut seorang prajurit TNI dapat ditambahi sanksi berdasarkan putusan pengadilan militer yang berkekuatan hukum tetap berupa pemecatan dari dinas kemiliteran. Ketentuan tersebut berlaku bagi:

1.            Seorang pria bujangan yang berhubungan seksual dengan wanita bersuami;

2.            Seorang pria beristri yang berhubungan seksual dengan wanita bujangan; atau

3.            Seorang pria beristri yang berhubungan seksual dengan wanita (bukan istri pria tersebut) bersuami;

Terlebih lagi jika pasangan perzinahannya adalah anggota keluarga besar TNI (istri, suami, anak, atau orang tua dari prajurit TNI).

 

Jika dikaitkan dengan syariah Islam, hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang bujangan dengan bujangan tetap dinamakan perzinahan. Namun di dalam KUHP hal itu tidak atau belum diatur. Seolah-olah jika seorang bujangan berhubungan seksual dengan sesama bujangan tidak ada sanksinya. Sehingga masih banyak yang berpikiran bahwa jika seorang prajurit TNI bujangan melakukan hubungan seksual dengan sesama bujangan tidak dihukum ataupun dipecat. Meskipun demikian, jangan sepelekan yang satu ini ternyata jika prajurit TNI bujangan berhubungan seksual dengan sesama bujangan juga bisa dipecat (diberhentikan dengan tidak hormat) dari dinas kemiliteran.

 

Mengapa bisa demikian?

 

Supaya lebih jelas penulis akan menyampaikan sebuah ilustrasi permasalahan sebagai berikut.

 

Misalnya ada seorang oknum prajurit TNI laki-laki yang memiliki teman dekat perempuan. Mereka sudah berhubungan sangat dekat sedemikian rupa yang mana keduanya sudah sering melakukan hubungan seksual, berhubungan badan layaknya suami-istri sudah berpuluh-puluh kali. Oleh karena telah sedemikian dekatnya kemudian keluarga dari pihak perempuan mempertanyakan keseriusan dari oknum prajurit TNI tersebut dan memintanya untuk menikahi perempuan tersebut. Namun di luar bayangan pihak perempuan ternyata oknum prajurit TNI tersebut tidak mau menikahi perempuan itu. Pihak kesatuannya berusaha untuk memediasi permasalahan itu, membujuknya, dan bertanya kenapa oknum tidak mau menikahinya padahal sudah sedemikian dekatnya. Sungguh jawabannya tidak terduga, alasan dari oknum adalah bahwa karena mereka sesama bujangan dan atas dasar mau sama mau dalam berhubungan seksual sehingga tidak akan ada sanksinya. Alasan dan pemikiran seperti itu bagi seorang prajurit TNI sangatlah tidak terpuji.

 

            Pada persidangan militer di tingkat pertama dijatuhi pidana penjara dan tambahan dipecat dari dinas kemiliteran. Pada persidangan militer di tingkat banding juga dikuatkan dengan pidana penjara dan tambahan pemecatan dari dinas kemiliteran. Pada persidangan di tingkat kasasi juga dikuatkan dengan putusan yang sama serta berkekuatan hukum tetap. Jika penulis sebagai hakim militernya tentu akan menjatuhkan putusan seperti itu, demikian juga para hakim militer yang lain akan cenderung menjatuhkan sanksi yang berat terhadap pelakunya. Putusan mana akan dihubungkan dengan ketentuan Pasal 281 KUHP, pelanggaran terhadap kesusilaan. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah barang siapa dengan sengaja melanggar kesusilaan di muka umum, dan barang siapa dengan sengaja melanggar kesusilaan di depan orang lain yang hadir di situ bukan karena kehendaknya.

 

       Berdasarkan perumpamaan di atas, seorang prajurit TNI seyogyanya senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kehormatan, sebagaimana telah diajarkan menurut santi aji dan santi karma prajurit TNI khususnya butir ke-3 Delapan Wajib TNI, ”Menjunjung tinggi kehormatan wanita”. Oleh karena itu perlakukan wanita dengan baik, terutama jika sudah serius ajaklah menikah, jangan dibiasakan memberikan harapan palsu terhadap teman dekat (wanita) kamu daripada nanti kamu terlanjur tergoda dengan wanita lain sehingga dapat menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Wanita yang cantik atau seksi sangatlah banyak, tetapi tidaklah mungkin kamu memiliki semuanya. Jadi jangan hal-hal seperti itu yang dijadikan pedoman utama, melainkan janji sebagai seorang laki-laki dan ksatria sejati, supaya engkau dihargai oleh orang lain terutama oleh dirimu sendiri. Pedomani dua pondasi agar rumah tangga tetap terjaga tidak sampai bercerai, yaitu kasih sayang dan komitmen, bukan berarti hidup dengan kesempurnaan.

 

Berbuat baiklah terhadap orang lain seperti kita mengharapkan orang lain berbuat baik kepada kita.

Monday, September 19, 2022

BEBERAPA ALASAN YANG DAPAT DIPERTIMBANGKAN OLEH KOMANDAN SATUAN DAN MENJADI PENYEBAB DIAJUKANNYA PROSES PERCERAIAN OLEH PRAJURIT TNI DI LINGKUNGAN KEHIDUPAN MILITER

         Seperti yang telah disampaikan sekilas pada artikel sebelumnya bahwa pada keadaan tertentu suatu perceraian tidak bisa dihindari. Perceraian merupakan bagian dari sinkronisasi hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain, ketika terdapat permasalahan akan cenderung memilih saling menjauh lalu berpisah dan memilih jalan kehidupan yang lain. Berikut ini adalah beberapa alasan yang dapat dipertimbangkan oleh komandan satuan dan menjadi penyebab diajukannya proses perceraian oleh prajurit TNI di lingkungan kehidupan militer.

 

 

1.            Perzinahan.

 

Perceraian bisa diajukan jika salah satu pasangan telah melakukan perzinahan sesuai kriteria yang diatur dalam Pasal 284 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Mengenai hal ini tentunya harus dibuktikan terlebih dahulu berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Tidak bisa diajukan hanya berdasarkan tuduhan tanpa bukti dan saksi, apalagi persangkaan. Keadaan seperti ini dapat diajukan oleh pihak laki-laki ataupun pihak perempuan. Perhatikan ketentuan Pasal 19 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

 

Namun terkadang ada juga orang-orang yang memaafkan pasangannya sehingga tidak memilih untuk bercerai, tetap menjalani kehidupannya sebagai pasangan suami-istri, meskipun ada yang tetap melakukan pengaduan/penuntutan terhadap pelaku perzinahan lainnya yang sudah melakukan perzinahan dengan suami/istrinya itu.

 

 

2.            Penjudi.

 

Yang masuk kriteria ini adalah penjudi yang tidak mungkin lagi mengubah kebiasaannya, sehingga pasangannya diperbolehkan untuk mengajukan cerai. Untuk keadaan seperti ini tertuju bagi laki-laki dikarenakan pihak laki-laki yang berkewajiban untuk menafkahi keluarganya. Perhatikan ketentuan Pasal 19 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

 

Jika suaminya penjudi berat maka istrinya boleh mengajukan perceraian dengan pertimbangan sudah tidak memiliki penghasilan atau gajinya sudah minus dan sangat berat untuk pulih kembali.

 

 

3.            Meninggalkan pasangan selama 2 (dua) tahun.

 

Jika ada seorang laki-laki ataupun perempuan yang meninggalkan pasangannya untuk jangka waktu yang lama paling sebentar selama 2 (dua) tahun berturut-turut atau dengan niat/maksud tidak akan kembali lagi maka pasangan lainnya yang ditinggalkan boleh mengajukan permohonan izin cerai. Perhatikan ketentuan Pasal 19 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

 

Niatnya tersebut dapat dilihat dari seberapa besar tekadnya untuk kembali kepada pasangannya, tempat tinggalnya tidak diketahui lagi, atau pergi tanpa berpamitan dan tidak memberi kabar. Kecuali jika kepergiannya adalah di luar kemampuannya, misalnya karena diculik dan sebagainya.

 

 

4.            Berbeda agama.

 

Keadaan beda agama ini maksudnya adalah ketika akan menikah mungkin telah memeluk agama yang sama namun setelah beberapa waktu dalam perkawinan kemudian salah satu pasangan berubah keyakinan sehingga memeluk agama lain dari yang selama ini dijalaninya. Atau memang awalnya kedua pasangan sebelum menikah memeluk agama yang berbeda dan karena untuk memenuhi syarat sahnya perkawinan akhirnya memutuskan untuk menyatu dalam satu agama, tetapi setelah berjalan sebagai suami-istri salah satu pihak dengan suatu alasan dan pertimbangan tertentu kembali kepada agamanya semula. Untuk hal yang seperti ini pun dapat diproses pengajuan izin cerainya. Perhatikan juga ketentuan Pasal 61 Kompilasi Hukum Islam.

 

 

5.            Jatuh talak 3 (tiga) kali.

 

Untuk yang satu ini berlaku khusus bagi yang muslim. Bagi seorang laki-laki muslim tidak boleh sembarangan menjatuhkan talak kepada istrinya, karena akibatnya bisa fatal dan tidak bisa diperbaiki. Perhatikan ketentuan yang diatur juga di dalam Pasal 70 Kompilasi Hukum Islam. Bagi pasangan yang sudah jatuh talak 3 (tiga) kali maka kedua pasangan tersebut sudah tidak boleh lagi tinggal satu rumah, tidak boleh melakukan hubungan layaknya suami-istri dikarenakan sudah tidak bisa rujuk atau berdamai kembali. Jika pihak laki-laki masih menginginkan dapat hidup bersama lagi dengan mantan istrinya tersebut maka pihak perempuan harus terlebih dahulu melangsungkan perkawinan dan telah bercerai dari laki-laki yang lain. Selama mantan istrinya tidak bercerai dengan laki-laki lainnya (suami baru) tersebut maka pihak laki-laki sebelumnya tidak dapat kembali bersatu bersama mantan istrinya.

 

 

6.            Pertengkaran.

 

Pertengkaran yang dianggap tidak mungkin lagi bisa didamaikan merupakan salah satu alasan yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan dalam hal pengajuan perceraian. Perhatikan ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: ”Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami istri” jo. Pasal 16 dan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

 

Namun mengenai tingkat pertengkarannya akan menjadi relatif tergantung penilaian atasan.

 

 

7.            Cacat/sakit.

 

Seorang istri mungkin memiliki kekurangan dalam hal kesehatan, misalnya menderita sakit yang mengakibatkan dirinya tidak dapat lagi melayani suaminya untuk berhubungan seksual, atau karena ia sudah tidak bisa lagi memiliki anak. Demikian pula dengan pihak laki-laki, mungkin ia mandul atau bahkan impoten sehingga tidak mungkin memiliki anak dan tidak mungkin dapat berhubungan seksual secara lazim.

 

Perhatikan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: ”Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; istri tidak dapat melahirkan keturunan.” jo. Pasal 19 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jika istrinya tidak mengizinkan suaminya menikah lagi berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) undang-undang tersebut, maka kedua belah pihak dapat mengajukan permohonan perceraian.

 

Dengan keadaan-keadaan seperti disebutkan di atas salah satu pihak diberi kebebasan untuk memilih antara mencari pasangan hidup yang lain atau tetap bertahan menerima keadaan yang penting selalu bersama.

 

 

8.            Penganiayaan.

 

Jika salah seorang pasangan melakukan kekerasan atau yang lebih kita kenal dengan istilah KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), maka pasangannya harus menilai apakah kekerasannya tersebut masih terkendali ataukah menjadi kurang terkendali sehingga pasanganya lebih memilih untuk tidak bersama-sama lagi. Perhatikan ketentuan Pasal 19 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

 

Yang dimaksud disini adalah kekerasan yang dapat mengancam keselamatan jiwa korban.

 

 

9.            LGBT.

 

LGBT adalah singkatan dari lesbian, gay (homoseksual), biseksual, dan transgender. Lesbian adalah kelainan perilaku yang mana seorang perempuan melakukan hubungan seksual dengan sesama perempuan. Gay atau homoseksual adalah kelainan perilaku yang mana seorang laki-laki melakukan hubungan seksual dengan sesama laki-laki. Biseksual adalah kelainan perilaku yang mana seorang laki-laki maupun perempuan yang berhubungan seksual dengan sesama jenisnya maupun dengan yang berlainan jenis. Misalnya seorang perempuan berhubungan seksual dengan laki-laki juga dengan sesama perempuan. Demikian pula seorang laki-laki berhubungan seksual dengan perempuan juga dengan sesama laki-laki. Sedangkan transgender adalah suatu keadaan yang mana seorang perempuan mengubah alat kelaminnya menjadi kelamin laki-laki atau laki-laki mengubah alat kelaminnya menjadi kelamin perempuan dengan cara operasi.

 

Dalam hal ini jika ternyata salah satu pihak dari pasangan suami-istri memiliki kelainan biseksual ataupun transgender, maka pihak lainnya mempunyai alasan untuk mengajukan permohonan izin cerai. Perkawinan dengan sesama jenis jelaslah melanggar hukum. Perhatikan ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

 


10.         Pidana penjara 5 (lima) tahun.

 

Bisa saja seorang istri melakukan pelanggaran hukum yang mengakibatkan ia dijatuhi vonis pidana penjara paling sebentar selama 5 (lima) tahun, maka suaminya dapat mengajukan permohonan izin cerai. Atau seorang suami yang melakukan pelanggaran hukum seperti demikian sehingga istrinya boleh mengajukan permohonan izin cerai di kedinasan. Perhatikan ketentuan Pasal 19 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

 

Hal ini dengan pertimbangan bahwa selama waktu yang lama itu keduanya tidak bisa saling melaksanakan kewajiban batin sebagai pasangan suami-istri.

 


11.         Akte cerai.

 

Ketika sudah ada akte cerai yang ditunjukkan oleh salah satu pasangan (suami atau istri) maka dengan keadaan tersebut dapat diajukan permohonan izin cerai di kesatuannya. Lihat penjelasan penulis pada artikel yang lalu tentang bagaimana proses perceraian jika akte cerai sudah keluar.

 

 

            Demikianlah beberapa hal yang dapat menjadi alasan dan penyebab perceraian keluarga prajurit TNI. Meskipun demikian, tidak semerta-merta ketika terdapat unsur-unsur seperti disebutkan di atas lalu langsung diproses permohonan izin cerainya oleh komandan satuan yang bersangkutan. Tetap saja komandan satuan akan meneliti dan mempertimbangkan kelayakannya kecuali untuk perihal pada angka 3, 4, 5, 9, dan 11, tidak perlu diusahakan perdamaian. Mengenai perihal mengantisipasi perceraian, penulis akan membahasnya lebih detail dalam materi “Mengantisipasi terjadinya perceraian karena alasan pertengkaran, kecacatan/sakit, dan menjalani pidana penjara lebih dari 5 (lima) tahun”.

Wednesday, September 14, 2022

BAGAIMANA KRITERIA PRAJURIT TNI KELANA YUDHA/YUDA DAN MENINGGALKAN POS JAGA/KEAMANAN YANG TERKADANG BISA TERLIHAT SEPELE NAMUN BISA FATAL AKIBATNYA JIKA TIDAK DILAKSANAKAN DENGAN BAIK

        Prajurit TNI ditugaskan untuk melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional. Pada lingkup mikro atau yang paling mendasar sesungguhnya bisa kita lihat pada pelaksanaan tugas sehari-hari yang dilaksanakan oleh prajurit TNI di kesatuannya. Prajurit TNI dijadwalkan secara bergiliran untuk melaksanakan tugas jaga ksatrian atau jaga markas baik yang sedang tidak bertugas operasi ataupun yang sedang melaksanakan tugas operasi di daerah tertentu. Bagaimana kriteria prajurit TNI kelana yudha dan meninggalkan pos jaga/keamanan yang terkadang bisa terlihat sepele namun bisa fatal akibatnya jika tidak dilaksanakan dengan baik.

 

 

DALAM PENUGASAN OPERASI MILITER


            Tentang kelana yudha/yuda, hampir sama halnya dengan THTI dan desersi, yang membedakannya adalah pada masa ketidakhadirannya. THTI pada masa damai paling sedikit sehari dan paling lama 30 (tiga puluh) hari, sedangkan pada masa perang adalah jika tidak melebihi 4 (empat) hari (Pasal 85 ke-3 KUHPM). Dan dikatakan desersi pada masa damai bila ketidakhadiran sudah melebihi 30 (tiga puluh) hari, sedangkan jika pada masa perang adalah jika sudah melebihi 4 (empat) hari (Pasal 87 ayat (1) ke-2 KUHPM). Dipersamakan dalam waktu perang termasuk saat berlangsungnya penugasan operasi militer (Pasal 58 KUHPM).


            Dalam penugasan operasi baik dalam bentuk operasi militer untuk perang maupun selain perang, penempatan personel pada suatu pos akan selalu diselenggarakan. Hal ini memang sudah menjadi kebiasaan militer seluruh dunia sejak masa kerajaan akan senantiasa menempatkan personelnya di suatu tempat dalam rangka peninjauan atau pengawasaan daerah terluar dari suatu markas atau tempat berkumpul prajurit kerajaan agar dapat mengantisipasi dalam tenggang waktu tertentu bila terjadi ancaman dan serangan dari pihak luar. Penempatan personel untuk tujuan tersebut sangatlah penting karena dapat menghancurkan sebuah pertahanan suatu tempat yang dijaga jika tidak diselenggarakan dengan baik.

 

            Berkaitan dengan hal itu, agar menjadi unsur pemaksa penyelenggaraan disiplin militernya maka hukum militer mengatur sedemikian rupa bagi siapa yang melaksanakan tugas penjagaan di pos militer (penjaga). Ketentuan yang berkaitan dengan pos diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) mulai Pasal 55, Pasal 67, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 89, dan Pasal 118 Wetboek van Militair Strafrecht sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1947 tentang Menyesuaikan Hukum Pidana Tentara (Staatsblad 1934, No.167) dengan Keadaan Sekarang.

 

            Yang dimaksud dengan penjaga adalah setiap militer yang bersenjata dan/atau memakai tanda pengenal yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata yang ditempatkan pada suatu pos atau tempat peninjauan. Oleh karena sangat penting atau dominannya penugasan sebagai penjaga maka ancaman hukumannya pun sangatlah berat terhadap prajurit TNI yang melanggar ketentuan.

Sebagai contoh perhatikan ketentuan Pasal 73 ke-1 KUHPM: ”Diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau sementara maksimum duapuluh tahun, militer yang dalam waktu perang dengan sengaja menyerahkan kepada musuh, atau membuat atau membiarkan berpindah ke dalam kekuasaan musuh, suatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki yang berada di bawah perintahnya, ataupun Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara atau suatu bagian darinya, tanpa melakukan segala sesuatu untuk itu sebagaimana yang dipersyaratkan atau dituntut oleh kewajibannya dari dia dalam keadaan itu. Untuk perihal yang dijelaskan di atas mungkin akan langka ditemukan pelanggarannya kecuali bagi prajurit TNI yang memang bersikap sebagai pengkhianat.

 

            Perhatikan pula ketentuan Pasal 73 ke-2 KUHPM: ”Diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau sementara maksimum duapuluh tahun, militer yang dalam waktu perang dengan sengaja mengosongkan atau meninggalkan suatu tempat, pos, perahu, pesawat udara atau kendaraan Angkatan Perang yang berada di bawah perintahnya, dengan semaunya di luar keadaan terpaksa. Kalimat ”yang berada di bawah perintahnya” disini berarti juga tempat yang harus diduduki atau dikuasai oleh seorang penjaga terhadap suatu pos yang menjadi tanggung jawabnya.

 

 

            Kemungkinan kelalaian seorang prajurit TNI dalam melaksanakan tugasnya sebagai penjaga pos di daerah penugasan di antaranya adalah karena hal-hal sebagai berikut:

 

1.            Belum mengerti dan memahami betapa penting dan vitalnya penugasan seorang penjaga pos;

 

2.            Tidak mengetahui atau kurang meyakini betul bahwa pelanggaran terhadap tugas penjagaan pos militer akan dapat diberi hukuman yang sangat berat;

 

3.            Selama ini sanksi atau hukuman terhadap perbuatan meninggalkan pos penjagaan di daerah penugasan belum diproses atau diterapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya KUHPM;

 

4.            Jika pengawasan Atasan kurang, seorang prajurit TNI penjaga pos dapat saja meninggalkan pos dikarenakan hendak menemui kekasihnya di suatu tempat;

 

5.            Menganggap sepele dan tidak terlatih atau terbiasa melalaikan tugas sebagai seorang penjaga pos ketika masih di homebase/markas/asrama/ksatrian;

 

6.            Dan lain-lain.

 

 

Tahukah anda, jika penjaga pos militer lalai melaksanakan tugasnya maka rekan-rekannya dapat mengalami kehancuran baik materiil maupun jiwa?

 

 

DALAM PENUGASAN SEHARI-HARI DI MARKAS

 

            Sebelum berangkat melaksanakan tugas operasi militer maka seorang prajurit TNI harus dilatihkan terlebih dahulu, dipersiapkan baik secara fisik maupun mental termasuk rohaninya agar selama penugasan dapat lebih menyesuaikan dan tidak terlalu terasa berat selama menjalaninya. Mungkin secara tidak disadari bisa saja seorang prajurit TNI yang ditugaskan sebagai penjaga pos militer melalaikan tugasnya.

Perhatikan ketentuan Pasal 118 ayat (1) KUHPM: ”Penjaga yang meninggalkan posnya dengan semaunya, tidak melaksanakan sesuatu tugas yang merupakan keharusan baginya, ataupun membuat atau membiarkan dirinya dalam suatu keadaan di mana dia tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai penjaga sebagaimana mestinya, diancam dengan pidana penjara maksimum empat tahun. Dari sini kita dapat melihat ternyata kelalaian dalam menjaga pos militer di homebase/markas/asrama/ksatrian pun dapat diancam dengan hukuman yang cukup berat. Dipersamakan dengan tugas penjagaan pos militer adalah seorang prajurit TNI yang melaksanakan tugas sebagai petugas PIKET (Perwira Piket, Bintara Piket, Tamtama Piket).

 

 

Di antara beberapa hal berikut ini adalah termasuk sebagai dan menjadi penyebab timbulnya kelalaian prajurit TNI dalam melaksanakan tugas sebagai seorang penjaga pos militer:

 

1.            Seorang penjaga pos/piket dibiarkan melakukan kegiatan makan dan pembersihan badan di rumahnya atau tempat lain di luar lingkungan pos atau yang relatif jauh dari pos;

 

2.            Seorang penjaga pos/piket dibiarkan melakukan kegiatan makan dan pembersihan badan di suatu tempat lain yang masih berada di lingkungan penjagaannya tanpa pergantian serta tanpa diketahui dan diizinkan oleh Atasannya yang berwenang untuk itu;

 

3.            Seorang penjaga pos/piket dibiarkan melakukan kegiatan makan dan pembersihan badan di suatu tempat lain sebagaimana pada angka 1 dan angka 2 dikarenakan tidak diberi atau disediakan fasilitas makan dan pembersihan badan sedemikian rupa oleh Atasannya yang berwenang dan memiliki tanggung jawab untuk itu;

 

4.            Seorang penjaga pos/piket meninggalkan tempat bertugas tanpa sepengetahuan dan izin dari Komandan Satuan atau Atasannya yang berwenang untuk itu;

 

5.            Seorang Komandan Satuan atau Atasan tidak menjatuhkan sanksi terhadap Bawahannya yang melakukan kelalaian penjagaan pos militer baik berupa teguran ataupun tindakan lainnya yang diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka pembinaan prajurit TNI;

 

6.            Dan lain-lain.

 

 

Tahukah anda, jika penjaga pos militer atau petugas piket lalai melaksanakan tugasnya maka segala fasilitas yang berada disitu dapat mengalami kehancuran bahkan menimbulkan korban jiwa?

 

Oleh karena itu lakukanlah berbagai hal kecil yang mungkin akan berguna baik pada saat sekarang maupun di masa yang akan datang!

Monday, September 5, 2022

PRAJURIT TNI JANGAN SALAH BERMALAM, MESKIPUN MASIH BUJANGAN TETAP SAJA BISA MEMBAWA PETAKA, MESKIPUN DINIKAHKAN BELUM TENTU PERKAWINANNYA DAPAT BERJALAN DENGAN BAIK

        Sudah kita bahas pada pertemuan yang lalu, sebelum prajurit TNI diizinkan menikah itu perlu dites, diberi ujian, bagaimana mereka menjawab permasalahan-permasalahan sebelum melangsungkan pernikahan, selama dalam perkawinan, bahkan seandainya ketika sampai di ujung mendekati perceraian. Serta dibahas pula bahwa menikah itu bukan karena coba-coba. Pada tulisan yang sekarang akan kita contohkan bagaimana yang mirip dengan pernikahan coba-coba dan cara seorang prajurit TNI mengantisipasi dan menyikapinya. Berikut ini akan kita bahas bagaimana prajurit TNI jangan salah bermalam, meskipun masih bujangan tetap saja bisa membawa petaka, meskipun dinikahkan belum tentu perkawinannya dapat berjalan dengan baik.

 

            Sebagian orang mungkin akan berpendapat bahwa segera menikah itu lebih baik daripada berlama-lama berpacaran, bisa membawa keburukan. Sebetulnya mengenai hal ini tergantung situasi dan kondisi serta bagaimana cara kita memandang situasi dan kondisi itu sendiri. Menurut penulis, belajar memahami dan memaklumi satu sama lain antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan itu jauh lebih baik dibandingkan langsung menikah dan belajar tentang hal-hal tersebut selama dalam masa perkawinan. Pergaulan yang dimaksud sebelum melangsungkan pernikahan itu biasanya disebut sebagai masa berpacaran. Sebetulnya inti permasalahannya adalah bahwa kata ”berpacaran” ini sudah memiliki konotasi negatif bagi sebagian orang. Hal itu dikarenakan prakteknya yang banyak disalahgunakan oleh orang-orang yang melakukan pergaulan itu sendiri.

 

            Pergaulan menurut budaya ketimuran (Indonesia) pada masa lalu, berpacaran itu adalah masa untuk saling mengenal antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan cara-cara bergaul yang sehat dan sopan, dengan maksud agar pada saat sudah berada dalam perkawinan sudah bisa saling menyesuaikan, bisa lebih mengenal, memahami, dan memaklumi tentang pasangannya, sehingga diharapkan dapat meminimalisir terjadinya perceraian. Dengan semakin berkembangnya zaman, terdapat pergeseran nilai-nilai akibat pengaruh-pengaruh yang kurang baik dari budaya lain di luar Indonesia.


Contohnya: kalau dahulu berpacaran itu masih diliputi rasa malu-malu, tidak pernah berciuman apalagi berhubungan seksual sebelum menikah. Sedangkan pada zaman sekarang, sudah banyak yang sudah tidak punya rasa malu lagi, berciuman dengan yang bukan muhrim bahkan ada yang melakukannya dengan sesama jenis kelamin, serta ada juga yang melakukan hubungan seksual secara bebas dengan temannya, padahal itu dilarang oleh agama.

 

            Pergaulan di lingkungan kehidupan militer masih lebih ketat dikarenakan selain diatur oleh ketentuan hukum yang bersifat umum prajurit TNI juga diatur oleh ketentuan yang bersifat khusus yaitu hukum pidana militer dan hukum disiplin militer. Sangatlah beruntung jika kita termasuk golongan orang-orang yang memegang teguh aturan agama. Di dalam kehidupan militer diatur tentang etika dan kesopanan, yang mengatur bagaimana pergaulan terhadap atasan, terhadap bawahan, terhadap sesama rekan, terhadap masyarakat, bahkan yang mengenai pergaulan yang berhubungan dengan masalah seksual, terhadap sesama bujangan ataupun terhadap orang lain yang telah memiliki pasangan. Hal-hal atau perbuatan yang tidak mengindahkan etika dan kesopanan dalam hal pergaulan yang berhubungan dengan seksual itulah yang dinamakan ”perbuatan asusila”.

 

            Berdasarkan penelitian terbatas yang dilakukan oleh penulis, salah satu penyebab terjadinya perceraian dini adalah dikarenakan seorang prajurit TNI tertangkap tangan sedang bermesraan di suatu tempat yang tidak semestinya, atau tertangkap oleh hansip atau ketua RT sedang bermalam di tempat seorang perempuan yang bukan muhrimnya bahkan tidak melaporkan diri untuk tinggal selama ± 1x24 jam di lingkungan tersebut. Dikarenakan keduanya adalah sama-sama bujangan kemudian mereka diberikan pilihan mau menikah atau dilaporkan kepada pihak yang berwajib atau ke kesatuannya. Dengan pertimbangan daripada menjadi lebih malu lagi maka prajurit TNI tersebut memilih untuk menikah. Ternyata perkawinan mereka tidak berumur panjang dikarenakan tidak dilandasi dengan kasih sayang dan komitmen. Perkawinan mereka diawali dengan rasa penyesalan dan dilandasi dengan suatu keterpaksaan, yang diiringi dengan saling menyalahkan satu dengan yang lain.

 

            Kegunaannya dilaksanakan penelitian awal atau bahkan ujian oleh komandan satuan terhadap calon pasangan suami-istri (prajurit TNI dan calonnya) yang akan mengajukan pernikahan adalah agar dapat diketahui sejauh mana kesiapan mereka untuk membangun kehidupan berumah tangga. Mereka harus betul-betul siap untuk menikah, bukan siap untuk bercerai. Ujilah kedua calon pasangan tersebut sehingga seorang komandan satuan benar-benar yakin bahwa mereka berpotensi untuk membangun rumah tangga dengan baik, setidaknya dinilai tidak berpotensi untuk bercerai di kemudian hari. Bilamana dianggap perlu, jika ternyata tidak lulus ujian, ditunggu saja hingga keduanya betul-betul dianggap sudah layak untuk menikah. Disinilah dibutuhkan kepedulian dan kejelian seorang komandan satuan, bukan karena pertimbangan rasa tidak enak terhadap bawahan namun harus mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar, ”masa depan prajurit TNI dan keluarganya”.

 

Mengapa hal ini sangatlah penting?

 

            Permasalahan prajurit TNI banyak bersumber dari kehidupan rumah tangganya. Jika seorang prajurit TNI sedang bermasalah dalam rumah tangganya maka tidak bisa diharapkan ia dapat berkosentrasi dan berprestasi baik dalam pekerjaan kedinasannya sehari-hari. Jika sebuah rumah tangga prajurit TNI bermasalah, tentunya hal ini juga akan berdampak membebani kesatuan. Keadaan rumah tangga yang baik diharapkan dapat mengimbangi dan mendukung kedinasan. Oleh karena itu, bergaul lah terlebih dahulu untuk saling mengenal, saling memahami, dan saling memaklumi, dilakukan dengan etika dan kesopanan, tidak melakukan hal-hal yang melanggar kesusilaan. Janganlah menikah hanya karena sudah dewasa dan bernafsu birahi, melainkan landasi juga dengan rasa ketaatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama dan kepercayaannya masing-masing.

 

Kehidupan rumah tangga baik, moril prajurit TNI dapat terjaga, diharapkan kesatuan dapat berprestasi, kesejahteraan prajurit TNI meningkat.

Thursday, September 1, 2022

KODE ETIK TNI YANG MERUPAKAN JANJI DAN SUMPAH DIRUMUSKAN DALAM SUATU SUMPAH PRAJURIT TNI

            Selain Sapta Marga, ada lagi kode etik TNI yang merupakan janji dan sumpah dirumuskan dalam suatu sumpah prajurit TNI.

 

1.            Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

Seorang prajurit TNI berjanji dan bersumpah demi Tuhan Yang Maha Esa bahwa akan senantiasa menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia serta mengamalkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

2.            Tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan;

 

Seorang prajurit TNI berjanji dan bersumpah demi Tuhan Yang Maha Esa bahwa akan senantiasa tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan.

 

3.            Taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan;

 

Seorang prajurit TNI berjanji dan bersumpah demi Tuhan Yang Maha Esa bahwa akan senantiasa taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan

 

4.            Menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan Negara Republik Indonesia;

 

Seorang prajurit TNI berjanji dan bersumpah demi Tuhan Yang Maha Esa bahwa akan senantiasa menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan Negara Republik Indonesia

 

5.            Memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya.

 

Seorang prajurit TNI berjanji dan bersumpah demi Tuhan Yang Maha Esa bahwa akan senantiasa memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya.


Baik Sapta Marga maupun Sumpah Prajurit, keduanya harus dapat diterapkan dalam kode etik yang berupa Delapan Wajib TNI.

KODE ETIK PRAJURIT TNI YANG PERTAMA KALI DAN MENJADI LANDASAN BERSIKAP DAN BERPERILAKU YANG HARUS DIHAPALKAN YAITU SAPTA MARGA YANG TERDIRI DARI 7 (TUJUH) BUTIR.

       Kodek etik bagi prajurit TNI yang paling mendasar yang dirumuskan baik untuk para pejabat maupun anggotanya sebagai panduan dalam berjiwa dan bersikap sesuai peranan prajurit TNI sebagai warga negara, patriot, ksatria, dan jati diri prajurit TNI itu sendiri adalah apa yang disebut ”Sapta Marga”. Berikut ini adalah kode etik prajurit TNI yang pertama kali dan menjadi landasan bersikap dan berperilaku yang harus dihapalkan yaitu Sapta Marga yang terdiri dari 7 (tujuh) butir. Berikut ini adalah saran pengarahan yang dapat penulis sampaikan.

 

            Penulis akan menjelaskan satu persatu apa yang diatur dalam Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/45/VI/2010 tentang Tri Dharma Eka Karma, sebagai berikut.

 

Sapta Marga:

 

1.            Kami warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila.

 

Setiap prajurit TNI harus menyatakan dirinya mengakui bahwa Pancasila adalah menjadi dasar dalam berkehidupan dan berkebangsaan sebagai warga negara Indonesia. Oleh karenanya setiap prajurit TNI juga harus memahami apa makna dari sila ke-1 hingga sila ke-5 dari Pancasila.

 

2.            Kami patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.

 

Setiap prajurit TNI harus menyatakan dirinya sebagai pejuang yang akan senantiasa rela berkorban demi mendukung dan membela ideologi negara yaitu Pancasila serta menjadi insan yang senantiasa bertanggung jawab dalam segala tindakannya dan tidak pernah mengenal menyerah dalam memperjuangkan semua itu.

 

3.            Kami ksatria Indonesia, yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan.

 

Setiap prajurit TNI harus menyatakan dirinya sebagai seseorang yang memiliki sikap ksatria, mengambil langkah berani untuk senantiasa menghargai kejujuran, membela pihak yang benar, dan senantiasa mampu bersikap adil. Yang mana semua itu bisa diwujudkan dengan senantiasa menerapkan prinsip-prinsip sportifitas dan konsistensi.

 

4.            Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, adalah bhayangkari negara dan bangsa Indonesia.

 

Setiap prajurit TNI harus menyatakan dirinya sebagai seseorang yang rela berkorban untuk menjaga negara ini beserta bangsanya baik dari ancaman dan serangan dari luar maupun dari dalam negeri demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.

 

5.            Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit.

 

Setiap prajurit TNI harus menyatakan dirinya sebagai seseorang yang senantiasa berdisiplin dalam menjalankan kehidupan militernya terutama dalam hal bekerja dan menyelesaikan pekerjaannya. Juga mematuhi dan menaati pimpinannya dengan tetap menjaga sikap dan kehormatannya sebagai prajurit TNI.

 

6.            Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada negara dan bangsa.

 

Setiap prajurit TNI harus menyatakan dirinya baik sebagai seorang Tamtama, Bintara, ataupun Perwira senantiasa memegang teguh kesetiaan dan ketaatan, pemimpin bagi bawahannya, serta berani bertanggung jawab atas tindakannya. Yang mana kesemuanya ditujukan dalam rangka berbakti kepada negara dan bangsa.

 

7.            Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, setia dan menepati janji serta sumpah prajurit.


Setiap prajurit TNI harus menyatakan dirinya sebagai seseorang yang senantiasa setia dan menepati janji serta Sumpah Prajurit yang juga menjadi kode etik TNI.

HATI-HATI MEMINJAMKAN TANAH DAN RUMAH HARUS BERSIAP KARENA BISA SAJA ORANG YANG DITOLONG BERKHIANAT TIDAK MAU PERGI MENINGGALKAN TANAH DAN RUMAH TERSEBUT

Ysh. Sahabat Diskusihidup yang berhati mulia ,   Mungkin Sahabat berhati mulia meminjamkan tanah dan rumah untuk ditempati oleh orang la...