Menurut penulis, terorisme adalah suatu paham atau gerakan organisasi tertentu yang melakukan serangkaian kegiatan tindak pidana yang diselenggarakan sejak sebelum, selama, dan sesudah tindakan inti dilakukan, untuk menimbulkan keresahan yang meluas dalam masyarakat secara nasional ataupun internasional dalam rangka mencapai tujuan kelompok atau organisasi itu sendiri.
Tujuan kelompok atau organisasi terorisme yang dimaksud di atas belum tentu dalam rangka menguasai, mengganti, atau mengambil alih kedaulatan atau kekuasaan suatu negara atau bangsa.
Bisa saja tujuan dari gerakan terorisme memang hanya untuk menimbulkan keresahan baik lingkup nasional ataupun internasional, yang mana keresahan yang ditimbulkan diharapkan dapat menimbulkan efek ikutan berupa ketidakstabilan di bidang-bidang lain selain bidang keamanan yang dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu pada bidang-bidang yang lain.
Kenapa hal ini dikatakan demikian, dikarenakan terorisme juga termasuk yang berupa ancaman, bukan sekedar tindak pidana. Ancaman itu timbul sejak dini, sudah direncanakan dengan matang, diawasi, dan dikendalikan agar penyelenggaraannya dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Menurut pengamatan penulis, kegiatan yang dianggap sebagai suatu gerakan terorisme kemungkinan akan diselenggarakan dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan.
Suatu gerakan terorisme tentunya sudah mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya dikarenakan gerakan mereka harus tertata secara sistematis untuk mengurangi tingkat kemungkinan kegagalan dalam misi atau tugas mereka. Dalam tahapan ini tentunya mereka kemungkinan akan membuat rencana tertulis bukan hanya rencana yang tidak tertulis.
Mengapa demikian?
Karena jika gerakan terorisme hanya dikerjakan oleh perorangan tidak dalam bentuk kelompok, tentunya cukup hanya ada dalam pikiran orang itu saja. Namun jika dalam bentuk kelompok atau tim, tentunya perlu dibuatkan secara tertulis baik dalam bentuk lembaran kertas, buku, dokumen maya, atau bentuk lainnya seperti foto, rekaman suara, atau bahkan dalam bentuk video.
Kemungkinan mereka akan menentukan goal (tujuan), target (sasaran), dan menyiapkan cara bertindak yang lain sebagai alternatif jika rencana awal mengalami hambatan atau kegagalan.
Oleh karena itu pihak aparat keamanan atau yang terkait lainnya sebaiknya mengenali tanda-tanda ini. Laksanakan langkah-langkah temu dini, lapor dini, dan cegah dini. Atau jika memungkinkan laksanakan temu dini, cegah dini, baru lapor dini. Pihak aparat sebaiknya menggabungkan metode penelitian dalam masalah ini bukan hanya menggunakan metode penelitian hukum namun dilengkapi dengan metode penelitian ilmiah agar validitasnya dapat lebih terukur.
Oleh karena itu juga pihak aparat pada tingkat tertentu yang memiliki kualifikasi intelijen sangat perlu mendalami pengetahuan dan teknik melaksanakan penelitian baik yang berupa penelitian hukum maupun penelitian ilmiah. Kemampuan aparat intelijen perlu diupgrade (ditingkatkan) menyesuaikan dengan perkembangan zaman bukan hanya dalam hal pengetahuan cyber namun juga memerlukan suatu pengetahuan yang dapat mengukur situasi atau tindakan-tindakan sehingga dapat dibuat suatu sistem yang dapat diaplikasikan pada bidang penanganan gerakan atau aksi terorisme sehingga dapat mengatasi suatu aksi terorisme atau bahkan bisa mencegahnya. Bahkan yang lebih diharapkan lagi dapat mendeteksi siapa-siapa saja dalang aksi terorisme tersebut melalui metode penelitian ilmiah yang dikonstruksikan sedemikian rupa untuk kepentingan penanganan aksi terorisme.
2. Tahap Persiapan.
Setelah membuat rencana kemungkinan kegiatan yang akan dilakukan oleh kelompok terorisme selanjutnya adalah mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan rencana yang sudah mereka buat dan sepakati.
Oleh karena itu pihak aparat harus dapat mengenali tanda-tanda kegiatan apa saja yang memiliki kemungkinan besar mengarah pada aksi terorisme. Menghadapi kegiatan-kegiatan suatu gerakan terorisme pada tahapan ini adalah dengan cara mengenali variabel-variabelnya atau jika belum ada maka bisa merumuskan sendiri variabel-variabel itu yang kemudian ditentukan faktor-faktornya lalu dikenali dan dirinci indikator-indikatornya.
Jika langkah-langkah penelitian ini sudah selesai dirumuskan yang berupa eksplorasi ataupun bukan maka lakukanlah penelitian lagi yang bersifat konfirmatif, untuk menegaskan atau meyakinkan apakah instrumen-instrumen yang akan digunakan dalam hal penanganan aksi terorisme dapat diterapkan dengan baik atau tidak. Namun perlu dipastikan dulu mengenai variabel-variabel yang akan digunakan benar-benar sesuatu hal yang baru ataukah sudah ada rumusan ilmiahnya, atau setidak-tidaknya sudah ada yang mirip dengan itu.
3. Tahap Pelaksanaan.
Setelah membuat rencana lalu melakukan kegiatan-kegiatan pendahuluan sebagai persiapan dalam melaksanakan aksi terorisme mereka kemungkinan gerakan terorisme akan segera melaksanakan aksinya tersebut. Namun bisa saja mereka akan membatalkan aksi terorisme yang telah mereka laksanakan dikarenakan pertimbangan keadaan tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya aksi terorisme. Atau bisa juga mereka mengalihkan tempat atau bahkan jenis aksi terorismenya dalam bentuk yang lain dari yang semula akan dilakukan.
Oleh karenanya sangat perlu dipertimbangkan atau bahkan jika bisa dihindari adanya pemberitaan-pemberitaan tentang aksi terorisme di media masa terutama televisi atau media online lainnya yang justru malah akan menjadi pembelajaran bagi kelompok atau gerakan terorisme tersebut dalam hal mempelajari kemungkinan gerak-gerik aparat keamanan menghadapi aksi terorisme. Untuk dinamika tentang masalah ini selanjutnya tentu pihak aparat terkait akan sangat memahaminya. Pedomani perkiraan keadaan taktis secara cepat dan terukur dengan menjamin faktor kerahasiaan.
Dalam hal ini pihak aparat juga sebaiknya menyiapkan rencana alternatif sebagai cadangan agar tidak terdadak atau terkecoh dengan gelagat-gelagat dari suatu gerakan terorisme.
Jika selama pelaksanaan kegiatan intelijen terutama di bidang penyelidikan ditemukan berbagai kemungkinan ancaman aksit terorisme, maka sebaiknya dibagi ke dalam beberapa kelompok kemungkinan cara bertindak agar lebih mudah mengidentifikasinya dan juga mudah melakukan pembagian tugas atau pekerjaan. Selama suatu kegiatan penyelidikan yang dilaksanakan oleh suatu tim berlangsung maka tim lain dapat juga melaksanakan kegiatan penelitian. Atau kegiatan penelitian tersebut dapat langsung dilaksanakan oleh tim yang melakukan kegiatan penyelidikan yang kemudian hasilnya dilaporkan kepada atasan terkait atau dibagikan kepada tim lain yang mendapatkan tugas sebagai tim pengolah bahan hasil penelitian.
4. Tahap Konsolidasi.
Pada tahapan konsolidasi, kemungkinan suatu gerakan terorisme sudah berhasil melaksanakan aksi terorismenya. Atau sudah melaksanakan aksinya namun gagal karena sudah terlebih dahulu dicegah oleh pihak aparat keamanan atau pihak lain yang juga berkepentingan dalam hal keamanan. Pada fase ini, kemungkinan untuk terjadi atau dilakukan kembali aksi terorisme bisa terjadi dalam waktu dekat atau dalam jangka waktu tertentu yang cukup lama, tergantung dari besar keberhasilan pada aksi yang telah dilaksanakan. Aksi terorisme tersebut sudah mewakili pencapaian tujuan atau belum. Jika belum mewakili pencapaian tujuan maka kemungkinan aksi selanjutnya dilaksanakan dalam waktu dekat. Namun jika sudah cukup mewakili pencapaian tujuan maka kemungkinan aksi selanjtnya dilaksanakan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Mengapa memiliki kecenderungan demikian?
Jika suatu aksi terorisme yang terjadi sudah dianggap mewakili pencapaian tujuan maka kemungkinan besar mereka tidak akan melakukan aksi lanjutan dalam waktu dekat. Karena jika mereka melakukan aksi lanjutan dalam waktu dekat malah kemungkinan dapat menggagalkan pencapaian tujuan yang telah dirancang tersebut. Demikian juga jika aksi terorisme tersebut belum mewakili pencapaian tujuan maka akan menimbulkan rasa penasaran untuk melakukannya lagi dalam waktu dekat hingga tujuannya terwujud.
5. Tahap Pengakhiran.
Berakhir tidaknya suatu aksi terorisme tergantung tujuan yang ingin dicapai. Jika pencapaian tujuan sudah terlaksana seluruhnya maka kemungkinan besar aksi terorisme pada periode tertentu akan terhenti. Bila suatu gerakan terorisme akan melakukan kembali aksinya di kemudian hari, kemungkinan mereka menganggap ada suatu pencapaian tujuan lagi yang harus diwujudkan oleh kelompok organisasi atau gerakan mereka.
Di Indonesia pernah terjadi aksi-aksi terorisme namun bukan berarti bahwa negara Indonesia adalah sarang teroris. Kejahatan bisa terjadi di mana saja di berbagai negara, termasuk juga aksi terorisme dapat terjadi di berbagai negara bahkan di negara besar sekalipun. Aksi terorisme merupakan masalah yang sangat serius bagi negara manapun, oleh karenanya penanganan maupun penanggulangan terhadap aksi terorisme perlu diselenggarakan dan dilaksanakan secara komprehensif. Hal ini perlu melibatkan berbagai institusi yang dapat dikerahkan baik yang memiliki peran langsung maupun yang tidak, bahkan yang hanya melakukan perbantuan jika diminta atau ditunjuk oleh pemerintah pusat. Oleh karenanya semua pihak yang terlibat dalam penanganan ini harus saling mendukung untuk terciptanya sinergitas dalam penanganan aksi terorisme.
Kenapa penulis bisa mengatakan demikian?
Mari kita cermati peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku positif di Indonesia. Apakah ada ditemukan sesuatu hal mulai dari yang harus diketahui publik (masyarakat Indonesia) hingga yang seharusnya tidak perlu diketahui publik tertuang dalam produk peraturan perundang-undangan, baik yang berupa undang-undang, peraturan presiden, peraturan pemerintah, hingga peraturan menteri? Dalam hal penanganan aksi terorisme, perlu dirumuskan hal-hal yang bersifat sangat rahasia yang hanya dapat diketahui oleh pihak aparat keamanan tertentu yang dituangkan dalam suatu produk prosedur teknis penanganan aksi terorisme, yang mana sudah ada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dapat langsung diberdayakan untuk membuat produk-produk terkait dan bersifat sangat rahasia yang hanya dirumuskan, ditetapkan, dapat diakses atau dipelajari, dan diberlakukan oleh orang-orang tertentu yang diizinkan.
Adapun dalam bentuk regulasi yang berupa peraturan perundang-undangan seyogyanya hanya membahas pengaturan yang bersifat umum, baik yang tertuang dalam undang-undang ataupun peraturan pelaksanaannya yang tetap merupakan pelaksanaan yang masih bersifat umum saja. Sedangkan untuk pelaksanaan yang bersifat khusus dan teknis seyogyanya dituangkan dalam bentuk produk tersendiri yang bersifat rahasia dan sangat rahasia.
Kemungkinan gerakan atau aksi-aksi terorisme tidak akan sampai pada titik atau kriteria tertentu yang mana TNI bisa atau boleh digerakkan atau diizinkan untuk bereaksi terhadap suatu aksi terorisme sesuai kriteria-kriteria yang akan dan/atau telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tentang penanganan aksi terorisme oleh TNI. Penulis yakin bahwa para penjahat di luar sana akan bersikap mengantisipasi untuk mengeliminir keterlibatan TNI dalam penanganan atau pemberantasan organisasi terorisme, karena jika TNI sudah turun tangan maka insyā Allāh akan berjuang hingga tuntas, NKRI harga mati bagi TNI.
Oleh karena itu, untuk hal-hal yang bersifat taktis dan strategis keamanan negara demi tetap tegaknya kedaulatan bangsa dan negara, sebagiknya tidak dituangkan dalam bentuk aturan yang bersifat terbuka dan bisa diakses oleh siapapun. Perlu dibuatkan pengaturan yang bersifat sangat rahasia sebagaimana tiap-tiap perikehidupan memiliki rahasia internal untuk kepentingan khusus dalam hal ini bersifat strategis di bidang pertahanan negara.
Saran kesimpulan:
Bahwa diperlukan metode penelitian ilmiah yang konstruktif di atas metode pengumpulan data melalui teknik penyelidikan intelijen serta pengaturan penanganan yang lebih efektif dan efisien dalam rangka penanggulangan aksi terorisme.
Untuk hal-hal yang bersifat detail teknis dan taktis penanganan kejahatan khusus tidak boleh diumumkan atau disampaikan secara terbuka baik melalui media massa maupun dalam lembaran negara dan tambahan lembaran negara. Perlu dirumuskan suatu lembaran negara dan tambahan lembaran negara yang bersifat sangat rahasia dan sangat terbatas yang dituangkan sebagai bentuk regulasi negara yang diundangkan secara tertutup. Hal ini untuk mewadahi kepentingan bangsa dan negara Indonesia yang bersifat sangat vital.
Hikmah yang dapat diambil dengan pengaturan seperti yang telah penulis jelaskan semua di atas adalah sebagai berikut:
a. tidak perlu menunjuk secara umum institusi mana yang berwenang dan menjadi pelaksana dalam penanggulangan aksi terorisme baik terhadap aparat kepolisian dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) maupun aparat militer dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia (TNI);
b. semua kegiatan dikendalikan langsung oleh badan khusus dalam hal penanggulangan aksi terorisme yaitu BNPT dengan menunjuk sebagian personel-personel dari Polri dan TNI sebagai anggota pelaksananya;
c. dengan keterlibatan Polri dan TNI dalam BNPT tetap dapat mewadahi amanat dalam undang-undang baik yang diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia maupun Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, namun tidak dikendalikan lagi oleh masing-masing institusi (Polri atau TNI);
d. pengaturan tentang siapa melakukan apa tetap dapat terlaksana tanpa ada hambatan yang justru dikarenakan ada regulasi yang terhambat dalam pembuatannya dan regulasi tentang penanggulangan aksi terorisme tetap hanya diprakarsai oleh BNPT bukan oleh yang lain agar jelas fungsi dan tugasnya masing-masing;
e. penggunaan anggaran negara dapat menjadi lebih efektif dan efisien; dan
f. pengaturan dan penanggulangan aksi terorisme dapat menjadi lebih fokus dan disiapkan dengan baik oleh BNPT selaku badan khusus yang menangani hal ini.
Mengenai aksi terorisme mungkin untuk beberapa jangka waktu ini sudah tidak begitu terdengar lagi membuat keresahan secara umum dalam masyarakat Indonesia, namun kita sekarang menghadapi keadaan yang hampir sama meresahkannya seperti aksi terorisme.
Namun keresahan itu seyogyanya diredam dengan usaha-usaha menambah keimanan dan ketakwaan terhadap Allāh ﷻ
agar hati kita menjadi tenteram dan damai.
Mari kita berorientasi pada kepentingan yang sebenarnya daripada mengutamakan kepentingan-kepentingan yang lain yang dapat menghambat kepentingan sebenarnya, yaitu terciptanya Indonesia yang aman, tenteram, dan damai.