Translate

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH

SILAKAN DOWNLOAD APLIKASI AMPUH
Referensi Hukum dan Filsafat

Sunday, August 29, 2021

TUGAS ATASAN YANG PALING SEDERHANA NAMUN SERING TERABAIKAN ADALAH MELAKUKAN HAL MUDAH INI TERHADAP ANGGOTANYA (PRAJURIT TNI)

        Di lingkungan kehidupan militer kerap sekali dengan istilah pembinaan. Pembinaan yang dimaksud meliputi pembinaan mental, rohani, dan jasmani.


1.    Pembinaan mental, merupakan pembinaan yang berkaitan dengan pembentukan dan peningkatan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, bangsa, dan negara, termasuk kesatuan tempat ia bekerja agar setiap Prajurit TNI mampu menyelesaikan setiap penugasan mulai dari yang paling mudah hingga yang paling berat sekalipun.


2.    Pembinaan rohani, merupakan pembinaan yang berkaitan dengan pembentukan dan peningkatan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar setiap Prajurit TNI tidak melakukan pelanggaran.


3.   Pembinaan jasmani, merupakan pembinaan yang berkaitan dengan pembentukan, peningkatan, dan pemeliharaan kemampuan jasmani agar tetap siap dalam menjalankan segala penugasan.


        Konseling adalah kegiatan wawancara atau pengumpulan keterangan oleh seseorang terhadap orang lain dengan maksud untuk mendalami dan memahami keadaan orang tersebut serta orang-orang lainnya yang berkaitan dengannya secara langsung maupun tidak langsung, dan diharapkan bisa membantu kesulitan yang sedang dihadapinya. Di lingkungan kehidupan militer ditujukan untuk mengeliminir setiap hambatan dalam pelaksanaan tugas-tugas militer.

Tugas atasan yang paling sederhana namun sering terabaikan adalah melakukan hal mudah ini terhadap anggotanya (Prajurit TNI).


        Pembinaan itu bukan kegiatan yang sekali jadi lalu selesai, melainkan terus-menerus dikarenakan manusia memiliki pasang-surut dalam hal kondisi kejiwaannya dan juga raganya, dalam hal ini kesehatan jiwa dan kesehatan jasmani.

Keadaan jiwa ini yang harus selalu diawasi karena cenderung tidak terlihat dari luar karena tidak semerta-merta dapat tercermin pada keadaan luarnya (jasmani, berupa sikap dan perilaku). Itulah perlunya diadakan konseling secara rutin, baik secara formal dengan cara memanggil khusus maupun informal dengan cara langsung meneliti obyek dalam kegiatan berkomunikasi sewaktu-waktu di lapangan, atau di kantor bahkan bisa dilakukan di rumah baik di rumah bawahan ataupun di rumah atasan.

Kegiatan konseling ini yang mungkin kurang diperhatikan dikarenakan padatnya kegiatan satuan ataupun kesibukan komandan satuan. Seyogyanya kegiatan tersebut dapat juga didelegasikan kepada unsur-unsur komandan bawahan yang bisa lebih dekat dengan para anggotanya.


        Memang selama ini kegiatan pengarahan oleh atasan kepada para anggotanya sudah banyak dilakukan pada saat kegiatan-kegiatan apel (apel pagi, apel siang, apel malam, apel luar biasa) ataupun jam-jam komandan. Bahkan secara periodik setiap tahun juga diadakan penyuluhan hukum dan pemberian nasihat pembinaan mental. Namun hal-hal tersebut belum tentu berdampak signifikan terhadap pengarahan perilaku anggota dikarenakan bentuk-bentuk pengarahan itu disampaikan kepada orang banyak dalam satu waktu, yang mana prosentase penerimaan dari para Prajurit TNI sebagai audiens tergantung berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tingkat penyerapan informasi.


        Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut di antaranya adalah suara yang dikeluarkan atau suara yang diterima oleh audiens sudah cukup jelas, slide yang ditampilkan apakah sudah cukup terbaca hingga dari posisi paling belakang, dan audiens sedang berkonsentrasi menerima informasi ataukah tidak serta kenyamanan audiens selama mengikuti kegiatan. Atau karena pelaksanaan penyuluhan hukum ataupun pembinaan mental terhadap suatu satuan dilakukan hanya sekali dalam setahun, tentunya hal ini merupakan jangka waktu yang sangat lama. Lagipula keinginan prajurit untuk melakukan konsultasi melalui telpon sangatlah kecil, dengan berbagai alasan dan kendala. Atau sebenarnya kendala ini bisa diatasi oleh komandan satuan dengan cara penyampaian yang berulang-ulang pada saat melaksanakan jam komandan. Materi-materi penyuluhan hukum ataupun pembinaan mental tersebut dapat disampaikan kembali kepada para anggota oleh komandan satuan.


        Oleh karenanya konseling dapat menjadi jalan yang lebih efektif dan efisien meskipun membutuhkan waktu tertentu. Namun hal ini dapat dikerjakan terhadap anggota-anggota tertentu yang memang dinilai memerlukan perhatian lebih. Peniaian dapat dilakukan baik dalam setiap kegiatan apel dan kegiatan lainnya ataupun berdasarkan laporan-laporan tertentu dari berbagai pihak.


        Jika di tempat apel, atau betuk-bentuk pengarahan lainnya, tentu mengalami keterbatasan dalam hal menggali keadaan atau permasalahan anggota. Waktu terbatas, atau mungkin anggota malu jika hendak bertanya atau menyampaikan permasalahan yang sedang dihadapinya. Dengan melakukan konseling diharapkan anggota menjadi lebih terbuka. Sehingga kemungkinan-kemungkinan terjadi permasalahan terhadap para anggotanya dapat ditemukan dini, cegah dini, atau atasi dini. Ini salah satu bentuk kepedulian atasan terhadap bawahannya.


        Pengawasan juga perlu dilakukan terhadap keluarga prajurit. Pengawasan bukan hanya dilakukan terhadap prajuritnya melainkan terhadap istri-istri prajurit sebagai anggota Persatuan Istri Tentara/Prajurit (ibu Persit). Terutama dalam hal ada Prajurit TNI yang sedang melaksanakan dinas luar seperti penugasan di dalam ataupun di luar negeri yang membutuhkan waktu lama berada di luar asrama, sehingga meninggalkan keluarga dalam hal ini istrinya. Sudah tentu pengawasan terhadap istri-istri prajurit harus lebih diperketat untuk mengantisipasi hal-hal buruk yang mungkin akan terjadi ketika suami mereka sedang tidak berada di asrama mereka dalam waktu yang lama. Dalam hal ini pengawasan dapat dilaksanakan oleh unsur pimpinan terutama perwira tertua bersama istrinya, yang tinggal di asrama dan menjaga prajurit lainnya yang tidak melaksanakan penugasan. Perwira tertua ataupun istrinya dapat melakukan konseling terhadap keluarga prajurit (istri dan anak-anaknya) yang memerlukan perhatian lebih atau diduga sedang mempunyai permasalahan. Permasalahan yang paling menonjol biasanya perselingkuhan antara ibu Persit dengan Prajurit TNI yang tinggal di asrama yang tidak melaksanakan penugasan. Perwira tertua dan prajurit lainnya yang tinggal beserta istrinya wajib menjaga diri masing-masing serta dapat saling mengawasi terhadap ibu Persit yang sedang ditinggal suaminya.


        Atau lebih baik lagi jika dapat tercipta suatu keadaan yang mana para Prajurit TNI tersebut secara sukarela menyampaikan atau meminta petunjuk kepada atasannya tentang permasalahan yang sedang atau akan dihadapinya sejak dini. Oleh karenanya perlu juga dibina kedekatan dan saling peduli antar ibu Persit agar mereka saling mengawasi satu sama lain dan tercipta kemudahan dalam pelaksanaan konseling di antara ibu Persit. Itulah juga salah satu tugas para unsur komandan untuk membina kedekatan dengan para anggotanya agar mereka tidak sungkan-sungkan untuk berbagi suka maupun duka dalam rangka mendapatkan solusi bagi kepentingan bersama terutama satuan.

Saturday, August 28, 2021

BAGAIMANA PEMBAHASAN KRIMINOLOGI DI LINGKUNGAN KEHIDUPAN MILITER, APA YANG MEMBUATNYA KHUSUS DAN BERBEDA? PERTANGGUNGJAWABAN KOMANDO ADALAH KUNCINYA

        Militer merupakan organisasi dan komunitas yang memiliki ciri khusus atau ciri khas dalam hal cara bekerja dan bersosialisasi. Dalam hubungan internal, suatu organisasi militer memiliki sesuatu yang mungkin tidak menonjol pada organisasi lainnya. Yang berbeda dalam kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat di lingkungan militer adalah adanya program pembinaan terhadap Prajurit TNI dan keluarganya.
Bagaimana pembahasan kriminologi di lingkungan kehidupan militer, apa yang membuatnya khusus dan berbeda? Pertanggungjawaban komando adalah kuncinya.
        

        Pembinaan terhadap Prajurit TNI tidak boleh yang bersifat melanggar hukum. Pembinaan terhadap Prajurit TNI meliputi juga pembinaan terhadap keluarganya. Prajurit TNI sekarang sudah lebih ditertibkan lagi untuk tidak melakukan hal-hal yang termasuk kekerasan yang bersifat penganiayaan yang dapat menimbulkan luka ataupun kematian, dengan adanya penggunaan alat baik berupa benda tumpul maupun tajam, yang mana secara langsung menggunakan dan diakibatkan oleh alat eksternal ataupun internal (organ tubuh berupa kepalan/pukulan tangan, tendangan kaki, dan yang lainnya).
        

        Pembinaan yang menunjang ke arah pembentukan Prajurit TNI yang pemberani dan pantang menyerah tidak harus dilakukan dengan cara dilatih untuk terbiasa dipukuli, ditendangi, dan sebagainya. Karena metode pembinaan yang seperti itu tidak bisa menjadi jaminan bahwa produk yang dihasilkan dapat terbentuk dengan baik. Yang terjadi malah justru kegagalan. Karena jika salah penanganan metode pembentukan keberanian dan semangat pantang menyerah, tentunya dapat berakibat fatal, terjadi luka dalam bahkan kematian personel. Dan metode-metode kekerasan yang bersifat penganiayaan akan mudah ditunggangi oleh egoisme atasan atau senioritas untuk melampiaskan dendam tradisi secara turun-temurun. Kegiatan kekerasan yang bersifat penganiayaan yang berkedok tradisi harus dieliminir.
        

        Pembinaan yang bersifat militer yang bisa diterapkan jauh lebih baik untuk menimbulkan keberanian dan semangat pantang menyerah, adalah kegiatan seperti latihan merayap, berguling, dan berjungkir dengan jarak dan lama waktu yang terukur. Jika pembinaan yang bersifat latihan seperti di atas tidak mau dilaksanakan oleh seorang bawahan, atau sudah tidak mau lagi melaksanakannya ketika diberi perintah untuk melaksanakan latihan militer ataupun yang bersifat tindakan disiplin, maka ia jangan dipukuli atau dianiaya, melainkan diproses saja secara hukum. Jika seorang Prajurit TNI sudah tidak mau lagi atau tidak bisa lagi dibina, berilah ia sanksi yang seberat-beratnya melalui pemberian sanksi disiplin mulai yang paling ringan hingga yang paling berat yaitu pemecatan atau dikenal dengan istilah pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH).
        

        Prajurit TNI terkadang perlu berjiwa keras namun bukan brutal. Jika ada Prajurit TNI yang brutal maka disebut sebagai produk pembinaan yang gagal. Produk pembinaan yang gagal itu harus dipisahkan atau dikeluarkan dari komunitas militer.
Kita ambil perumpamaan dari suatu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan produk barang. Barang hasil produksi yang termasuk golongan barang rijek, dipisahkan dari barang lainnya yang masih masuk dalam kriteria barang layak jual. Barang rijek, yang tidak sesuai kriteria layak jual tadi dipisahkan untuk dijual murah, dibuang, atau dimusnahkan dan diolah menjadi bahan lain jika diperlukan, agar tidak menciderai nama baik perusahaan produsen barang tersebut.
        

        Demikian juga halnya dengan Prajurit TNI. Organisasi TNI membentuk prajurit-prajurit yang siap untuk melaksanakan tugas-tugas militer. Oleh karenanya terdapat instrumen yang diterapkan untuk membentuk itu, yaitu instrumen pembinaan personel. Proses pembinaan terhadap Prajurit TNI dilakukan secara berkesinambungan, yang mana pembinaan tersebut ditujukan untuk membuat Prajurit TNI siap melaksanakan tugas, memperbaikinya, atau menjaganya agar tetap baik.

Dalam prosesnya terdapat berbagai faktor yang akan mempengaruhi penampilan dan kinerja Prajurit TNI tersebut. Itulah kewajiban para komandan suatu kesatuan militer (komandan satuan) dalam hal menjaga agar satuannya senantiasa siap untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada tiap-tiap instansi militer atau kesatuan atau istilah yang biasa digunakan yaitu "satuan".
Ketika seorang Prajurit TNI berdasarkan penelitian dan pertimbangan yang matang ternyata dinilai sudah tidak dapat lagi dibina dan dipertahankan di lingkungan masyarakat militer, maka dengan sangat terpaksa Prajurit TNI tersebut harus dipisahkan dan dikeluarkan dari keanggotaannya sebagai Prajurit TNI. Dan sebaliknya, bila dipertimbangkan masih bisa dibina menjadi lebih baik kembali, maka bisa dilaksanakan pembinaan sementara secara khusus di lembaga pemasyarakatan militer.
        

        Jika berbicara tentang kriminologi, intinya kriminologi itu tentang perilaku pelaku dan sebab akibat terjadinya suatu kejahatan. Sebab akibat itu meliputi keadaan, niat, dan kesempatan. Faktor internalnya adalah pengawasan dan pengendalian dari satuan.
Suatu kejahatan itu pada umumnya terjadi berpasangan, ada pelaku dan ada korban. Hal ini juga merupakan pertemuan dari dua keadaan, yang mana jika keadaan satunya tidak ada maka keadaan yang lain tidak terjadi.

Contoh:

Pada suatu waktu ada seorang perempuan yang berpakaian seksi dan mengundang syahwat, sementara ada juga laki-laki yang sedang berpikiran ke arah nafsu seksual. Maka ketika kedua keadaan itu bertemu pada suatu tempat dan waktu yang sama, hal itu dapat memicu terjadinya kejahatan seksual, yang mana jika keadaan pada saat itu dianggap memungkinkan oleh pelaku maka terjadilah usaha perkosaan, penculikan, dan sebagainya. Jika kedua keadaan tersebut tidak bertemu pada satu waktu dan tempat, tentunya kejahatan mengenai hal tersebut belum tentu terjadi.
Begitu juga jika pada saat laki-laki tadi hanya berada sendirian dan tidak bisa kemana-mana atau memang tidak ke tempat yang terdapat orang lain, tentunya tidak akan terjadi kejahatan tersebut.
        

        Oleh karena itu perlu dihindari juga hal-hal yang dapat memancing seseorang menjadi pelaku kejahatan. Karena bisa saja semula tidak ada niat berbuat jahat, namun kemudian tiba-tiba muncul niat itu dikarenakan ada yang memancing keadaan baik secara sengaja ataupun tidak sengaja, apalagi jika keadaan pada saat itu mendukung terjadinya  kejahatan (misal: malam hari, atau keadaan sepi).
      

        Kriminologi di bidang militer memiliki kekhususan. Di lingkungan masyarakat umum, seseorang dapat dianggap sebagai pelaku kejahatan atau pelanggar hukum jika tidak melaporkan tentang adanya dugaan suatu tindak pidana kepada pihak yang berwajib baik yang bersifat masih rencana, proses, ataupun yang sudah terjadi. Namun di lingkungan militer terdapat perbedaan. Di lingkungan militer berlaku tanggung jawab komando (tanggung jawab komandan), artinya bahwa setiap komandan satuan memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran yang nyata-nyata akan dilakukan oleh anggotanya, menghentikan dan melaporkan berlangsungnya suatu pelanggaran yang sedang dilakukan oleh anggotanya, serta memproses, melaporkan, dan/atau menjatuhkan hukuman terhadap anggotanya yang telah melakukan pelanggaran.
        

        Jika ketiga hal itu tidak diterapkan oleh seorang komandan satuan maka yang bersangkutan akan dituntut secara hukum dan dianggap sebagai pelaku pelanggaran yang dapat diberi hukuman mulai dari penjatuhan hukuman disiplin hingga pemidanaan, atau setidak-tidaknya pencopotan jabatan.

Mungkin ada sebagian yang berpikir bahwa pelanggaran anggota tidak harus selalu dilaporkan, dibiarkan mengambang dan berlarut-larut tanpa kepastian, dengan harapan komandan satuan akan tetap terlihat bagus dalam hal pembinaan prajuritnya. Jika ada yang berpikiran demikian, jelas salah besar, dan tidak perlu dibudayakan. Bukan berarti bahwa ketika banyak anggotanya diproses karena telah melakukan pelanggaran lalu komandan satuan dinyakatan gagal dalam pembinaan. Komandan satuan itu silih berganti dalam rentang waktu yang relatif pendek, sehingga tidaklah bijaksana jika membebankan semua kesalahan anggota pada komandan satuannya yang terakhir menjabat, karena pembinaan itu merupakan kelanjutan dari pembinaan personel sebelumnya. Jelek dan tidaknya seorang komandan satuan tergantung bagaimana ia menyikapi persoalan dalam satuannya, seperti yang dijelaskan di atas tentang pertanggungjawaban komando.


        Perhatikan Pasal 132 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), yang mengatur sebagai berikut:

"Militer, yang sengaja mengizinkan seorang bawahan melakukan suatu kejahatan, atau yang menjadi saksi dari suatu kejahatan yang dilakukan oleh seorang bawahan dengan sengaja tidak melakukan suatu "tindakan" (matregel) kekerasan yang diharuskan sesuai dengan kemampuannya terhadap pelaku tersebut, demi kepentingan perkara itu, diancam dengan pidana yang sama pada percobaannya."

Pasal di atas juga berkaitan dengan Pasal 133 KUHPM, tergantung termasuk kriteria yang mana perbuatan dari komandan satuan tersebut.

        Sehingga di lingkungan militer terdapat perkembangan kriminologi berdasarkan tanggung jawab komando. Dalam hal ini kepedulian komandan satuan menjadi titik berat penentu penilaian di bidang kriminologi di lingkungan militer. Hal ini yang merupakan salah satu ciri khas militer sebagai organisasi yang mengutamakan kekompakan dan satu komando atau satu perintah, untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas satuan.

Friday, August 27, 2021

PERLUASAN MAKNA KUMPUL KEBO DAPATKAH DITERAPKAN DI LINGKUNGAN KEHIDUPAN MILITER? APAKAH DAPAT DITERAPKAN TERHADAP ORANG-ORANG YANG TIDAK TINGGAL BERSAMA?

         Kumpul Kebo adalah suatu istilah yang digunakan untuk perbuatan dua orang, pasangan laki-laki dan perempuan, yang tidak terikat perkawinan namun sudah hidup bersama layaknya suami-istri, melakukan perzinahan, melanggar hukum agama. Namun apakah benar patokannya harus selalu disyaratkan tinggal di dalam satu rumah? Seiring perkembangan zaman tentunya istilah tersebut telah mengalami perluasan makna. Perluasan makna Kumpul Kebo dapatkah diterapkan di lingkungan kehidupan militer? Apakah dapat diterapkan terhadap orang-orang yang tidak tinggal bersama?


        Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memang tidak diatur secara khusus tentang perbuatan Kumpul Kebo. Terhadap dua orang laki-laki dan perempuan yang tidak terikat perkawinan di dalam KUHP tidak dianggap sebagai suatu kejahatan maupun pelanggaran. KUHP mengatur perbuatan perzinahan yang dilakukan oleh orang-orang yang keduanya dan/atau salah satu pelakunya masih terikat perkawinan dengan orang lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP. Adapun yang diatur dalam Pasal 281 KUHP hanya dilihat dari apakah suatu perbuatan itu telah memenuhi unsur melanggar kesusilaan di muka umum yang dapat membuat siapapun yang melihatnya akan merasa jijik atau tidak.


        Kalau pada masa lalu, kita memahami suatu perbuatan Kumpul Kebo itu hanya sebatas definisi perbuatan perzinahan, melakukan hubungan layaknya suami-istri, yang dilakukan berulang kali oleh suatu pasangan laki-laki dan perempuan yang tidak terikat perkawinan yang berada atau tinggal bersama di dalam satu rumah. Kemudian diperluas dengan adanya fasilitas kost-kostan yang hanya berupa kamar. Dan ketika pasangan tersebut tinggal satu ruangan di kamar kost-kostan tersebut juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan Kumpul Kebo.


Lalu bagaimana dengan laki-laki dan perempuan yang tidak terikat perkawinan namun sudah berulang kali secara rutin berzinah, melakukan hubungan layaknya suami-istri, sementara mereka tidak tinggal bersama di dalam satu rumah ataupun kamar semisal kost-kostan?


        Istilah Kumpul Kebo seiring perkembangan zaman sudah mengalami perluasan makna, bukan hanya terhadap orang-orang yang berada dalam satu tempat tinggal. Namun terhadap suatu pasangan yang tidak tinggal bersama di dalam satu tempat pun dapat dikategorikan sebagai telah melakukan perbuatan Kumpul Kebo jika mereka seolah-olah sudah merasa tidak ada halangan bagi mereka untuk melakukan hubungan layaknya suami-istri padahal mereka tidak terikat dalam perkawinan, yang tercermin dari perbuatannya melakukan perzinahan secara berulang-ulang.

Lagipula bisa saja alasan tidak tinggal bersama dalam satu atap itu dikarenakan beberapa hal sebagai berikut:

1.    Tidak memiliki anggaran untuk membeli atau menyewa tempat untuk tinggal bersama;

2.    Dikarenakan sebagai Prajurit TNI bujangan terikat aturan bahwa yang bersangkutan masih diwajibkan tinggal di barak khusus prajurit bujangan, sehingga tidak memungkinkan tinggal di luar asrama;

3.    Mungkin saja ada kesengajaan untuk menyembunyikan kesan telah melakukan perbuatan Kumpul Kebo, mengelabui masyarakat dengan cara tidak tinggal bersama;

4.    Kegiatan Kumpul Kebo yang dilakukan dengan tinggal bersama dalam satu atap sudah tidak memungkinkan lagi dilakukan pada masa sekarang dikarenakan pengawasan warga setempat sudah lebih ketat;

5.    Terlebih-lebih adanya pandemi Covid-19 mendorong pendataan tempat tinggal warga yang lebih akurat sehingga jika ada yang terkena wabah Covid-19 malah perbuatan pasangan Kumpul Kebo akan mudah terbongkar; atau

6.    Dan sebagainya.


        Peranggapan dikarenakan adanya perluasan makna seperti yang dijelaskan di atas dapat juga dianalogikan terhadap suatu keadaan orang-orang yang berada dalam suatu perkawinan. Seorang laki-laki dan perempuan yang sudah menikah (terikat dalam perkawinan yang sah) tidak disyaratkan bahwa keduanya harus selalu berada atau tinggal bersama di dalam satu rumah atau kamar. Mungkin saja dikarenakan alasan dan keadaan tertentu mereka harus tinggal di tempat yang terpisah atau berlainan, namun tetap saja mereka dikatakan sebagai pasangan suami-istri.


Demikian juga halnya dengan keadaan Kumpul Kebo. Orang-orang yang melakukan perbuatan Kumpul Kebo sudah tidak lagi selalu dianggap dan disyaratkan bahwa pasangan yang tidak terikat perkawinan tersebut harus selalu berada dan tinggal di dalam satu tempat. Meskipun tidak tinggal bersama, tetap saja mereka dapat dikategorikan sebagai pasangan Kumpul Kebo. Dalam hal ini yang menjadi penekanan adalah perbuatannya, yaitu perzinahan, telah berulang kali melakukan hubungan layaknya suami-istri tanpa terikat perkawinan yang sah, karena sudah terbiasa seolah-olah sudah tidak ada halangan bagi mereka (suatu pasangan) untuk melakukan perbuatan tersebut, juga dapat dianggap sebagai perbuatan Kumpul Kebo.


        Jika masyarakat di lingkungan setempat sudah melihat gelagat atau kebiasaan yang mencurigakan tentu akan cenderung berusaha mencari tahu tentang keadaan yang sebenarnya. Misalnya seorang pria sering datang ke tempat seorang wanita yang sendirian, berulang-ulang dan berlama-lama, sementara ketua lingkungan di tempat itu mengetahui bahwa wanita yang didatanginya tidak ada hubungan keluarga dengan pria yang datang, ini sudah merupakan suatu hal yang patut dicurigai. Dalam keadaan yang seperti ini Pasal 282 KUHP dapat saja diterapkan karena dianggap telah membuat masyarakat di sekitarnya menjadi merasa jijik dengan kebiasaan yang dilakukan oleh para pelaku Kumpul Kebo, sedangkan untuk kebenarannya perlu didukung dengan bukti-bukti yang mengarah pada perbuatan tersebut.


        Bila terdapat Prajurit TNI yang berstatus bujangan atau duda tidak terikat perkawinan yang sah dengan orang lain, kemudian ia berulang kali melakukan hubungan layaknya suami-istri dengan pasangannya, meskipun mereka tidak tinggal bersama di dalam satu rumah atau kamar, tetap saja dianggap sebagai suatu pelanggaran, bisa sebagai pelanggaran disiplin militer hingga pidana. Perbuatan seperti ini harus segera dihentikan, bisa dengan cara memutuskan pergaulannya atau dengan cara menikahkan keduanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ajaran agama yang dianutnya. Pilih mana yang dianggap lebih baik sesuai dengan berbagai pertimbangan yang paling mungkin diambil berdasarkan keadaan pada saat itu.

Saturday, August 21, 2021

JANGAN PERNAH BERKATA "SAYA SUDAH BERBUAT BANYAK UNTUK KESATUAN ATAU KEDINASAN TETAPI MENGAPA KARIR SAYA BEGINI-BEGINI SAJA?"

        Mungkin pada suatu waktu kita pernah berpikir atau bahkan terucap: "Saya sudah berbuat banyak untuk kesatuan atau kedinasan tetapi mengapa karir saya begini-begini saja?"

Bahkan mungkin kita pernah berkeluh kesah, orang yang biasa-biasa saja karirnya bagus atau bahkan luar biasa, tetapi yang luar biasa dalam bekerja atau telah bekerja keras melampaui panggilan tugasnya malah tetap berada pada posisi yang biasa-biasa saja. Disadari ataupun tidak, sebagian orang akan cenderung berpikir seperti itu.


1.    Namun pernahkah kita berpikir, bahwa apa yang kita kerjakan sebagian besar adalah kewajiban?

2.   Pernahkah kita berpikir, bahwa yang kita kerjakan tidak selalu berbalas dengan perbandingan yang seimbang?

3.  Pernahkah kita berpikir, bahwa yang menjalankan sistem perilaku kehidupan di dunia ini adalah manusia?


Oleh karenanya:

1.        Jika kita pernah berpikir, sesungguhnya peran dalam kehidupan terbagi ke dalam 3 (tiga) jenis kegiatan dari segi keharusan, yaitu kegiatan yang merupakan kewajiban, hak, dan kegiatan sukarela. Sebagian besar yang harus kita kerjakan merupakan kewajiban, sedangkan yang lainnya yang memiliki bagian lebih sedikit berupa hak dan ada pula yang berupa kegiatan sukarela yang belum tentu sebagai kewajiban dan/atau hak. Nampak bahwa hak dan kegiatan sukarela masing-masing memiliki komposisi yang lebih sedikit dibandingkan kewajiban, dan oleh karenanya kewajiban dilaksanakan terlebih dahulu mendahului hak dan kegiatan sukarela.


2.        Jika kita pernah berpikir, sesungguhnya suatu kewajiban yang kita laksanakan tidaklah selalu menimbulkan hak karena sesungguhnya kewajiban lahir dari suatu perintah, keharusan untuk dikerjakan, yang belum tentu berbalas dengan kebaikan, untuk hal yang sama, ataupun lain hal. Belum tentu ada keharusan orang lain untuk membalas dengan sesuatu yang seimbang dengan dan terhadap apa yang sudah kita kerjakan dalam rangka melaksanakan kewajiban tersebut.


3.        Jika kita pernah berpikir, yang menjalankan sistem perilaku kehidupan ini adalah manusia, maka kita tidak bisa terlalu berharap apa yang kita terima haruslah seperti yang kita pikir dan nantikan. Selama kita masih menggantungkan harapan kepada manusia, maka hal ini adalah sesuatu yang harus dimaklumi bahwa manusia tidak mungkin memenuhi semua keinginan manusia lainnya apalagi jika harus secara pasti hitungannya. Hanya Allāh  yang tepat perhitungannya, tidak dikurangi sedikitpun bahkan diberi penghargaan yang jauh lebih banyak daripada kebaikan yang telah dikerjakan manusia, tidak dizalimi sedikitpun (lihat QS. Al-Baqarah: 245, 261, dan QS. Ali 'Imran: 25, 161).

Jika kita melakukan sesuatu untuk kebaikan orang lain/banyak yang diridai Allāh  , maka Allāh  (insyā Allāh) akan memudahkan jalannya.


Bagaimana caranya agar Allāh  meridai apa yang kita kerjakan? Mungkin beberapa hal ini bisa diterapkan:

a.        lakukan perbuatan yang baik;

b.        yakini bahwa yang kita kerjakan karena mengutamakan mencari rida Allāh  ;

c.        senantiasa berdoa, tidak berputus asa;

d.       istiqomah, perbuatan baik dilakukan dengan konsistensi dan keteguhan hati.


        Jangan gantikan kebaikan kita dalam bekerja dengan harapan imbalan agar pangkat dan jabatan menjadi lancar. Dan ketika kita belum beruntung lalu menjadi kecewa, berkeluh kesah, serta menyalahkan orang lain. Jangan sekali-kali terucap kata-kata seperti ini: "orang lain yang malas bekerja, diberi pekerjaan senantiasa menghindar, tahunya hanya memerintah Bawahan tapi tidak pernah membimbing dan mengarahkan tentang pekerjaan itu" dan lain-lain perkataan yang seperti itu "tapi karirnya lancar dan mendapatkan kedudukan yang lebih baik". Meskipun yang berucap seperti itu menyatakan bahwa kebaikan dan kerja kerasnya dalam bekerja selama ini sudah dilakukan dengan keikhlasan, namun sesungguhnya ucapan itu secara tidak disadari merupakan cerminan bahwa yang selama ini dikerjakannya tidak dilandasi keikhlasan karena mencari rida Allāh , namun semata-mata karena orientasi duniawi. Perasaan-perasaan seperti demikian harus senantiasa dihindari supaya tidak mengotori ketulusan.


   Pembaca, penonton, atau pendengar tidak boleh mempertanyakan apakah penulis, pemberi materi, atau penceramah sudah melakukan kebaikan seperti yang disampaikannya. Insyā Allāh pengalaman yang buruk itu sudah masa lalu bagi mereka. Terima saja dan praktekkan nasihat-nasihat baik yang disampaikan karena mungkin itu memang sudah petunjuk dari Allāh  kepada kita. Ikuti petunjuk kebaikan yang sampai kepada kita agar kita dimudahkan dalam menjalankannya. Jika kita hanya mau melaksanakan suatu petunjuk kebaikan dari orang-orang yang sudah dianggap baik saja, maka sesungguhnya kita akan menderita kerugian karena tidak mendapatkan berkah dari kebaikan tersebut. Laksanakan kebaikan sekalipun itu mungkin bersumber dari sesuatu yang tidak baik. Kalau menunggu pelaksanaan kebaikan dijalankan hanya jika disampaikan oleh orang-orang yang selalu melaksanakan kebenaran saja, maka belum tentu kita dapat menjumpai hal itu, karena manusia tidak sempurna sangat mungkin ada salah di antara berbuat kebenaran sekalipun itu hanya sedikit.

Ingatlah, manfaatkan yang baik-baik, buang yang jelek-jelek, demikianlah pilihan yang bijaksana. Sesungguhnya Allāh Maha Pengampun lagi Maha Bijaksana.


        Laksanakan kebaikan demi kebaikan dengan jalan yang baik sebagai suatu kewajiban, dari Allāh  , dari Rasulullāh, dan dari ulil amri di antara kalian (seperti yang dimaksud dalam QS. An-Nisā': 59). Carilah rida Allāh  dalam setiap kegiatan baik itu, insyā Allāh mendapatkan ganjaran akhirat. Kebaikan yang kita dapatkan di dunia mungkin ibarat sebagai bonus, yang jika kita tidak mendapatkan bonus itu pun semestinya tidak perlu dipermasalahkan karena kita meyakini balasan Allāh  di akhirat. Kehidupan di dunia hanya sementara, sedangkan kehidupan di akhirat itu selama-lamanya. Oleh karenanya sudah sepatutnya kita lebih menggantungkan pada yang bersifat abadi.


        Ingatlah pepatah lama, doktrin dari senior-senior sesama Prajurit TNI, yang seyogyanya perihal itu masih berlaku, bahwa pangkat dan jabatan itu bukan hak pribadi Prajurit TNI yang bersangkutan. Hak itu lebih cenderung pada sesuatu yang lebih pasti, misalnya mengenai pemberian gaji dan tunjangan atau yang semacam itu. Setelah diteliti dan dipahami lebih lanjut ternyata ada benarnya bahwa pangkat dan jabatan itu bukan hak Prajurit TNI yang memiliki pangkat atau jabatan yang lebih rendah (Bawahan) melainkan kewajiban dari Prajurit TNI yang memiliki pangkat atau jabatan lebih tinggi (Atasan) beserta staf terkait yang menjalankan delegasi tugas dari Atasan tersebut.

Oleh karena itu, jika ada sesuatu hal yang tidak benar dari perjalanan sistem kerja dan sebagainya, itu adalah tanggung jawab Atasan, kewajiban mereka untuk membuat semua hal berjalan dengan baik, dan mereka akan mempertanggungjawabkannya kepada Atasannya lagi, dan seterusnya hingga kepada Sang Pencipta, Allāh  .


        Yang perlu kita kerjakan adalah, laksanakan kewajiban sebagai Prajurit TNI dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan negara Republik Indonesia. Berusahalah selalu bekerja dengan baik karena menyadari bahwa itu adalah sebagian dari kewajiban yang harus kita selesaikan. Tugas dan tanggung jawab yang sudah diatur sesuai Peraturan dan Keputusan Panglima TNI, Kasad, Kasal, dan Kasau, ataupun surat perintah dari Komandan Satuan berhubungan erat dengan penghasilan yang bersifat gaji dan tunjangan, yang direfleksikan ke dalam bentuk pangkat dan jabatan tiap-tiap Prajurit TNI. Jika suatu kewajiban sengaja tidak dikerjakan atau bermalas-malasan, maka seolah-olah ia masih mempunyai hutang karena penghasilan yang diterima tidak seimbang dengan kinerjanya selama ini (gaji banyak tetapi beban kegiatan dan tanggung jawab yang dipraktekkannya sedikit).


        Bisa saja pada pangkat dan jabatan yang sekarang terasa seolah-olah memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang sedikit, manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya terutama selama berada di waktu-waktu ketika berada dalam kedinasan. Perbanyaklah melakukan pekerjaan yang baik dan berusaha menciptakan atau mengembangkan kegiatan untuk kedinasan dan diri sendiri yang dapat mendukung kedinasan.

Contoh: membaca artikel-artikel yang berkaitan dengan tugas-tugas atau pengetahuan lain untuk menambah wawasan dan meningkatkan kinerja.

Jangan tergiur dan terpancing dengan selalu mengejar pangkat dan jabatan, karena sesungguhnya itu adalah beban. Penuhi terlebih dahulu kegiatan dalam pangkat dan jabatan yang sekarang dijalani. Nikmatilah prosesnya dengan baik, agar menjadi pengalaman terbaik dan pelajaran berharga dalam kehidupan.

Amanah itu beban, jika kita tidak bisa menjalankannya dengan baik. Terimalah dengan ikhlas apa yang sudah Allāh  berikan, tetap berdoa, berikhtiar, tanpa menghalalkan segala cara, senantiasa bersyukur dan berzikir agar hidup tidak dipenuhi dengan keluh kesah serta agar batin menjadi lebih tenang.


Allāh  selalu bersama kita.

Jaga kesehatan dan tetap semangat💪

Friday, August 13, 2021

PUTUSAN PENGADILAN MENENTUKAN NASIB ORANG LALU APA SANKSINYA JIKA MAJELIS HAKIM KELIRU MEMUTUS SUATU PERKARA?

         Ketika seorang pejabat tata usaha negara membuat atau mengeluarkan keputusan maka para pihak yang merasa berkepentingan dengan dikeluarkannya keputusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan tata usaha negara setempat, jika merasa dirugikan. Fenomena seperti itu juga terdapat pada lingkup pengadilan umum. Ketika hakim pengadilan negeri telah memutus suatu perkara maka jaksa penuntut umum ataupun terdakwa dapat mengajukan keberatan berupa permohonan banding atau kasasi jika putusan majelis hakim pengadilan dianggap tidak atau belum sesuai dengan harapan pihak-pihak tertentu itu.


        Ketika pertimbangan dan putusan hakim-hakim di atasnya sama dengan putusan semula tentu hal ini mungkin tidak menjadi masalah bagi internal lingkungan peradilan tersebut, karena putusan pengadilan di tingkat bawahnya sudah dianggap benar baik sebagian ataupun seluruhnya oleh majelis hakim yang menyidangkan setelahnya (di tingkat pengadilan yang lebih atas). Namun bagaimana jika ternyata pertimbangan dan putusan majelis hakim di tingkat pengadilan yang lebih atas tidak sama dan memutus berbeda dengan majelis hakim di tingkat yang lebih bawah? Akan timbul banyak pertanyaan terhadap keadaan yang seperti itu, di antaranya:

1.    Apakah putusan majelis hakim yang sebelumnya salah atau keliru?

2.    Apakah putusan majelis hakim yang terakhir salah atau keliru?

3.    Kenapa pertimbangannya berlainan padahal ilmu hukum yang diajarkan mungkin sama?

4.    Majelis hakim yang memutus kemudian kemungkinan besar hanya mempelajari berkas, kenapa bisa mempertimbangkan lain dari majelis hakim yang semula memutus?

5.    Apakah ada hal-hal yang sangat perlu diperbaiki atau ditertibkan dalam proses persidangan?


        Pada proses pengadilan tingkat pertama, semua pihak dihadirkan, mulai dari majelis hakim yang menyidangkan perkaranya, jaksa penuntut umum, terdakwa, para saksi, para ahli, dan penasihat hukum jika ada. Namun pada tingkat banding dan kasasi, para pihak tidak dihadirkan lagi melainkan hanya majelis hakim yang ditunjuk yang bersidang. Ketika suatu majelis hakim pada tingkat pertama dianggap keliru dalam memutus, bagaimana nasib majelis hakim pada tingkat di atasnya yang hanya membaca berkas? Apakah dapat dijamin bahwa majelis hakim pada tingkat yang lebih tinggi lebih mampu untuk menganalisis perkara dan memutusnya mejadi lebih baik? Sementara persidangan pada tingkat pertama kemungkinan besar sudah dapat dikatakan terfasilitasi dengan baik dengan kehadiran para pihak yang dianggap dapat membuat terangnya suatu perkara yang disidangkan tersebut.


        Pada tingkat banding dan kasasi atau bahkan peninjauan kembali (PK), ketidakhadiran para pihak tertentu sebetulnya dapat menjadi pertimbangan optimal tidaknya suatu pertimbangan majelis hakim, dikarenakan misalnya dengan dihadirkannya para saksi atau terdakwa atau seorang ahli dapat lebih terjalin komunikasi 2 (dua) arah yang dapat lebih mengeksplorasi keterangan dibandingkan hanya mempelajarinya melalui berkas perkara yang sebagian besar berupa tulisan, karena dapat melihat secara langsung sikap atau gerak-gerik orang yang ditanya.  Jika jawabannya dengan membaca memori dan kontra memori banding atau kasasi saja sudah cukup, seharusnya majelis hakim pengadilan di tingkat pertama pun sudah cukup mendapatkan pelajaran dari proses persidangan yang dilengkapi dengan produk-produk dari jaksa dan penasihat hukum, baik yang berupa tuntutan maupun pleidoi dan produk lanjutannya (replik, duplik, dst). Namun kenapa masih terdapat pertimbangan bahwa majelis hakim di tingkat pertama telah keliru memutus?


    Bagaimana dinamika di peradilan militer?


        Aparat hukum di lingkungan peradilan militer terdiri dari penyidik polisi militer, oditur militer, hakim militer, dan penasihat hukum militer. Para tersangka, terdakwa, dan terpidana semuanya adalah militer, terdiri dari Prajurit TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Adapun sanksi yang diberikan kepada prajurit tersebut ada berbagai macam mulai dari pidana bersyarat hingga dijatuhi pidana tambahan pemecatan dari dinas militer.


        Suatu perkara mungkin saja selesai hanya sampai pengadilan tingkat pertama di pengadilan militer. Namun ada juga perkara yang baru selesai di tingkat banding atau kasasi, atau bahkan disidangkan kembalidi tingkat PK. Bagi Prajurit TNI yang berpangkat Kapten ke bawah yang melakukan pelanggaran pidana, akan disidangkan di pengadilan militer sebagai pengadilan tingkat pertama, dan akan disidangkan di pengadilan militer tinggi sebagai pengadilan militer tingkat banding serta akan disidangkan di Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) sebagai pengadilan tingkat kasasi. Sedangkan bagi Prajurit TNI yang berpangkat Mayor ke atas yang melakukan pelanggaran pidana akan disidangkan di pengadilan militer tinggi sebagai pengadilan tingkat pertama, dan akan disidangkan di pengadilan militer utama sebagai pengadilan militer tingkat banding, serta akan disidangkan di MARI sebagai pengadilan tingkat kasasi.


        Ketika perkara sudah sampai di tingkat kasasi dan diputus, maka pelaksanaan eksekusi terhadap putusan akan berlaku karena putusan tersebut sudah dianggap memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat. Sehingga keadaan hukum yang berhubungan dengan adanya putusan tersebut juga akan berdampak bagi prajurit yang bersangkutan. Oleh karenanya putusan majelis hakim dapat berpengaruh terhadap nasib terdakwa di kemudian hari. bahkan jika ia sudah memiliki keluarga, tentunya akan berpengaruh juga terhadap keluarganya, istri dan anak-anaknya.

Jika putusan majelis hakim akan berdampak signifikan, maka akan berdampak bukan hanya terhadap satu orang, si pelanggar, namun juga terhadap keluarganya, keluarga kecil bahkan keluarga besar, nama baik, kehormatan, bahkan mungkin masa depannya.


        Terdapat fenomena putusan, ketika majelis hakim di tingkat bawahnya dinyatakan telah keliru mengambil keputusan dan memutus perkara terlihat dengan adanya perubahan pada putusan di tingkat pengadilan yang lebih atas. Meskipun putusan yang berikutny tidak secara langsung membunyikan kata-kata "majelis hakim pada pengadilan ......... telah keliru memutus ........", namun jika majelis hakim yang berikutnya secara signifikan mempertimbangkan lain dari itu maka cukuplah patut diduga bahwa putusan yang sebelumnya itu telah dianggap keliru atau salah dalam membuat pertimbangan hukumnya. Jika hal seperti ini tidak sedikit terjadi, maka perlu dikaji kembali dan diketahui penyebabnya. Jika putusan yang terakhir cukup adil bagi terdakwa tentu tidak menjadi masalah, namun bagaimana jika putusan yang terakhir benar-benar keliru?

Bagaimana jika putusan yang terakhir dan keliru itu dapat membawa dampak signifikan terhadap terpidana atau bahkan keluarganya?

Hal ini bukan hanya menjadi tantangan bagi para hakim militer, tetapi juga para aparat penegak hukum lainnya, mulai dari penyidik polisi militer, oditur militer, hingga penasihat hukum militer. Ada yang berpengaruh langsung, tidak langsung, dominan, tidak dominan, menentukan, dan yang tidak menentukan.


        Pada pembahasan ini kita akan lebih fokus membahas tentang kekeliruan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Kekeliruan hakim, apa sanksinya baik secara formal maupun materiel? Bila dianggap terdapat kekeliruan hakim dalam memutus suatu perkara, tentunya bukan pembahasan mengenai pengurangan hukuman yang diterapkan, melainkan pembebasan atau pemidanaan, yang mana majelis hakim yang memutus kemudian bertentangan dengan putusan sebelumnya. Terutama jika dilakukan melalui upaya hukum PK, ini memerlukan bukti baru yang biasanya dilakukan untuk menuntut pengurangan hukuman atau dalam rangka menyangkal kebersalahannya. Yang perlu kita ingat bahwa sesungguhnya upaya hukum tertinggi adalah di tingkat kasasi, sedangkan upaya hukum PK adalah upaya hukum luar biasa yang tidak menunda pelaksanaan eksekusi.


        Sekali lagi upaya hukum paling tinggi adalah kasasi, yang mana hukuman hasil putusan yang telah berkekuatan hukum tetap segera dilaksanakan tanpa harus menunggu upaya hukum luar biasa seperti PK ataupun upaya hukum lainnya untuk kepentingan hukum. Sehingga diharapkan pada tingkat kasasi ini, majelis hakim yang menyidangkan suatu perkara sudah benar-benar dapat dipercaya 100%, menghasilkan putusan yang cermat dan seadil-adilnya dikarenakan mungkin memang sudah memiliki beberapa keadaan sebagai berikut majelis hakim sudah senior, sangat berpengalaman, dan lebih bijak menganalisis suatu permasalahan.

Namun apa yang sebenarnya terjadi, ketika terselenggara sidang PK atas suatu perkara tindak pidana, lalu putusannya hanya sekedar untuk mengurangi masa hukumannya tanpa mengubah tentang status kebersalahannya? Sungguh ironis karena persidangan untuk mengadili perkara pada tingkat PK seyogyanya digunakan juga untuk menentukan status kebersalahan saja, menentukan terpidana bersalah atau tidak bersalah sebagai pelaku atau perbantuan atau ternyata dijebak atau tidak terlibat sama sekali, bukan semata-mata mengurangi beban pidana ataupun masa hukuman. Jika status kebersalahannya berubah mungkin akan dapat mempengaruhi masa hukumannya, namun jika hanya mengenai pengurangan masa hukuman, alasan-alasan untuk pemberlakuan PK tidaklah logis untuk digunakan dalam proses peradilan tersebut.


       Lalu bagaimana perlakuan terhadap majelis hakim tingkat kasasi yang putusannya telah dikoreksi oleh majelis hakim PK? Apakah mereka perlu diberi sanksi karena sudah dianggap keliru atau perlu diperbaiki putusannya? Jika putusan yang keliru dan fatal dilakukan pada tingkat kasasi, seyogyanya majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut perlu diberi sanksi yang sangat keras. Silakan tambahkan pertanyaan-pertanyaan lainnya dan diatur lebih lanjut bagaimana mekanismenya.

Hal-hal yang penulis jelaskan sejak awal tentunya sangat perlu menjadi renungan bagi kita semua, terutama para pihak yang mengemban amanah untuk memperbaiki sistem-sistem yang dirasa masih kurang sesuai.


        Prajurit TNI itu tugasnya adalah berjuang menjaga NKRI bahkan jika perlu berperang, sehingga ia harus terus berlatih. Aparat penegak hukum tugasnya adalah memperbaiki ahlak bangsa, dan oleh karenanya ia harus berlatih pula untuk itu.

Kesejahteraan hakiki bagi Prajurit TNI adalah latihan, tetapi kesejahteraan bagi para aparat penegak hukum adalah menegakkan hukum dengan jalan memperbaiki ahlak, baik itu ahlak orang-orang yang ditertibkan maupun terlebih dahulu ahlak-ahlak pelaku penegakan hukum itu sendiri.


        Jayalah Indonesiaku!

   Jagalah ia dengan cara menjaga diri kita sendiri dari kesesatan.

Sunday, August 8, 2021

BISAKAH KITA TIDAK SAMPAI MENGALAMI MENDAPATKAN PENGETAHUAN DENGAN CARA SEPERTI INI?!

         Di Indonesia dikenal 2 (dua) golongan besar masyarakat, yaitu masyarakat sipil dan masyarakat militer, yang mana warga sipil tunduk kepada hukum umum dan militer tunduk kepada hukum umum dan hukum khusus yang mengatur militer. Seorang warga negara Indonesia (WNI) dapat menjadi militer dengan beberapa cara. Ia dapat mendaftar menjadi seorang tamtama, bintara, atau perwira, tergantung keinginan dan persyaratan yang harus dipenuhi pada jenjang militer masing-masing. Adapun militer di Indonesia dikenal dengan nama Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggotanya biasa disebut sebagai Prajurit TNI.


     Proses pendaftaran dan seleksi bisa dilakukan di lingkungan Angkatan Darat, Angkatan Laut, ataupun Angkatan Udara. Bagi yang dinyatakan lulus akan menempuh pendidikan pada tempat-tempat yang sudah ditentukan. Bagi WNI yang diterima menjadi calon Prajurit TNI pada level tamtama akan dididik di sekolah calon tamtama (Secata) dengan jenis pendidikan Dikmata (Pendidikan Pertama Tamtama). Bagi WNI yang diterima menjadi calon Prajurit TNI pada level bintara akan dididik di sekolah calon bintara (Secaba) dengan jenis pendidikan Dikmaba (Pendidikan Pertama Bintara). Untuk level bintara ini terdapat dua sumber yaitu dari yang belum pernah menjadi Prajurit TNI dan dari yang sudah menduduki level tamtama mengalami peningkatan status menjadi bintara setelah mengikuti pendidikan pembentukan bintara reguler (Diktukba). Sedangkan bagi WNI yang diterima menjadi calon Prajurit TNI pada level perwira akan dididik di sekolah calon perwira.


        Untuk yang terakhir disebutkan di atas direkrut dari 3 (tiga) sumber calon perwira. Yang pertama adalah yang sudah menduduki level bintara kemudian mengalami peningkatan status menjadi perwira setelah mengikuti pendidikan pembentukan perwira (Diktukpa). Yang kedua adalah yang mendaftar dan mengikuti pendidikan di Akademi Militer. Yang ketiga adalah yang sudah memiliki kualifikasi bidang akademik (S1, S2, atau S3) mendaftar dan mengikuti pendidikan Sepa PK (Sekolah Perwira Prajurit Karir) TNI.


        Seorang Prajurit TNI memiliki pengetahuan yang bersifat umum yang berasal dari dunia pendidikannya sebelum menjadi Prajurit TNI, dan memiliki pengetahuan yang bersifat khusus yang berasal dari pendidikan-pendidikan yang diikutinya selama menjadi militer. Sehingga diharapkan seorang Prajurit TNI memiliki pengetahuan yang banyak yang dapat digunakan di dalam kehidupan sehari-harinya baik sebagai sosok militer maupun sebagai masyarakat atau warga negara.


        Pengetahuan itu pada dasarnya adalah sesuatu yang diperoleh dari pengalaman atau perjalanan hidup manusia dan keadaan makhluk lainnya. Pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai cara dan media, bisa dengan melihat, mendengar, mencium bau, atau bahkan merasakan sesuatu dengan kulit/rabaan atau dengan hati. Jika pengetahuan harus selalu didapatkan dengan cara mengalaminya sendiri maka setiap orang dapat menanggung resiko yang mungkin berbeda dan lebih parah daripada yang dialami oleh orang lain. Bisakah kita tidak sampai mengalami mendapatkan pengetahuan dengan cara seperti ini?!


Berdasarkan tingkatan dan cara memperoleh pengetahuan tersebut maka pengetahuan dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu perolehan lever pertama, kedua, dan ketiga.


1.    Perolehan level pertama.

        Pada level ini pengetahuan diperoleh dari apa yang dialami oleh diri kita sendiri, baik dengan cara melakukan sendiri suatu kegiatan, melihat suatu peristiwa atau perbuatan, atau mendengar sendiri suatu keadaan, seperti yang dijelaskan pada paragraf 5 di atas. Kemudian hal-hal tersebut dijadikan sebagai sesuatu hal yang dianggap dialami sendiri oleh kita. Diharapkan kita dapat merasakan langsung pelajaran yang kita peroleh sebagai sesuatu yang sangat berharga dan menjadi pedoman dalam kehidupan kita di masa yang akan datang.


2.    Perolehan level kedua.

        Pada level ini pengetahuan diperoleh dan dipelajari secara tidak langsung, bukan dialami oleh diri kita sendiri, melainkan dialami oleh orang lain yang mana orang tersebut (narasumber) menceritakan apa yang dialaminya sendiri baik melalui kegiatan lahiriah, penglihatan, pendengaran, ataupun hatinya. Perolehan pengetahuan melalui level kedua ini masih perlu kita analisis lebih lanjut karena bisa saja interpretasi orang lain terhadap apa yang dialaminya itu berbeda jika kita langsung yang mendalaminya. Terlebih lagi kita perlu juga mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dari orang yang menceritakan pengalaman pribadinya tersebut.


Oleh karenanya menjadi sangat penting dalam mengambil pelajaran atau menerima pengetahuan, untuk mendalami dan memastikan validitas informasi serta tingkat kepercayaan (kredibilitas) narasumber pada tingkat "orang yang bisa dipercaya".


Kesalahan dalam melakukan penilaian terhadap orang yang tidak atau kurang bisa dipercaya akan mempengaruhi pengetahuan atau pelajaran yang kita terima. Oleh karenanya jika kita mendapati narasumber yang tidak atau kurang bisa dipercaya namun nampaknya apa yang disampaikan kemungkinan besar adalah suatu kebenaran, maka perlu dikonfirmasi dengan narasumber yang lain, satu atau beberapa lagi.


3.    Perolehan level ketiga.

        Pada level ini pengetahuan diperoleh dan dipelajari secara tidak langsung, bukan dialami oleh diri kita sendiri dan bukan juga dialami oleh lawan bicara kita (bisa teman, saudara, atau siapa saja yang memberikan informasi) melainkan dialami oleh orang lain lagi yang mana orang tersebut (narasumber) telah menceritakan apa yang dialaminya sendiri kepada lawan bicara kita atau lawan bicara kita itu yang telah mengambil pelajaran dari informasi apa yang dia peroleh dari narasumber. Perolehan pengetahuan melalui level ketiga ini sangat perlu kita analisis lebih lanjut karena bisa saja interpretasi lawan bicara kita terhadap narasumber tidak efisien dan interpretasi narasumber terhadap apa yang dialaminya itu berbeda jika kita langsung yang mengalaminya. Terlebih lagi kita perlu juga mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dari lawan bicara kita dan narasumber tersebut.


Demikian pula, menjadi sangat penting dalam mengambil pelajaran atau menerima pengetahuan, untuk mendalami dan memastikan validitas informasi serta tingkat kepercayaan (kredibilitas) lawan bicara pada tingkat "orang yang sangat bisa dipercaya" dan narasumber pada tingkat "orang yang mungkin bisa dipercaya".


Kesalahan dalam melakukan penilaian terhadap orang yang tidak atau kurang bisa dipercaya (lawan bicara kita) dan yang kemungkinan tidak atau kurang bisa dipercaya (narasumber), akan mempengaruhi pengetahuan atau pelajaran yang kita terima. Oleh karenanya jika kita mendapati lawan bicara dan narasumber yang seperti ini namun nampaknya apa yang kita terima kemungkinan besar adalah suatu kebenaran, maka sangatlah perlu dikonfirmasi dengan narasumber yang lain, satu atau beberapa lagi.


        Berdasarkan penjelasan di atas, sangatlah baik jika kita mendapatkan pengetahuan atau pelajaran dari apa yang kita alami, baik itu yang merupakan sesuatu hal yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan, yang baik ataupun yang buruk, seperti yang dimaksud sebagai perolahan pada level pertama. Namun alangkah lebih baik lagi jika kita bisa mendapatkan pengetahuan melalui perolehan pada level kedua dan ketiga saja, yang penting kita sudah cukup mendapatkan pelajaran yang sangat berharga darinya. Jika kita mengalami sendiri sesuatu kebaikan tentu sangatlah berbahagia, namun jika mengalami hal-hal yang buruk tentulah cukup menyusahkan. Oleh karenanya semoga kita termasuk golongan orang-orang yang tidak mengalami sendiri suatu keburukan namun sudah dapat mengambil pelajaran dari keburukan itu. Dan ketika terkadang sesekali kita juga perlu mengalaminya supaya kita beriman dan bertakwa, maka bersabar dan bertawakkal lah.


Tidaklah sesekali seseorang mengatakan sudah beriman, jika ia belum diuji (lihat QS. Al-Baqarah: 155, 214, dan QS. Al-Ankabut: 2).

MENGENALI DAN MENANGANI AKSI TERORISME SERTA CARA BEKERJANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BARU PRODUK LAMA

        Menurut penulis, terorisme adalah suatu paham atau gerakan organisasi tertentu yang melakukan serangkaian kegiatan tindak pidana yang diselenggarakan sejak sebelum, selama, dan sesudah tindakan inti dilakukan, untuk menimbulkan keresahan yang meluas dalam masyarakat secara nasional ataupun internasional dalam rangka mencapai tujuan kelompok atau organisasi itu sendiri.

        Tujuan kelompok atau organisasi terorisme yang dimaksud di atas belum tentu dalam rangka menguasai, mengganti, atau mengambil alih kedaulatan atau kekuasaan suatu negara atau bangsa.
Bisa saja tujuan dari gerakan terorisme memang hanya untuk menimbulkan keresahan baik lingkup nasional ataupun internasional, yang mana keresahan yang ditimbulkan diharapkan dapat menimbulkan efek ikutan berupa ketidakstabilan  di bidang-bidang lain selain bidang keamanan yang dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu pada bidang-bidang yang lain.

Kenapa hal ini dikatakan demikian, dikarenakan terorisme juga termasuk yang berupa ancaman, bukan sekedar tindak pidana. Ancaman itu timbul sejak dini, sudah direncanakan dengan matang, diawasi, dan dikendalikan agar penyelenggaraannya dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Menurut pengamatan penulis, kegiatan yang dianggap sebagai suatu gerakan terorisme kemungkinan akan diselenggarakan dengan beberapa tahapan sebagai berikut:

1.    Tahap Perencanaan.

        Suatu gerakan terorisme tentunya sudah mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya dikarenakan gerakan mereka harus tertata secara sistematis untuk mengurangi tingkat kemungkinan kegagalan dalam misi atau tugas mereka. Dalam tahapan ini tentunya mereka kemungkinan akan membuat rencana tertulis bukan hanya rencana yang tidak tertulis.

    Mengapa demikian?

Karena jika gerakan terorisme hanya dikerjakan oleh perorangan tidak dalam bentuk kelompok, tentunya cukup hanya ada dalam pikiran orang itu saja. Namun jika dalam bentuk kelompok atau tim, tentunya perlu dibuatkan secara tertulis baik dalam bentuk lembaran kertas, buku, dokumen maya, atau bentuk lainnya seperti foto, rekaman suara, atau bahkan dalam bentuk video.

Kemungkinan mereka akan menentukan goal (tujuan), target (sasaran), dan menyiapkan cara bertindak yang lain sebagai alternatif jika rencana awal mengalami hambatan atau kegagalan.
Oleh karena itu pihak aparat keamanan atau yang terkait lainnya sebaiknya mengenali tanda-tanda ini. Laksanakan langkah-langkah temu dini, lapor dini, dan cegah dini. Atau jika memungkinkan laksanakan temu dini, cegah dini, baru lapor dini. Pihak aparat sebaiknya menggabungkan metode penelitian dalam masalah ini bukan hanya menggunakan metode penelitian hukum namun dilengkapi dengan metode penelitian ilmiah agar validitasnya dapat lebih terukur.
Oleh karena itu juga pihak aparat pada tingkat tertentu yang memiliki kualifikasi intelijen sangat perlu mendalami pengetahuan dan teknik melaksanakan penelitian baik yang berupa penelitian hukum maupun penelitian ilmiah. Kemampuan aparat intelijen perlu diupgrade (ditingkatkan) menyesuaikan dengan perkembangan zaman bukan hanya dalam hal pengetahuan cyber namun juga memerlukan suatu pengetahuan yang dapat mengukur situasi atau tindakan-tindakan sehingga dapat dibuat suatu sistem yang dapat diaplikasikan pada bidang penanganan gerakan atau aksi terorisme sehingga dapat mengatasi suatu aksi terorisme atau bahkan bisa mencegahnya. Bahkan yang lebih diharapkan lagi dapat mendeteksi siapa-siapa saja dalang aksi terorisme tersebut melalui metode penelitian ilmiah yang dikonstruksikan sedemikian rupa untuk kepentingan penanganan aksi terorisme.


2.    Tahap Persiapan.

        Setelah membuat rencana kemungkinan kegiatan yang akan dilakukan oleh kelompok terorisme selanjutnya adalah mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan rencana yang sudah mereka buat dan sepakati.
Oleh karena itu pihak aparat harus dapat mengenali tanda-tanda kegiatan apa saja yang memiliki kemungkinan besar mengarah pada aksi terorisme. Menghadapi kegiatan-kegiatan suatu gerakan terorisme pada tahapan ini adalah dengan cara mengenali variabel-variabelnya atau jika belum ada maka bisa merumuskan sendiri variabel-variabel itu yang kemudian ditentukan faktor-faktornya lalu dikenali dan dirinci indikator-indikatornya.
Jika langkah-langkah penelitian ini sudah selesai dirumuskan yang berupa eksplorasi ataupun bukan maka lakukanlah penelitian lagi yang bersifat konfirmatif, untuk menegaskan atau meyakinkan apakah instrumen-instrumen yang akan digunakan dalam hal penanganan aksi terorisme dapat diterapkan dengan baik atau tidak. Namun perlu dipastikan dulu mengenai variabel-variabel yang akan digunakan benar-benar sesuatu hal yang baru ataukah sudah ada rumusan ilmiahnya, atau setidak-tidaknya sudah ada yang mirip dengan itu.


3.    Tahap Pelaksanaan.

        Setelah membuat rencana lalu melakukan kegiatan-kegiatan pendahuluan sebagai persiapan dalam melaksanakan aksi terorisme mereka kemungkinan gerakan terorisme akan segera melaksanakan aksinya tersebut. Namun bisa saja mereka akan membatalkan aksi terorisme yang telah mereka laksanakan dikarenakan pertimbangan keadaan tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya aksi terorisme. Atau bisa juga mereka mengalihkan tempat atau bahkan jenis aksi terorismenya dalam bentuk yang lain dari yang semula akan dilakukan.
Oleh karenanya sangat perlu dipertimbangkan atau bahkan jika bisa dihindari adanya pemberitaan-pemberitaan tentang aksi terorisme di media masa terutama televisi atau media online lainnya yang justru malah akan menjadi pembelajaran bagi kelompok atau gerakan terorisme tersebut dalam hal mempelajari kemungkinan gerak-gerik aparat keamanan menghadapi aksi terorisme. Untuk dinamika tentang masalah ini selanjutnya tentu pihak aparat terkait akan sangat memahaminya. Pedomani perkiraan keadaan taktis secara cepat dan terukur dengan menjamin faktor kerahasiaan.

Dalam hal ini pihak aparat juga sebaiknya menyiapkan rencana alternatif sebagai cadangan agar tidak terdadak atau terkecoh dengan gelagat-gelagat dari suatu gerakan terorisme.

        Jika selama pelaksanaan kegiatan intelijen terutama di bidang penyelidikan ditemukan berbagai kemungkinan ancaman aksit terorisme, maka sebaiknya dibagi ke dalam beberapa kelompok kemungkinan cara bertindak agar lebih mudah mengidentifikasinya dan juga mudah melakukan pembagian tugas atau pekerjaan. Selama suatu kegiatan penyelidikan yang dilaksanakan oleh suatu tim berlangsung maka tim lain dapat juga melaksanakan kegiatan penelitian. Atau kegiatan penelitian tersebut dapat langsung dilaksanakan oleh tim yang melakukan kegiatan penyelidikan yang kemudian hasilnya dilaporkan kepada atasan terkait atau dibagikan kepada tim lain yang mendapatkan tugas sebagai tim pengolah bahan hasil penelitian.


4.    Tahap Konsolidasi.

        Pada tahapan konsolidasi, kemungkinan suatu gerakan terorisme sudah berhasil melaksanakan aksi terorismenya. Atau sudah melaksanakan aksinya namun gagal karena sudah terlebih dahulu dicegah oleh pihak aparat keamanan atau pihak lain yang juga berkepentingan dalam hal keamanan. Pada fase ini, kemungkinan untuk terjadi atau dilakukan kembali aksi terorisme bisa terjadi dalam waktu dekat atau dalam jangka waktu tertentu yang cukup lama, tergantung dari besar keberhasilan pada aksi yang telah dilaksanakan. Aksi terorisme tersebut sudah mewakili pencapaian tujuan atau belum. Jika belum mewakili pencapaian tujuan maka kemungkinan aksi selanjutnya dilaksanakan dalam waktu dekat. Namun jika sudah cukup mewakili pencapaian tujuan maka kemungkinan aksi selanjtnya dilaksanakan dalam jangka waktu yang lebih lama.

    Mengapa memiliki kecenderungan demikian?

Jika suatu aksi terorisme yang terjadi sudah dianggap mewakili pencapaian tujuan maka kemungkinan besar mereka tidak akan melakukan aksi lanjutan dalam waktu dekat. Karena jika mereka melakukan aksi lanjutan dalam waktu dekat malah kemungkinan dapat menggagalkan pencapaian tujuan yang telah dirancang tersebut. Demikian juga jika aksi terorisme tersebut belum mewakili pencapaian tujuan maka akan menimbulkan rasa penasaran untuk melakukannya lagi dalam waktu dekat hingga tujuannya terwujud.


5.    Tahap Pengakhiran.

        Berakhir tidaknya suatu aksi terorisme tergantung tujuan yang ingin dicapai. Jika pencapaian tujuan sudah terlaksana seluruhnya maka kemungkinan besar aksi terorisme pada periode tertentu akan terhenti. Bila suatu gerakan terorisme akan melakukan kembali aksinya di kemudian hari, kemungkinan mereka menganggap ada suatu pencapaian tujuan lagi yang harus diwujudkan oleh kelompok organisasi atau gerakan mereka.

        Di Indonesia pernah terjadi aksi-aksi terorisme namun bukan berarti bahwa negara Indonesia adalah sarang teroris. Kejahatan bisa terjadi di mana saja di berbagai negara, termasuk juga aksi terorisme dapat terjadi di berbagai negara bahkan di negara besar sekalipun. Aksi terorisme merupakan masalah yang sangat serius bagi negara manapun, oleh karenanya penanganan maupun penanggulangan terhadap aksi terorisme perlu diselenggarakan dan dilaksanakan secara komprehensif. Hal ini perlu melibatkan berbagai institusi yang dapat dikerahkan baik yang memiliki peran langsung maupun yang tidak, bahkan yang hanya melakukan perbantuan jika diminta atau ditunjuk oleh pemerintah pusat. Oleh karenanya semua pihak yang terlibat dalam penanganan ini harus saling mendukung untuk terciptanya sinergitas dalam penanganan aksi terorisme.

    Kenapa penulis bisa mengatakan demikian?

        Mari kita cermati peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku positif di Indonesia. Apakah ada ditemukan sesuatu hal mulai dari yang harus diketahui publik (masyarakat Indonesia) hingga yang seharusnya tidak perlu diketahui publik tertuang dalam produk peraturan perundang-undangan, baik yang berupa undang-undang, peraturan presiden, peraturan pemerintah, hingga peraturan menteri? Dalam hal penanganan aksi terorisme, perlu dirumuskan hal-hal yang bersifat sangat rahasia yang hanya dapat diketahui oleh pihak aparat keamanan tertentu yang dituangkan dalam suatu produk prosedur teknis penanganan aksi terorisme, yang mana sudah ada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dapat langsung diberdayakan untuk membuat produk-produk terkait dan bersifat sangat rahasia yang hanya dirumuskan, ditetapkan, dapat diakses atau dipelajari, dan diberlakukan oleh orang-orang tertentu yang diizinkan.

        Adapun dalam bentuk regulasi yang berupa peraturan perundang-undangan seyogyanya hanya membahas pengaturan yang bersifat umum, baik yang tertuang dalam undang-undang ataupun peraturan pelaksanaannya yang tetap merupakan pelaksanaan yang masih bersifat umum saja. Sedangkan untuk pelaksanaan yang bersifat khusus dan teknis seyogyanya dituangkan dalam bentuk produk tersendiri yang bersifat rahasia dan sangat rahasia.

        Kemungkinan gerakan atau aksi-aksi terorisme tidak akan sampai pada titik atau kriteria tertentu yang mana TNI bisa atau boleh digerakkan atau diizinkan untuk bereaksi terhadap suatu aksi terorisme sesuai kriteria-kriteria yang akan dan/atau telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tentang penanganan aksi terorisme oleh TNI. Penulis yakin bahwa para penjahat di luar sana akan bersikap mengantisipasi untuk mengeliminir keterlibatan TNI dalam penanganan atau pemberantasan organisasi terorisme, karena jika TNI sudah turun tangan maka insyā Allāh akan berjuang hingga tuntas, NKRI harga mati bagi TNI.

        Oleh karena itu, untuk hal-hal yang bersifat taktis dan strategis keamanan negara demi tetap tegaknya kedaulatan bangsa dan negara, sebagiknya tidak dituangkan dalam bentuk aturan yang bersifat terbuka dan bisa diakses oleh siapapun. Perlu dibuatkan pengaturan yang bersifat sangat rahasia sebagaimana tiap-tiap perikehidupan memiliki rahasia internal untuk kepentingan khusus dalam hal ini bersifat strategis di bidang pertahanan negara.


Saran kesimpulan:

Bahwa diperlukan metode penelitian ilmiah yang konstruktif di atas metode pengumpulan data melalui teknik penyelidikan intelijen serta pengaturan penanganan yang lebih efektif dan efisien dalam rangka penanggulangan aksi terorisme.
Untuk hal-hal yang bersifat detail teknis dan taktis penanganan kejahatan khusus tidak boleh diumumkan atau disampaikan secara terbuka baik melalui media massa maupun dalam lembaran negara dan tambahan lembaran negara. Perlu dirumuskan suatu lembaran negara dan tambahan lembaran negara yang bersifat sangat rahasia dan sangat terbatas yang dituangkan sebagai bentuk regulasi negara yang diundangkan secara tertutup. Hal ini untuk mewadahi kepentingan bangsa dan negara Indonesia yang bersifat sangat vital.

Hikmah yang dapat diambil dengan pengaturan seperti yang telah penulis jelaskan semua di atas adalah sebagai berikut:

a.    tidak perlu menunjuk secara umum institusi mana yang berwenang dan menjadi pelaksana dalam penanggulangan aksi terorisme baik terhadap aparat kepolisian dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) maupun aparat militer dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia (TNI);

b.    semua kegiatan dikendalikan langsung oleh badan khusus dalam hal penanggulangan aksi terorisme yaitu BNPT dengan menunjuk sebagian personel-personel dari Polri dan TNI sebagai anggota pelaksananya;

c.    dengan keterlibatan Polri dan TNI dalam BNPT tetap dapat mewadahi amanat dalam undang-undang baik yang diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia maupun Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, namun tidak dikendalikan lagi oleh masing-masing institusi (Polri atau TNI);

d.    pengaturan tentang siapa melakukan apa tetap dapat terlaksana tanpa ada hambatan yang justru dikarenakan ada regulasi yang terhambat dalam pembuatannya dan regulasi tentang penanggulangan aksi terorisme tetap hanya diprakarsai oleh BNPT bukan oleh yang lain agar jelas fungsi dan tugasnya masing-masing; 

e.    penggunaan anggaran negara dapat menjadi lebih efektif dan efisien; dan

f.    pengaturan dan penanggulangan aksi terorisme dapat menjadi lebih fokus dan disiapkan dengan baik oleh BNPT selaku badan khusus yang menangani hal ini.

        Mengenai aksi terorisme mungkin untuk beberapa jangka waktu ini sudah tidak begitu terdengar lagi membuat keresahan secara umum dalam masyarakat Indonesia, namun kita sekarang menghadapi keadaan yang hampir sama meresahkannya seperti aksi terorisme. 
Namun keresahan itu seyogyanya diredam dengan usaha-usaha menambah keimanan dan ketakwaan terhadap Allāh
agar hati kita menjadi tenteram dan damai.

        Mari kita berorientasi pada kepentingan yang sebenarnya daripada mengutamakan kepentingan-kepentingan yang lain yang dapat menghambat kepentingan sebenarnya, yaitu terciptanya Indonesia yang aman, tenteram, dan damai.

HATI-HATI MEMINJAMKAN TANAH DAN RUMAH HARUS BERSIAP KARENA BISA SAJA ORANG YANG DITOLONG BERKHIANAT TIDAK MAU PERGI MENINGGALKAN TANAH DAN RUMAH TERSEBUT

Ysh. Sahabat Diskusihidup yang berhati mulia ,   Mungkin Sahabat berhati mulia meminjamkan tanah dan rumah untuk ditempati oleh orang la...